Malam itu setelah mengantar makanan, Faiz segera pamit balik ke resto. Vano dan Njndy sudah mengajaknya makan malam bersama, namun Faiz menolaknya dengan halus. Suasana di rumah Vano seperti tidak hangat seperti biasanya. Sikap Nindy yang dingin seolah memadamkan suasana kehangatan yang biasa ia berikan. Vano paham, namun ia tak bisa menjelaskan. Axel dan juga Zia yang sadar akan situasi itu, hanya diam. Jika kedua orang tuanya sudah diam, mereka takut juga mempertanyakanya. Alhasil sesudah makan, mereka pergi ke kamar masing-masing.
"Ehhh, ngagetin aja, ada apa si Zi....?" tanya Axel ketika tau-tau Zia sudah berada di dalam kamarnya. Dia berjalan pelan dan membanting tubuhnya di kasur kakanya yang empuk itu. Sedangkan Axel ia tengah duduk di meja belajarnya dan fokus ke laptopnya.
"Eeemmmm, nyaman sekali tidur di kamar kakak..." ucap Zia yang memejamkan kedua matanya menikmati kenyamanan di kamar Axel.
"Tumben kamu ke sini, pasti ada apa-apa nih...?" ujar Axel yang kini menghadap ke arah Zia yang masih rebahan manja. Mendengar ucapan kakaknya, Zia bangkit.
"Kak, kira-kira kenapa ya, Mama sama Papa, tidak biasanya Mama bersikap seperti ini, kakak tau ndak....?" tanya Zia yang kini sudah ganti posisi duduk di meja dan tepat di sebelah laptop Axel.
"Yo kakak ndak tau, tapi ya sudahlah, itu urusan Mama sama Papa, kita gak boleh ikut campur..." jawab Axel.
"Ya tapi kan kak, Ziatu jadi ngerasa canggung kalau seperti ini teeus dan berlarut-larut..." protes Zia. Spontan Axel menjentik hidung adeknya.
"Kakak tau Zia, paling besok-besok udah balik lagi seperti kemarin-kemarin, percaya deh sama kakak..." ucap Axel meyakinkan Zia.
"Ya semoga saja besok udah seperti kemaren-kemaren lagi..." tukas Zia.
"Ya udah kak, Zia mau balik ke kamar, mau bobok, besok ada kuliah pagi..." pamit Zia.
"Eittss, salim dulu...!!" tukas Axel mengulurkan tanganya ke arah Zia.
"Apaan sih, kayak Papahnya Zia aja, ogah ah..." jawab Zia sewot.
"Eee, beraniya sama kakak, tar kualat lo..." ujar Axel lagi sambil meledek adeknya.
"Hiiiiiihhhhh....." protes Zia tapi ia lakukan juga perintah sang kakak. Lalu dengan manyun ia keluar dari kamar kakaknya. Axel yang demen ngerjain Zia tertawa cekikikan. Rasa sayangnya ke Zia begitu besar, hingga ia sering usil atau jail sama adik semata wayangnya itu.
Sementara itu di kamar Vano, Nindytengah asik bermain ponsel dengan posisi badan bersandar di ranjang. Iatak menghiraukan Vano yang sudah berbaring di sampingnya. Menghadapkan badanya miring ke arah Nindy. Namun Nindy tetap dingin dan fokus kepada ponsel yang di pegangnya.
"Di sini ada orang, iniloh di sini, lagi baringan liatin istrinya..." oceh Vano yang mendapat tanggapan lirikan mata oleh Nindy.
Emang enak di cuekin. Rasain yank. Salah siapa maen umpet-umpetan di belakangku. Sampe sekarang kamu tidak menjelaskan siapa Keke, padahal aku sudah menunggu kamu untuk menjelaskanya sendiri. Malah sampe sekarang kamu hanya diam. Soal perhiasan juga. Aku sudah tau, tapi kamu juga tetep diam. Jengkel aku yank, jengkel sama kamu....
Batin Nindy sambil terus sok sibuk megutak-atik ponselnya. Sok cuek, sok gak denger, walaupun berulang kali Vano menyindirnya dengan kata-kata yang sama.
"Sayankk....???" untuk kesekian kalinya Vano memanggil namun bibir Nindy tetap tak bergeming.
"Sayankkk!!!!!" bentak Vano dan mengambil ponsel istrinya dengan paksa.
"Kamu udah gak bisa denger ya!!! Suamimu ini panggil kamu dari tadi, bahkan berulang kali, eehhh kamu malah nyepelein aku. Baguussss!!! lanjutin!!!" ucap Vano sambil melotot di depan Nindy. Seumur-umur setelah menikah baru kali ini Vano marah ampe segitunya kepada Nindy. Karena hati Nindy kecil, ia tak menjawab ucapan suaminya. Bulir demi bulir mulai menetes di pipinya. Lalu terisak. Tak tega Vano melihatnya, lalu memeluk istrinya dengan erat. Dalam pelukan Vano Nindy semakin kenceng terisaknya.
"Maafin aku sayank, akugak bermaksud begitu, maafinaku..." ucap Vano sambil beekali-kali mengecup rambut istrinya, membelai dengan lembut supaya ia agak tenang.
"Udah ya jangan menangis, kamu boleh tampar aku yank..." ucap Vano lagi yang kini sudah menatap dan memegang wajah Nindy. Nindy hanya mengangguk pelan, sedang untuk berkata, ia masih tak bisa karena sedang sesenggukan. Vano menghela nafas panjang. Iabersandar sambil memeluk tubuh Nindy. Sesaat kemudian, Nindy sudah berhenti menangis dan sudah sedikit tenang.
"Sayank, jangan marah lagi ya, jangan diemin aku, aku gak tahan, suer yank..."
"Iya Pah, asaaalll...."
"Oh iya yank, besok Papa di undang ke acara klien papa, Mama harus ikut..." ucap Vano memotong kata-kata Nindy.
"Klien yang mana Pah, namanya siapa...?" tanya Nindy penuh selidik.
"Namanya Keke, masih muda, dan masih lajang, udah pandai berbisnis Mah..." ujar Vano memuji Keke.
"Emang acara apa Pah..." tanya Nindy lagi namun dengan raut wajah agak memerah karena mendengar suaminya muji klienya. Ya, baru kali ini Nindy mendengarnya, pujian untuk orang lain yang keluar dari mulut suaminya.
"Oh ya, masih muda, cantik, udah pandai berbisnis, aduuuhhh idaman banget ya...?" sindir Nindy namun Vano sepertinya tak menggubris ucapan Nindy.
"Ya sudah, udah malem juga, ayo tidur Yank.."
"Iya." jawab Nindy dengan judesnya.
"Yaaankk, olah raga yok...?" ajak Vano merengek dengan manja.
"Ogaaahhhh!!! No...!!!" jawab Nindy dan secepat kilat menutup badanya dengan selimut dan membelakangi suaminya.
"Idiiihhhhh, beneran ya, besok-besok enggak Papa kasih jatah yach? Liat ajahh.." ancam Vano yang juga menutup tubuhnya dengan selimut dan membelakangi Nindy. Malam itu, sepasang suami istri tersebut tidur dengan posisi saling membelakangi satu sama lain.
***
Suara kokok ayam sangat berisik dan membangunkan seisi rumah Vano. Zia segera bangun dan olah raga sebentar. Sedangkan Axel sudah bangun sih, tapi masih malas beranjak dari ranjangnya. Entah mengapa, pagi ini, tiba-tiba ia teringat Kila, pelayan toko distro yang sudah dua kali ini ia sambangi. Tak tau angin dari mana, tiba-tiba saja mak jlebbbb begitu saja muncul dalam benaknya.
"Apa sih, kok tiba-tiba gua mikirin tuh cewek,, aaarrgghhh gila gua..." ucap Axel sambil mengacak rambutnya. Lalu dengan cepat pergi ke kamar mandi untuk ritual membuang yang sudah waktunya di buang😂.
Di dapur, Nindy terlihat sibuk bersama bibi. Menyiapkan sarapan pagi seperti biasanya untuk suami dan anak-anaknya. Vano yang sudah rapi, mengucapkan salam kepada istrinya.
"Selamat pagi istriku tercinta, selamat pagi mamahnya anak-anak, selamat pagi mantan pacarku tersayang...." ucap Vano yang membuat bibi tertawa. Vano memebentangkan kedua tanganya ketika Nindy berbalik menghadapanya, dan Vano segera menghamburkan pelukanya kepada Nindy.
Cup cup cup
Kecupan bertubi-tubi mendarat di kepala Nindy.
"Iiiihhh, papa kenapa si, malu tau nggak, tuh di liatin bibi..." karena tingkah suaminya, Nindy jadi malu sama si bibi yang dari tadi senyum-senyum sendiri sambil sesekali melihatnya dan juga kepada Vano, suaminya. Vano tersenyum dan mengode si bibi.
Bersambung.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments