BAB. 13

Sepertinya Vano tidak terlalu memikirkan apa yang di katakan oleh istrinya. Setelah berkata, Vano duduk di kursi kerjanya. Nindy memperhatikan suaminya. Tak biasanya dia seperti ini. Dia sepertinya cuek dan lebih mementingkan kerjaanya di banding keberadaanya di situ. Nindy duduk dan memainkan ponselnya. Sesekali di liriknya sang suami yang sibuk di depan komputernya.

"Sayank, udah lama ya aku nggak beli perhiasan...?" ucap Nindy mencoba memancing suaminya.

"Eeemmm, besok kalau ada rejeki sayank, akubeli in, kamu berapa saja silakan ambil..." jawab Vano tak berkedip dari layar komputernya. Masih dengan seriusnya. Menoleh saja tidak.

"Ohhh, iya deh..." jawab Nindy agak kecewa. Menhempaskan kepalanya dan bersandar di sofa.

Melihat istrinya, Vano menghampirinya.

"Sayank, kalau kamu bosen kamu boleh jalan-jalan keluar, tapi aku gak bisa nemenin, karena nanti siang ada meeting bersama klien lagi soalnya..." kilah Vano yang duduk di sebelah Nindy.

"Ooh gitu ya, yaudah aku mau jalan-jalan keluar saja, suntuk juga di sini. Aku pergi dulu, yank.."

Karena kesal dengan perubahan sikap Vano, Nindyburu-buru beranjak pergi. Setelah pamitan dengan suaminya, ia meninggalkan restonya.

"Nindy...?" sapa seseorang ketika ia melewati ruangan d mana banyak pengunjung yang sedang makan. Nindy menoleh. Betapa kagetnya saat ia menoleh siapa pemilik suara tersebut.

"Rendy....?" ucap Nindy yang kemudian menghampiri Rendy.

"Kamu Rendy temen kantorku dulu kan...?" ujar Nindy lagi sambil menjabat tangan Rendy.

"Iya Nindy, ini aku Rendy." jawab Rendy tersenyum.

"Yaaaccchh, sekarang kamu agak gemukan, kamu sendirian...?" tanya Nindy melihat sekeliling Rendy.

"Iya Nin, aku sendiri..."

"Emm, kalau begitu ayo duduk, kamu sudah memesan makanan atau minuman...?" tanya Nindy dan mengajak duduk Rendy.

"Gimana kanbar kamu Nin? Ini Resto kamu kah...? " tanya Rendy.

Nindy tersenyum. Kedua bola matanya hanya memandang sekeliling orang-orang yang sedang menikmati makanan di restonya. Lalu dengan perlahan menjawab Rendy.

"Aku sehat dan baik Ren, iya ini resto milik suami aku Vano, dan di beri nama dengan namaku." kembali Nindy tersenyum.

"Oh, begitu..? Sekarang berarti Vano ada di sini don?" ujar Rendy.

"Ada Ren, sebentar aku panggilkan." Baru saja Nindy akan berdiri, Rendy melarangnya.

"Eh, ngga usah Nind, takut ganggu dia..." cegah Rendy.

"Loh, gak papa Ren, gak ganggu kok..."

"Engga Nin...."

"Baiklah, gimana kabar kamu Ren, Lily kemana...?" tanya Nindy kemudian.

Rendy menhela nafas. Membenarkan posisi duduknya.

"Baiklah Nin, aku akan bercerita, setelah kami menikah 15 tahun lamanya belum juga kami di berikan momongan. Selama itu pula, kita sering bertengkar, walau engga sampai parah banget. Tapi puncaknya, kami beetengkar hebat, dan akhirnya Lily minta cerai dariku. Sudah 5 tahun kita berpisah Nin, selama itu pula, akutidak mendengar kabar darinya, entah pindah ke kota lain atau engga..." jelas Rendy.

"Ya Tuhan, kok sampai gitu Ren, aku turut prihatin..." raut wajah Nindy ikut sedih.

"Permisi, ini pesananya..." seorang karyawan Nindy membawakan secangkir kopi hangat.

"Makasi Mbak Mel...." kata Nindy. Pelayan cewek itu mengangguk.

"Ayo Ren, silahkan di minum...?" Rendy segera meminum kopi tersebut, untukmenhormati Nindy. Dari jauh, Vano berjalan mendekati istrinya.

"Oohh, rupanya ada tamu...?" ucap Vano yang membuat Nindy menoleh ke arah Vano.

"Iya sayank, masih ingat Rendy kan, teman sekantorku dulu....?" ujar Nindy yang berdiri dan memegang tangan suaminya. Rendy pun ikut berdiri.

"Iya Van, gimana kabar kamu Van, makin sukses saja..." ucap Rendy dan menjabat tangan Vano. Uluran tangan Rendy di sambut hangat Vano.

"Baik Ren, kamu juga kan...?" tanya balik Vano.

Ketiganya ngobrol asik. Saling bertanya kabar dan ada saja bahan pembicaraanya. Sampai akhirnya Rendy pamit. Setelah kepergian Rendy, Vano segera meeting dengan klien dan Nindy pergi ke supermarket untuk membeli sesuatu.

"Itu kan Bang Vano, kok sama perempuan, berdua lagi...?" ujar Ari yang sedang meeting juga di tempat yang sama dengan Vano. Di sebuah restoran yang cukup favourite. Namun Vano tak mengetahuinya karena tempat mereka agak berjauhan. Ari fokus ke meeting dengan klienya lagi. Namun sesekali ia melihat Vano. Ngobrol serius, dan sesekali keduanya saling tersenyum.

Sampai meeting selesai, Vano belum juga beranjak dari mejanya. Ari sengaja tak menghampiri abang iparnya, ia memilih berlalu dari tempat itu.

"Siapa wanita tadi, kelihatan masih muda dan cantik. Emmm apa mbak Nin tau soal ini..." Ari terus saja berfikir ini itu. Segala prasangka kini bermunculan di benaknya.

****

Malam di rumah Vano.

Nindy terlihat sibuk menyiapkan makan malam untuk keluarganya. Vano belum pulang dari kerjanya. Sedang Axel masih tiduran di kamar. Seharian ia gak keluar rumah, niatmau nemenin Angga malah gagal, karena badanya mendadak meriang.

Tok tok tok

"Kak, kak Axel...?" panggil Zia dari luar kamar.

"Masuk Zi, engga kakak kunci..." sahut Axel dengan suara agak parau.

Zia masuk dengan pelan. Ia menghampiri kakaknya.Ia melihati sang kakak sedang berbaring dengan badan di tutupi selimut.

"Kakak masih sakit....?" tanya Zia.

"Iya, kakak cuma flu kok, kamu agak sana, jangn deket-deket kakak, tar ketularan lagi..." suruh Axel agar Zia tidak mendekat.

"Axel, kamu masih ga enak badan sayang..." tanya Nindy yang masuk ke dalam kamar putranya.

"Iya Mah, badan masih meriang.."

"Ini di minum dulu air jahenya, biar badan enakan..." Nindy mendekat dan menodorkan air jahe buatanya untuk putranya. Beberapa kali tegukan saja air jahe di tangan Axel sudah habis.

"Habis ini buat tiduran dulu, Mama buatin kamh bubur..."

"Iya Mah..."

Nindy mengajak Zia keluar kamar Axel, membiarkan putranya untuk beristirahat. Bel pintu berbunyi. Nindy segera membuka pintu.Vano pulang dengan sangat letih. Namun tatapanya dingin.

"Udah pulang Pah...?" tanya Nindy dsngan senyum hangatnya.

"Iya, Mah, akucapek mau langsung ke kamar saja..." ucap Vano.

"Loh, enggak makan malam, Pah...?" tanya Nindy.

"Engga, tadi udah makan bareng klien..." jawab Vano dan itu membuat hati Nindy kecewa. Susah-susah ia memasak, namunyang di masakin sudah makan malam duluan.

"Oh begitu...?" jawab Nindy singkat lalu segera kembali ke dapur dan membuatkan Axel bubur. Selesai menyiapkan bubur, Nindy tidak makan malam, ia menyuruh bibi membereskan meja jika Zia sudah makan. Nindy masuk ke kamar. Dilihatnya Vano sudah mandi dan berbaring sambil bermain ponsel. Tumben-tumbenan suaminya seperri itu. Tak lupa sebelum tidur, Nindy selalu mengoleskan krim di wajahnya agar tetap terjaga kecantikanya, setelah itu ia berbaring di samping suaminya.

"Yank, kenapa sih kok kelihatanya beda hari ini..."

"Gak papa..." jawab Vano singkat. Nindy tau kalau gelagatnya begini pasti sedang marah.

"Kamu lagi marah ya? Katakan kenapa yank, hal apa yang membuatmu marah seperti ini...?" cecar Nindy.

"Enggak, senengnya, yang baru ketemu temen lama..." ucap Vano yang tak berkedip dari layar ponselnya.

"Ya Tuhan, kamu marah gara-gara aku ketemu sama Rendy tadi siang? Iya..? Jawab, Yank...?" Nindy menatap tajam Vano.

Bersambung.....

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!