"Belum tidur....?" tanya Vano yang terlihat sumringah menayai Nindy. Iya sudah pastilah, capek-capek pulang kerja di sambut oleh wanita yang di cintainya.
Cuppppp
Kecupan manis mendarat di kening Nindy sebelum keduanya masuk ke dalam kamar. Axel yang tengah duduk di depan tv, segera memberi sapaan selamat malam kepada Vano.
"Malem Pah? Baru pulang Pah...?" tanya Axel sembari berdiri dan mencium punggung telapak tangan Vano.
"Iya Xel, abis meeting dengan klien Papa lalu lanjut perjamuan makan malam." jawab Vano yang duduk mengendurkan dasinya. Sedangkan Nindy ke dapur mengambil segelas air putih untuk suaminya.
"Oh iya Pah. Ya sudah, karena Papa sudah pulang, Axel pamit tidur dulu Pa..."
"Iya sayang, terima kasih sudah menemani Mama kamu nungguin Papa pulang..." Axel tersenyum kepada Putranya itu.
"Sama-sama Pa..." Axel. Setelah menjawab demikian, Axel bergegas menuju kamar untuk beristirahat. Ia merebahkan tubuhnya di atas kasur kesayanganya. Menaikan selimut sebatas perut saja. Ia belum bisa memejamkan mata, padahal sudah jam 00.10 wib lebih. Iseng-iseng ia membuka galeri foto dalam ponselnya. Tak sengaja ia menemukan satu foto Tasya yang belum ia hapus. Mungkin lupa atau apa. Foto yang ia ambil waktu piknik bersama teman-temanya. Ia menghembuskan nafas berat. Dengan ragu jari telunjuknya mendekat ke arah tulisan hapus. Ia berhenti. Namun sesaat kemudian, dengan cepat ia menghapusnya. Meletakan ponselnya di atas meja lalu tidur.
Vano dan Nindy sudah masuk ke dalam kamar. Nindy membereskan baju Vano yang di pakainya tadi.
"Bau parfumnya beda..." gumam Nindy dalam hati. Ia mencium bau wangi parfum yang menempel di baju Vano. Seketika fikiranya mengembara ke mana-mana.
"Apaa...? Ini ada helai rambut nyangkut di baju..." batinya sambil mengamati helai rambut yang tidak terlalu panjang itu. Kira-kira panjangnya sebahu. Nindy mengambilnya, lalu mengamatinya dengan seksama. Kemudian membuangnya.
Pa, apa mungkin kamu setega itu sama aku. Aku tidak mau berprasangka buruk, tapi ini semua aku yang melihatnya sendiri.
Dada Nindy bergemuruh. Di usia yang sudah tidak muda lagi ini, akankah terjadi pertengkaran lagi? Nindy menggenggam erat baju Vano yang belum ia masukan ke keranjang baju kotor. Di tatapnya pintu kamar mandi yang masih tertutup rapat, dan masih terdengar suara gemericik air, karena Vano sedang membasuh badanya. Seharian ia bekerja membuat badanya letih dan lengket karena keringat. Walaupun bekerja di resto sendiri. Restoran dengan nama istrinya itu, kini semakin hari semakin berkembang pesat. Sedikit demi sedikit omset yang masuk terus naik.
Cekleeeeekkkkk
Suara pintu kamar mandi yang terbuka membuyarkan Njndy akan lamunanya. Vano keluar dengan celana pendek dan rambut yang masih agak basah. Buru-buru Nindy menaruh baju Vano ke dalam keranjang.
"Yank, tolong buatin aku air jahe dong badanku sepertinya kurang enak..." pinta Vano.
"Iya, tunggu bentar Pa..." tanpa menoleh ke arah Vano Nindy langsung berjalan keluar dari kamar. Langsung saja ia melaksanakan apa yang di perintah oleh suaminya. Tak membutuhkan waktu yang lama, Nindy sudah kembali ke kamar dengan membawa secangkir air jahe hangat.
"Pah, ini di minum dulu, supaya badanya enakan..." kata Nindy dengan senyum yang agak di paksakan karena kejadian barusan.
"Terima kasih istriku sayank, cupppppp.."
Kecupan mendarat di kening Nindy setelah Vano menerima cangkir yang berisi air jahe hangat itu. Dengan sekejap, air jahe itu sudah habis.
"Aahhhhh, segernya...." kata Vano di akhir setelah ia selesai meneguknya. Nindy meminta cangkir tersebut dan mengembalikanya ke dapur. Lalu ia bergegas kembali ke kamar.
"Mau aku kerokin atau pijitin Pa...." tawar Nindy yang sudah duduk di sebelah Vano.
"Aku enggak butuh semua itu sayank, cukup kamu tidur di pelukanku saja, aku sudah merasa enakan, kamu adalah obat dari segalanya...." Vano berkata sambil memeluk Nindy dengan eratnya dari belakang. Membuat Nindy bahagia namun juga sedikit dongkol oleh temuan sehelai rambut tadi.
Cuuuppp cuuup cuuppp
Tengkuk Nindy di hujani kecupan oleh Vano. Entah kenapa malam ini Vano agak begitu manja dan pengenya deket sama Nindy.
"Pa, ayo tidur, biar besok badan Papa enakan..."
"Iya sayank, ayo...!"
Vano kemudian berbaring di ikuti oleh Nindy. Vano menaikan selimut, menutupi tubuhnya dan juga Nindy karena ac kamar sudah di nyalakan. Vano memeluk istrinya dengan erat dan hangat.
"Aku ingin sampai kita menutup mata seperti ini sayank, selalu mesra, selalu rukun, dengan buah hati kita, bersama mereka rumah tangga kita bahagia." ucap Vano lembut di belakang telinga Nindy, karena saat itu posisi tidur Nindy membelakangi Vano. Nindy mengubah posisi tidurnya. Kini ia menghadap ke arah Vano. Sejenak menatap kedua mata Vano. Dalam sekali hingga tatapan Nindy.
"Apakah kamu masih mencintaiku, Pa...?" tanya Nindy dengan asal. Vano menatap istrinya.
"Kenapa kamu masih menanyakan itu istriku sayank, jawabanya idalah iya iya dan iya sampai kita menutup mata. Kenapa tiba-tiba kamu menanyakan itu sayank.." Vano mendekatkan wajahnya kepada Nindy. Lalu menjentikan jarinya dengan lembut ke hidung Nindy.
"Gak papa kok, ayo kita tidur, lupakan saja pertanyaan Mama tadi..."
Nindy memejamkan mata. Vano masih penasaran mengapa tiba-tiba istrinya bertanya seperti itu.
"Sa......"
"Sssstttt, udah Pah, Mama mau tidur..."
Nindy membelakangi Vano. Ia sedikit masih dongkol. Namun ia berusaha berfikir positif.
"Ya sudahlah, tapi kamu engga lagi marah kan, Yank...?"
Nindy tak menjawab. Ia hanya menggelengkan kepalanya. Vano memeluk Nindy yang tidur membelakanginya. Dan akhirnya keduanya tertidur pulas.
****
Pagi telah tiba. Hari itu Nindy bangun pagi-pagi sekali. Setelah membasuh wajah, ia bergegas pergi ke dapur karena seperti biasa ia selalu menyiapkan sarapan pagi untuk keluarganya.
"Pagi sayank...?" sapa Vano yang sudah rapi namun belum menggunakan dasi.
"Pagi juga Pah...?" jawab Nindy lalu dengan segera memakaikan dasi untuk suaminya. Vano tersenyum melirik istrinya yang antusias memakaikan dasinya.
"Sayank, maafya, aku ga sempat sarapan, aku harus berangkat pagi, karena ada meeting lagi dengan klien..."
"Wanita atau laki-laki klienya, Pah...?"
"Dua-duanya, Ma..."
"Ooo..." jawab Nindy manggut-manggut.
"Kok tiba-tiba nanya gitu, Ma...?"
"Ngga boleh? Oh ya udah maaf, besok-besok Mama nggak akan nanyain lagi..."
"Lo lo lo, kok gitu, Ma...?"
"Engga papa kok, Pa..."
"Ya sudah, aku berangkat dulu sayank, maaf ya aku ga sempet sarapan...." jelas Vano sambil memberikan kecupan kepada Nindy. Setelah mengantar suaminya sampai pintu depan, Nindy kembali ke dalam.
Tulalit tulalit tulalit tulalit
Suara ponsel berdering berulang kali, dan itu berasal dari dalam kamarnya. Ternyata ponsel Vano ketinggalan.
"Wah, ponsel Papa ketinggalan..." gumam Nindy mengambil ponsel teraebut. Nindy melihat sebuah nomor tanpa nama terpampang jelas di layar ponsel itu. Nindy langsung mangangkatnya siapa tau ada hal penting dan itu dari klien.
"Haloooo, selamat pagi....?"
Degggggggg
"Suara cewek...!!" batin Nindy.
Bersambung.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments