BAB. 05

Akhirnya waktu pulang sekolah tiba. Waktu yang di tunggu-tunggu oleh Tasya. Ia sudah menyiapkan semua alasan yang akan di sampaikanya kepada Axel. Tasya menarik nafas dalam-dalam, lalu menghembuskanya secara perlahan.

"Tenang Sya, tenang..." bisiknya pelan.

Tasya menyemangati dirinya sendiri lalu melangkah keluar dari kelasnya.

"Sya, sebelum pulang kita mampir beli jajanan yuk...?" ajak Dita teman sebangkunya.

"Maaf Ta, gue pulang belakangan ya, gue masih ada urusan.." jelas Tasya yang memegang tangan Dita. Raut wajah Tasya membuat Dita mengerti.

"Ohh, oke Sya, ya udah gue pulang duluan yach...?"

Tasya mengangguk dan memandang Dita yang melangkah pergi meninggalkanya. Perlahan menjauh dan kemudian hilang di tengah hamburan para murid-murid yang akan pulang ke rumah.

Rupanya Axel sudah di tempat parkiran.

"Tumben lu buru-buru Xel, mau ke mana lu...?" tanya Angga penasaran.

"Mau nyelesai in urusan kemaren.."

"Sama Tasya...?" tanya Angga memperjelas.

"Iya, lu balik duluan aja..." ujar Axel sambil memakai helmnya.

"Oke lah..."

Setelah Axel berkata kepada Angga, keduanya segera pergi dari parkiran dengan motor masing-masing. Axel menuju taman, sedangkan Angga entah mau mampir ke mana dulu.

Dari jauh, Tasya sudah terlihat duduk di kursi taman yang terletak di bawah pohon. Wajah yang cantik dan membuat semua pandangan setiap cowok yang melihatnya pasti akan berdecak kagum. Tasya melambaikan tangan ke arah Axel. Axel berjalan perlahan menghampirinya.

"Mau bicara apa, langsung saja ke pokok masalahnya..."

Suara Axel membuka percakapan mereka setelah ia menempatkan diri duduk di sebelah Tasya. Tasya memegang tangan Axel dengan lembut. Tak kuasa untuk menolaknya, akhirnya Axel hanya terdiam membiarkan Tasya menggenggam erat tanganya.

"Xel, maafin aku, aku...." Tasya terhenti tak bisa meneruskan kata-katanya untuk sejenak.

"Kenapa Sya, ada apa...?" desak Axel.

"Xel, sebelumnya maafin aku, bukan aku bermaksut membuatmu terluka, aku tau aku salah, tapi ini bukan maksut aku mengkhiananti cinta kita..."

Axel berpaling. Menatap wajah cantik Tasya dengan dua bola mata yang begitu indah berwarna kecoklatan. Sejenak keduanya terdiam.

"Maksutnya...?" kembali Axel bertanya.

Lagi-lagi Tasya menarik nafas dalam-dalam lalu beberapa detik kemudian menghembuskannya dengan agak berat. Tasya mengubah posisi duduknya. Kini pandanganya lurus menatap ke depan. Pohon akasia tua yang berumur puluhan taun kini menjadi pusat pandangan kedua matanya. Daun-daun yang bergoyang lembut tertiup angin menambah kesejukan udara siang itu yang cukup panas.

"Axel, maaf, kemarin cowok yang bersamaku saat makan malam adalah calon tunanganku."

DEGGGG....

Jantung Axel serasa berhenti berdetak. Tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar dari bibir Tasya.

"Apa....?"

"Sejak kecil kami sudah di jodohkan oleh kedua orang tua kami. Apalah daya, karena Papanya Daren adalah sahabat Papaku. Aku tak bisa menolaknya, karena balas budi. Papaku pernah kesulitan keuangan dan Papahnya Darenlah yang menolong Papaku."

"Lantas, kamu mau menghentikan kisah ini begitu saja, memutuskan sebelah pihak, apa yang ada di dalam fikiran kamu Tasya? Apakah kamu memikirkan perasaanku saat ini, haaaahhh...??!!!"

Axel begitu emosi hingga ia berdiri. Memegang kepalanya sendiri. SedangkanTasya berusaha meraih tangan Axel untuk bisa menggenggamnya. Dengan perlahan Axel menepis.

"Axel maafin aku...?"

Tasya berada di situasi yang sulit. Ibarat maju kena mundur tambah ancur.

"Kamu tau kan Sya, aku sangat menyayangi kamu, aku ingin serius sama kamu walaupun sekarang kita masih SMA, ke depanya aku ingin membuatmu bahagia, mengejar mimpi-mimpi kita, tapi apa Sya, kamu patahkan begitu saja!! Kalau sudah tau begini, kenapa kamu nggak bilang dari dulu, kenapa Sya....? Kenapa....!!!"

"Xeeelllll......."

Suara Tasya tertahan.

"Ini juga bukan keinginanku, aku juga baru di kasih tau dua minggu yang lalu, waktu keluraga aku sama Daren makan malam..."

"Terus...?"

"Ya kami saling bertemu, aku ngobrol sama Daren, dia orangnya sopan.."

"Oohhh, sopan? Ganteng juga kan...??!!"

Tasya terdiam.

"Tapi apakah aku salah, kalau aku menuruti perintah kedua orang tuaku. Mereka yang membesarkan aku dari kecil hingga aku dewasa. Apakah salah jika aku membalas kasih sayang mereka dengan menuruti perjodohan ini..??!!!"

Gantian Tasya yang nyolot. Axel juga kaget. Ia baru saja melihat sisi lain dari seorang Tasya.

"Enggak!!! Kamu enggak salah!! Di sini akulah yang salah!!! Aku!!! Puas kamu!!!"

Suara Axel yang penuh dengan teriakan emosi sempat membuat beberapa pengunjung yang kebetulan lewat dan memperhatikan mereka. Axel menarik nafas dalam-dalam. Begitu dalamnya hingga memejamkan kedua matanya sebentar. Ia berusaha menahan emosinya sebisa mungkin. Setelah beberapa saat suasana tampak hening. Tasya membuang pandangan ke arah lain.

"Ok, sekarang bagaimana keinginanmu, aku akan turuti...!" tukas Axel kemudian.

"Maaf, kita cukup sampai di sini saja Xel, walau sesungguhnya aku sedih, tapi...."

"Sudahlah!! Aku mengerti, aku sudah faham! Semoga kamu bahagia bersama calon tunangan kamu, dan kisah kita berakhir sampai di sini..."

"Xeelllll..."

Tak menunggu lama, atau pun sekadar jabat tangan perpisahan, Axel berlalu meninggalkan Tasya. Tanpa menoleh ke belakang ia terus berjalan ke depan, hingga ia menghilang dari pandangan Tasya. Setelah kepergian Axel, Tasya terduduk lemas, ia menangis sendiri. Karena dalam hatinya, ia tak ingin berpisah dengan Axel, tapi apa mau di kata, ia tak ingin di cap sebagai anak yang tak tau diri, anak durhaka.

Sabtu malam.

Di rumah Vano, Axel terlihat agak murung. Ia tak seperti biasanya. Setelah kejadian tadi siang, setelah pulang sekolah, ia tak keluar dari kamar. Malam hari baru ia menampakan diri. Itu pun karena Vano, Papanya pulang dari kerja di restonya.

"Tumben kakak betah di dalam kamar, dari pulang sekolah Pah, ampe bedug maghrib, kak Axel baru kluar kamar, iyakan Mah...?" celetuk Zia ketika Axel ikut duduk santai menunggu Mamanya menyiapkan makan malam.

"Heeeeehhh, anak kecil diem aja...!" sergah Axel dengan sedikit mendengus.

"Biarin Zi, mungkin kak Axel kecapekan.." jawab Vano dengan santai.

"Tuh dengerin kalau Papa ngomong.."

"Huuuuuu..."

Vano dan Nindy tak tau kalau putra tercinta mereka sedang patah hati. Di depan Mama Papa dan juga Zia, Axel bisa ketawa haha hihi, seolah tak terjadi apa-apa tadi siang.

Nindy selesai menyiapkan makan malam. Semua hidangan sudah tertata rapi di atas meja makan. Walaupun Vano mempunyai sebuah restoran, namun masakan istrinya lah yang paljng juara.

"Ini semua mama yang masak?" tanya Vano ketika melihat hidangan yang menurutnya sangat istimewa.

"Iya pah, semua masakan ini mama masak untuk Papa, Axel dan juga Zia, kalian adalah bagian yang paling penting dalam hidup mama, ini adalah sebagian kecil dari bentuk rasa sayang mama buat kalian..."

Cuuuupppppp

Lagi-lagi kecupan manis mendarat di kening Nindy.

"Cieeeeeeeee, Papaaaa...." seru Zia saat melihat kemesraan Papa dan Mamanya.

Bersambung....

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!