Axel menyeruput moccacino latenya. Siang itu, ia dan Angga tengah duduk santai di kantin kampus. Sengaja tak langsung pulang karena mereka malas dengan cuaca yang sangat panas. Sudah beberapa bulan, hujan belum juga turun.
"Ahh lo, mau beli hoodie apa lihat yang jual...?" sahut Axel sekenanya.
"Beli hoodie, kalau yang jual sih enggak begitu menggoda, karena kelihatanya umurnya sudah di atas kita." tandas Angga menimpali perkataan Axel.
"Ah yang bener, tar kalau lu kecantol beneran berabe lu..." sergah Axel dengan cepat.
Axel meledek Angga dengan nyinyirin bibirnya. Keduanya segera menuju ke tempat sasaran. Tak butuh waktu lama, dan karena siang itu jalanan juga tak terlalu ramai, setengah jam kemudian mereka sudah sampai di tkp. Angga dan Axel segera turun.
"Selamat datang di toko kami..." sapa Kila dengan ramah.
"Iya mbak...." jawab Angga.
Angga mulai melihat-lihat apa yang mau ia beli. Sederet hoodie menjadi sasaran penglihatanya. Sementara Axel, karena tak ingin beli apa-apa, ia hanya menunggu Angga dengan duduk di kursi.
"Selamat da...." Kila tak meneruskan ucapanya. Melihat siapa yang datang, membuat moodnya jadi jelek. Tapiia tetap menyambut pelangganya dengan ramah.
"Selamat datang di toko kami..." ucap Kila sambil tersenyum ramah.
"Owhh, kelihatanya sepi ya toko ini." ujar Denis yang tengah berjalan memasuki toko dan sedang di gelendoti Mawar, sang pacar.
"Silahkan lihat-lihat, masdan juga mbak..." ucap Kila lagi mempersilahkan.
"Sayank, aku ga selera di sini, karena melihat yang jaga toko saja aku udah hilang mood..."
"Iya sayank, mungkin karena diaaaa..." Denis tak melanjutkan ucapanya. Dia tersenyum nyinyir. Kila masih sabar, bibirnya tak lepas dari senyuman. Karena ini adalah bagian dari pekerjaanya.
"Karena dia janda yang di tinggal mantan suaminya..." sahut Mawar dengan sinisnya.
"Maaf, jika kalian hanya ingin menjelekan saya, maaf, di sini bukan tempatnya, jikakalian tidak ingin berbelanja di sini, saya harap anda sekalian tidak membuat keributan..." ucap Kila dengan sangat sopanya dan mengesampingkan mantan brengseknya itu, walaupun hatinya sungguh sangat sangat jengkel sekali. Terlebih ia malu sekali, statusnya di jadikan bahan olok-olok.
"Plok plok plok..." suara tepuk tangan Denis yang mengejek.
"Jangan sok suci kamu Kila, aku berani beetaruh, tak kan ada lelaki yang mau sama kamu setelah tau siapa kamu yang sebenarnya." ocehan Denis terus saja keluar dari menghujam hati Kila. Angga dan Axel yang sejak tadi berada di tempat itu, hanya diam. Mau ikut campur tapi bukan urusan mereka.
Setelah puas menghina Kila, Denis dan juga Mawar menjnggalkan tempat itu. Kila menelan ludahnya, sangat pahit sekali di rasanya.
Ia duduk di meja kasie kembali. Terasa perih hatinya hingga air matanya menggenang di pelupuk matanya. Ia menunduk dan bermaksut mencari tisu untuk mengusap air matanya.
"Ini..." suara itu mengejutkan Kila. Ia mendongak dan melihat Axel memberikan sapu tanganya kepada Kila. Mirip Vano versi muda.
"Terima kasih..." jawab Kila. Sebenarnya Kila sangat malu sekali karena kejadian tadi di lihat oleh pelangganya. Angga yang melihat kejadian itu hanya melongo saja. Ia tak menyangka sahabatnya seberani itu. Bikin hati cewek meleleh saja. Angga segera membayar hoodie yang sudah di pilihnya. Lalu segera pamit dari tempat itu.
"Maaf ya atas kejadian tadi, pasti membuat kalian tidak nyaman belanja di sini..." ucap Kila sebwlum keduanya keluar dari toko.
"Ehh, nggak papa kok mbak..." jawab Angga.
Setelah kejadian itu, Axel sedikit kepikiran tentang Kila.
"Dia janda? Apa betul...?" batinya sendiri.
"Xel, tadi lu denger kagak apa yang di katakan cowok tadi, katanya mbak penjaga toko janda, apa mungkin...?" tutur Angga.
"Denger, tapi bukan urusan kita kan...?" jawab Axel menyapukan pandangan ke depan. Angga segera mengantar Axel ke rumhnya. Dan ia sendiri meluncur menuju rumahnya.
Malam itu, sengaja Nindy tidak menyiapkan hidangan makan malam. Iamasih bermalas-malasan di kamar. Axel dan juga Zia heran dengan sikap Mamahnya. Tak biasanya seperti ini.
"Maaahh, boleh masuk...?" tanya Zia yang berada di luar kamar Nindy.
"Masuk sayang..." sahut Nindy.
Nindy sedang duduk di depan meja rias ketika Zia masuk.
"Mah, mama sakit? Kok tumben hari ini Mama gak nyiapin makan malem...?" tanya Zia memandangi Mamanya yang sedang memoles wajahnya.
"Mama sudah bilang sama mas Faiz untuk mengantar makanan, karena hari ini mama males sekali untuk masak sayang, ga papa kan..?" jawab Zia dan di sambut anggukan oleh putrinya.
"Ohh iya mah, kirain mama lagi gak enak badan.."
Setelah selesai berdandan tipis, Ziadan Nindy keluar kamar dan ngobrol di ruang tengah. Mama dan anak teraebut ngobrol asik seputar fashion kecantikan sampai menu makanan. Pokoknya hal yang berhubungan seputar wanita. Hingga tak mendengar kalau Vano sudah pulang.
"Malem sayank....?" sapa Vano ketika memasuki ruang tengah. Nindy melihat ke arah Vano. Tatapan matanya datar, tak seperti biasanya.
"Malem juga Pah..." sahut Zia lalu berdiri dan mencium punggung telapak tangan Vano.
"Udah pulang...?" sambut Nindy dengan senyum yang dingin.
"Iya sayank, ngobrolin apa sih sama Zia, asik banget, sampe nggak denger kalau papa pulang..." ujar Vano yang melepas jasnya dan melepas dasinya.
"Ada deh paahh..." jawab Zia yang kembali duduk tapi kali ini ia menonton televisi.
Nindy membawa baju kotor sjamjnya dan membawakan yas kerja Vano ke kamar. Begituj uga Vano langsung masuk untuk segera mandi karena badanya sudah lengket oleh keringat karena seharian bekerja. Nindy sibuk menyiapkan baju ganti, lalu mengambilkan segelas air putih. Meletakannya di atas meja.
"Sayank...." ucap Vano sambil memeluk Nindy. Begit uerat. Nindy hanya terdiam.
"Aku tahu kamu marah, tapi please, jangan diam seperti ini, maafkan aku, aku salah, wanita tadiii...."
"Udahlah Pah, gak usah kamu jelasin, aku sudah tau semuanya kok." Nindy berbalik dan tersenyum kepada Vano. Namun di balik senyum itu Vano tau artinya yang begitu mendalam.
"Oh ya pah, hari ini aku tidak masak, aku sudah bilang sama Faiz untuk mengantar makanan ke sini.."
"Kenapa tadi Faiz tidak bilang sama aku sayank...?"
"Sengaja aku larang dia untuk tidak bilang sama kamu. Ya sudah, baju ganti udah aku siapin, akumau nungguin kedatangan Faiz dulu..." Nindy akan beranjak dari hadapan Vano.
"Tunggu, jangan pergi dulu sayank, aku vak mau kamu marah seperti ini..."
Nindy kembali tersenyum. Lalu melepas tangan Vano yang masih menahanya dengan pegangan erat. Vano terdiam, menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskanya secara perlahan. Ia paling tak tahan kalau Nimdy sudah bersikap dingin seperti ini. Rasanya tersiksa banget. Namun ia hanya pasrah. Segera saja ia mandi.
Bel pintu beebunyi. Nindy bergegas membuka pintu. Di lihatnya Faiz yang sudah berdiri di depan pintu membawa beberapa kotak berisi makanan sesuai yang ia pesan.
"Malem mbak Nin, ini pesanan yang mbak mau..." ucap Faiz ramah.
"Kenapa kamu sendiri Faiz, kan bisa nyuruh karyawan lain..."
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments