Sepanjang acara berlangsung, Axel tidak bisa fokus. Fikiranya kacau, bayangan wajah Tasya dan cowok itu selalu memenuhi fikiranya hingga acara selesai. Kini saatnya pulang kerumah. Axel yang satu mobil dengan Angga, meminta sahabtnya itu untuk berhenti di jalan yang sepi. Jalan yang kiri kananya adalah persawahan.
"Mau ngapain Xel berhenti di sini...?" kata Angga yang menghentikan mobilnya karena aba-aba dari Axel.
Axel keluar, memandang hamparan persawahan yang samar terlihat karena kalah oleh gelapnya malam. Sesekali ada juga mobil atau motor yang melintas. Ia berdiri dan menengadahkan kepala. Angga mengerti akan sahabatnya. Dia pun ikut berdiri dan menengadahkan kepala.
"Kenapa semua ini terjadi begitu saja, Ngga..? Gua....gua masih ngga percaya aja., tapi inilah kenyataan." ucap Axel lalu di iringi hembusan nafas beratnya. Berat hingga menyisakan sesak yang tiada tara di dalam dadanya.
"Xel, bukanya gua mau bujukin lu. Sekarang gini aja, lu berfikir real aja deh, gampangnya gini, cewek gak hanya Tasya men, masih banyak yang lainya yang lebih dari pada dia, ibarat pepatah patah satu tumbuh seribu, getooohhh, itu sih kalau gua lo..."
Axel menatap Angga. Begitu juga dengan Angga yang menatap Axel. Axel menghela nafas dalam-dalam, lalu kembali menatap hamparan sawah di depanya.
"Gak semudah itu, Ngga. Aku bukan tipe cowok yang gampang pindah ke lain hati. Sakit sekali hati ini. Sakit tapi tak berdarah..."
Tulalittulalit tulalittulalit
Ponsel Axel yang berada di saku celananya berdering. Segera ia mengambilnya dan nama papanya menghiasi layar touchscreenya ponselnya.
"Hallo.., iya Pah.."
"Axel, udah malem nak, jangan malem-malem ya pulangnya, mama kamu khawatir nih, takut kamu kenapa-napa sayang.." suara Vano di seberang sana.
Axel melihat arloji di tangan kirinya. Wah ternyata sudah jam 23.00 WIB. Pantesan Nindy cemas dan gak bisa tidur. Secara, ia begitu sayang kepada anak-anaknya. Jikalau Axel pulang terlambat, Nindy bakalan mondar-mandir sambil menengok gerbang.
"Oh iya Pah, ini lagi perjalanan mau pulang. Sampaikan ke Mama, bentar lagi Axel nyampai kok, Pah..."
"Iya nak, Papa tunggu.."
Vano maupun Axel segera menutup telefon.
"Ngga, kita pulang sekarang.." ajak Axel. Angga mengangguk dan mengacungkan jempolnya tanpa kata. Hanya senyum tipis yang mewakili jawabanya.
Mobil segera melaju ketika yang menaiki sudah masuk dan menggunakan seetbelt. Dengan kecepatan sedang mobil menyusuri jalan yang sepi hingga akhirnya sampai di rumah Axel. Sesampainya di rumah, keduanya di sambut oleh Nindy dan Vano. Angga langsung pamit karena hari udah malem juga.
"Kok telat ada apa nak...?" tanya Nindy ketika Axel menghempaskan tubuhnya di sofa ruang tengah.
"Maaf Pah, tadi acara ultah temen Axel agak lama, kebanyakan ini itu jadiya agak telat. Axel gak kemana-mana kok, Mah Pah..." jelas Axel.
"Iya nak, Papa sama Maam percaya kok, sekarang kamu tidur gih, besokkan masih sekolah satu hari lagi, abis itu terus libur.." kata Vano. Nindy tersenyum dan mengangguk.
Axel segera pamit ke kamar untuk beristirahat. Ia menatap langit-langit kamar. Berulangkali memejamkan mata, namun tak bisa. Sulit. Terngiang-ngiang oleh kata-kata cowok yang bersama kekasihnya tadi. Akhirnya ia pun tertidur lelap. Entah jam berapa ia tak tahu.
***
Pagipun tiba. Suara kokok ayam tak membuat Axel bangun. Sampai-sampai Nindy membangunkan putranya itu sendiri. Ia mengetuk pintu dua kali. Karena tak ada jawaban, ia langsung masuk dengan mudah. Karena memang Axel maupun Zia terbiasa tidur dengan kamar yang tak terkunci.
"Axel bangun nak, bangun udah pagi..." kata Nindy yang menggoyang-goyangkan tubuh Axel dengan lembut. Axel membuka matanya walau masih perih karena ngantuk. Ia melihat Mamanya berdiri di sampingnya. Axel mengerjap-ngerjapkan kedua matanya.
"Maaah, makasi udah bangunin Axel.."
"Iya sayang, bangun gih, lekas mandi..." ujar Nindy lalu bergegas keluar kamar. Ia menuju dapur melanjutkan kegiatan paginya di dapur membantu bibi menyiapkan sarapan buat keluarga tercintanya.
Setelah semua maskan siap, Nindy menghidangkan masakan itu di meja makan.
"Pagi sayank...." sapaan lembut Vano yang di barengi dengan pelukan dari belakang membuat Nindy kaget sekaligus agak malu.
"Papa, malu kalau di lihat anak-anak, Pah..."
"Ahh, biarin aja, Papa kan selalu kangen sama Mama, mereka juga paham kok..." jelaa Vano yang makin erat pelukanya, mencium aroma tengkuk wanita yang di cintainya itu.
"Iiiihhhhh Papa, Mama keringetan, bau Paahh..." Nindy dengan lembut berusaha melepaskan diri dari pelukan suaminya.
"Ehhheemmmm, uhhukkuhhukkk..." Zia muncul dari belakang mereka sambil sengam-senyum sendiri.
"Eh, Zia sayang, ayo sarapan nak...?" Kini Nindy sudah lepas dari pelukan suaminya.
Vano duduk di meja. Tak lama Nindy meladeni suaminya.
"Makasi sayank..." Nindy hanya tersenyum menggoda. Walaupun di usia yang sudah terbilang tak muda lagi, udah 50 th lebih, ia terlihat makin cantik saja.
"Eemmm, mah tar pulang sekolah Zia mau ijin..." celetuk Zia.
"Mau ke mana Zia...?" tanya Vano.
"Mau keluar sama temen-temen pah, ke toko buku..." jawab Zia.
"Oh, boleh. Tar kalau udah selesai minta kak Axel jemput kamu, oke..?" sergah Vano lagi.
"Iya Pah.."
"Axel, kamu tidak sarapan nak..." tanya Nindy ketika putranya yang hanya meneguk segelas susu hangat.
"Enggak Mah, keburu telat..."
"Ya udah, nih bawa sandwitchnya, buat di makan di sekolah.."
"Iya Mah. Pah Mah, Axel berangkat dulu. Zia dianter Papa kan?"
"Iya kak..."
Setelah pamitan, Axel buru-buru berangkat. Karena sekolahnya berbeda dengan sekolah Zia, dan agak jauh, Axel melaju dengan motor kesayanganya dengan kecepatan sedang. Tak lama setelah Axel berangkat, Vano dan Zia juga berangkat. Kini tinggal Nindy dan bibi yang berada di rumah.
Di sekolah.
Vano terlihat sudah sampai 15 menit sebelum bel masuk sekolah. Dengan rapi ia memarkirkan motornya. Dari kejauhan Angga berjalan mendekatinya.
"Baru dateng lu, Xel..?"
"Seperti yang lu liat..."
Keduanya langsung berjalan menuju kelas, karena sebentar lagi bel pelajaran akan di mulai. Saat di lorong menuju kelas, Axel berpapasan dengan Tasya. Raut wajahnya sedih. NamunAxel membalasnya dengan senyuman.
"Xel dapet surat, dari Tasya..." bisik Rere sambil memberikan secarik kertas yang dilipat rapi.
"Oh iya Re, makasi.."
Dengan perlahan Axel segera membuka, dan membaca tulisan yang ada di ketas tersebut.
Tar pulang sekolah kita harus ketemu Xel,aku mau jelasin semuanya ke kamu. Biar semua jelas .Kita ketemu di taman dekat sekolah kita yang ada di seberang jalan.Aku tunggu . Tasya
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments