BAB. 16

Semua sikap Vanolah yang membuat mata Nindy membengkak. Sebelum berangkat kerja, Vano menyempatkan diri mengompres kedua mata istrinya. Hari ini, Vano berangkat agak siang, tidak seperti dua hari kemaren.

"Mah, nanti Zia pulangnya agak telat, soalnya ada acara di rumah temen..." ucap Zia saat ia akan berangkat ke kampusnya. Asal putrinya pulang tidak telat-telat banget Nindy akan mengijinkanya pergi ke manapun. Dan tentunya dengan teman yang dapat di percaya. Hampir semua teman Zia dan Axel yang sudah maen ke rumah, Nindy sudah mengenalnya.

Axel xan Zia sudah berangkat ke kampus. Begitu juga dengan Vano, ia sudah berangkat. Sekarang tinggal Nindy sendiri yang ada di rumah bersama bibi.

"Sudah lama aku tidak membelikan baju untuk kamu, Pah. Emmm....hari ini pergi ke mall saja sekalian refreshing sendiri..." ujar Nindy. Dengan semangat ia segera bersiap-siap. Pagi menjelang siang, sekitar pukul 10.30 wib, Nindy segera berangkat ke mall naik taxi. Kali ini ia sendiri. Tidak du temani oleh Vano.

Dengan pelan taxi yang membawa Nindy melaju membelah keramaian kota. Sepanjang perjalanan, Nindy di suguhkan suasana hiruk pikuk kota yang setiap hari padat lalu lintas. Nindy duduk bersandar dengan santainya. Tanpa sengaja ketika taxi yang di tumpanginya melewati sebuah restoran, ia melihat sesosok laki-laki dan itu mirip dengan Vano, suaminya.

"Pak pak tolong menepi dan putar arah pak..." pinta Nindy. Pak sopir mengiyakan permintaan Nindy. Setelah menepi lalu segera saja pak sopir menyebrang jalan untuk memutar arah. Nindy meminta pak sopir berjalan dengan pelan. Lalu saat berada di depan restoran, Nindy melihat kalau itu benar Vano, suaminya. Ia terlihat sedang berdua dengan seorang wanita. Ngobrol serius, sesekali keduanya tertawa. Karena posisi duduk Vano dekat dengan kaca transparan, Nindy dengan jelas dapat melihatnya.Perlahan ia beejalan mendekat. Namundi luar kaca. Saat itulah Vano menoleh ke arah Nindy.

"Sayank....?"

Vano terkejut dan spontan berdiri.

"Kenapa Pak..?" tanya Keke yang kaget melihat Vano spontan berdiri. Keke mengikuti arah pandang Vano, dan melihat seorang wanita berdiri melihat mereka dari luar.

Ketika Vano akan beranjak dan bermaksut akan menghampiri Nindy, Nindy memberikan kode stop dengan tanganya. Iatersenyum penuh arti dan menganggukan kepalanya dengan pelan. Ia tersenyum lalu membalikan badan dan berjalan kembali masuk ke dalam taxi yang sejak dari tadi menunggunya dengan setia.

"Jalan pak.." pinta Nindy setelah berada di dalam taxi.

"Siapa wanita tadi pak...?" tanya Keke ingin tau ketika Vano duduk kembali. Wajahnya lesu. Ia dapat membayangkan bagaimana hati istrinya sekarang. Dua kali ia mengusap wajahnya dengan kasar.

"Istri saya...." jawab Vano.

"Oh ibu Nindy yang sering bapak ceritakan itu...? Cantik yach...? Kapan-kapan boleh dong saya berkenalan dengan istri bapak..." celoteh Keke dengan semangat.

"Tentu. Kapan-kapan akan saya kenalkan kamu dengan istri saya..." jawab Vano sambil. Vano mengambil ponselnya. Dia menghubungi nomor istrinya. Namun tak ada jawabn. Bahkan berulang kali ia menghubungi Nindy, namun hasilnya tetap sama, tak ada respon.

Sayank, kamu di mana? apa yang kamu lihat tadi tak seperti yang kamu bayangkan. Kamu bisa pegang kata-kata aku yank. Tapi please, angkat telfon dari aku yank.

Begitulah isi pesan dari Vano. Namun pesan tersebut juga tak di baca oleh Nindy. Vano semakin gelisah dan merasa bersalah. Dan pertemuan itu segera berakhir karena masing-masing harus kembali ke kantor.

Sementara itu, Nindy meminta pak sopir mengantarnya ke taman.

"Mau di tungguin lagi nggak Buk...?" tanya pak sopir ketika menurunkan Nindy di taman.

"Enggak Pak, Bapak pergi saja..."

"Baiklah Buk..." jawab si sopir lalu peegi meninggalkan Nindy sendiri.

Nindy berjalan dengan lunglai. Ia terus berjalan menyusuri taman dan akhirnya duduk di sebuah bangku di taman tersebut. Tersenyum sendiri. Memikirkan apa yang sedang berkecamuk di benaknya. Ia melamun.

"Ya Tuhan, jika ini takdir dari-Mu, aku ikhlas dengan semuanya, aamiin..." ucap Nindy yang menegadahkan kedua tanganya lalu mengusapkanya ke wajahnya sendiri.

"Butuh temen ngobrol....?" suara itu tiba-tiba mengejutkan Nindy.

"Rendy...? Kok kamu ada di sini...?" teriak Nindy sangat heran.

Rendy tersenyum lalu duduk di sebelah Nindy.

"Bentar-bentar Ren, kok kamu tiba-tiba ada di sini...? Kamuuuuuu....?" ucap Nindy tak di teruskanya.

"Ehhheemmm!!! Kamu tetep nggak berubah ya...? Masih aja sok jadi wanita kuat, sok nggak terjadi apa-apa, pinter banget sembunyiin masalah."

Nindy tersenyum, lalu menggelengkan kepala dengan pelan.

"Lagi suntuk aja di rumah Ren, pengen cari udara seger. Udah lama juga aku nggak ke taman ini. Oh ya, kamu sendiri ngapain di sini..? Hayo jawabbb....!!" cecar Nindy juga penasaran.

"Oh aku? Tadi aku mau ke rumah temenku, nah pas melintas di taman ini, aku lihat kamu turun dari taksi tadi, yau dah aku juga iseng-iseng berhenti di sini buat ngelihatin apa yang kamu lakuin, jelaskan Nin...?"

"Ohhh, gitu..? Yaudah Ren, akumau pergi dulu, adahal yang masih harus aku kerjakan, kamu mau di sini atau mau pergi juga...?" ganya Nindy. Sebenarnya ia berbohong. Ia hanya tak mau berdosa kepada suaminya, dengan ngobrol bersama laki-laki lain saat suaminya tak ada di sampingnya.

"Baiklah, aku juga mau ke rumah temen aku. Aku hanya masti in kalau temenku ini baik-nbaik saja..." kelakar Rendy.

"Kamu naik taxi kan.?" tanya Rendy.

"Iya Ren...."

"Ya sudah, hari-hati ya Nin..." ucap Rendy saat Nindy berada di dalam taxi. Nindy melambaikan tanganya dan meninggalkan Rendy. Sedangkan Rendy sendiri, ia juga langsung meninggalkan taman itu.

Taxi yang membawa Nindy berhenti di dwpan rumahnya. Setelah membayar, Nindy segera masuk. Di lihatnya si bibi lagi masak di dapur untuk makan siang. Nindy segera masuk kamar setelah memberi salam kepada si bibi.

Setelah ganti baju, karena hari ini cuaca panas banget, Nindy merebahkan tubunya di ranjang. Iseng-iseng ia menghidupkan ponselnya yang tadinya sengaja ia matikan dan membukanya.

Di lihatnya banyak panggilan dari Vano dan pesan singkat yg di kirimkanya. Namun Nindy enggan membalasnya. Kembali ia matikan ponselnya lalu berbaring telentang menatap langit-langit kamarnya. Karena terserang ngantuk yang sangat parah sekali, akhirnya siang itu ia tidur terlelap.

"Bi.... Mamahmana...?" tanya Zia ketika sudah pulang dari kampus.

"Jbuk di kamar non, dari tadi gak keluar-keluar, mungkin ketiduran kali non..." jawab si bibi sambil mencuci piring.

"Oh iya Bi...." jawab Zia lalu pergi dari hadapan bibi. Zia mengtuk pintu kamar mamany. Karena gak ada jawaban, Zia segera masuk sendiri.

"Mama... Mama...." ucap Zia sambil geleng-gelengkan kepalanya. Lalu kembali menutup pintu kamar Mamanya. Ia sendiri masuk ke dalam kamarnya, untuk beristirahat sambil nungguin bibi siap menyajikan hidangan makan siang.

"Xel temenin gua ke distro kemaren lagi yok, gua mau lihat hoodie..." ajak Angga ketika selesai jam kuliah.

Bersambung.....

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!