Episode 15

Angga di suruh langsung ke kamar Axel. Karena dia sudah terbiasa maen ke rumah itu.

"Malam Zi...?" sapa Angga ketika berpapasan dengan Zia yang baru keluar dari kamarnya. Dan kebetulan juga kamar Zia bersebelahan dengan kamar Axel.

"Eh kak Angga, malem juga, mau cari kak Axel...?"

"Benar sekali..."

"Kakak langsung masuk aja, orangnya di dalem kamar kok...." Angga mengangguk. Senyuman mengembang di bibirnya. Sedang Zia berlalu meninggalkanya.

Tok teroktok

Angga mengetuk pintu kamar Axel. Lalu segera masuk setelah ada sahutan dari dalam. Terlihat Axel sedang rebahan sambil bermain ponsel.

"Eh elu Ngga.." sapa Axel melihat siapa yang datang lalu kembali melihat ponselnya.

"Sakit apa lu? Gayanya meriang segala..." ledek Angga yang juga ikut rebahan di ranjang sahabatnya itu.

"Lah emang gua dewa, ga boleh sakit?"

"Hahahahah.... Lu bapaknya dewa..."

"Xel gua mau ngomong nih, tapilu jangan marah..." kata Angga serius. Yangtadinya rebahan kini duduk bersandar di kepala ranjang Axel.

"Bilang aja, gua gak marah kok.."

"Gini Xel, si Tasya minta nomor lu, bolehkan...?"

"Gak..." jawab Axel cepat.

"Udah gua duga. Tapi sekedar berteman kan gak papa juga kali..." jelas Angga.

"Gak papa kalau selain dia."

"Berarti kalau ada teman cewek-cewek yang minta nomor lu boleh gua kasih kan...? Seperti omongan lu barusan...?"

"Ya nggak gitu juga kali dodol...."

Begitulah kedua sahabat itu kalau bercanda. Asyik seru dan kadang lupa waktu. Hanya Angga yang benar-benar ngerti Axel, begitu juga sebaliknya. Di tengah keasyikan mereka ngobrol, Zia datang membawa segelas orange juice dan cemilan.

"Kak Angga, ayo di minum dulu, dan juga ini ada cemilanya." kata Zia yang meletakanya di atas meja.

"Aduh Zi, makasi udah repot-repot, kalau bisa semua keluarin deh..." kelakar Angga yang di susul dengan tawa ketiganya. Zia kemudian meninggalkan keduanya. Saat itu Zia hanya memakai kaus yang agak gede dengan celana training yang longgar. Dengan rambut di kuncir kuda, membuatnya cantik natural.

"Xel, kalau gua perhatiakan dengan seksama, Zia itu cantik ya..."

"Jangan macem-macem ya...??!!! Udah minum dulu..." kata Axel yang kini berpindah tempat ke kursi.

Malam semakin merayap. Karena Angga tamu yang sopan, ia segera pamit pulang kepada Nindy. Sudah jam 23.00 wib Vano belum juga pulang. Nindy dengan sabar menunggu di ruang tamu sambil sesekali menengok jam dinding. Ia sempat mengirim pesan namun belum juga di baca oleh Vano. Sempat menelfon, namun hanya memanggil saja. Akhirnyahang di tunggu pulang tepat jam 23.30 wib. Suara mobil dan pintu pagar yang terbuka sendiri, sebagai notif kalau sang suami pulang. Nindy buru-buru membuka pintu. Dilihatnya Vano keluar dari mobil dan berjalan ke arahnya.

"Pulang malen lagi, Pah...?" tanya Nimdy.

"Iya sayank, ada kerjaan yang penting..." jawab Vano merangkul istrinya dan mengajaknya masuk. Nindy dengan senang hati membawakan tas suaminya.

Vano dan Nindy langsung masuk ke kamar. Selain Vano sudah capek, anggota keluarga yang lain sudah pada tidur. Seperti biasa, sebelum tidur Vano terlebih dahulu mandi. Dan seperti biasa juga, Ia meletakan bajunya di keranjang baju kotor. Nindy pergi membuatkan seduhan air jahe dan madu.

Vano sudah keluar dari kamar mandi ketika Nindy masuk ke kamar. Ia duduk di bibir ranjang sambil serius memegang ponsel. Entah sedang membalas pesan siapa.

"Siapa Pah...?" tanya Nindy yang penasaran melihat Vano begitu seriusnya. Vano segera meletakan ponselnya dan menanggapi Ni dy dengan senyuman.

"Klien Yank, makasi sayank air jahe dan madunya..." sahut Vano sambil menerima air jahe dari Nindy.

Nindy membalas ucapan terimakasih Vano. Namun Nindy masih saja penasaran di buatnya karena tingkah Vano, suaminya dua hari ini begitu berbeda. Perubahanya begitu mencolok, sehingga membuat Nimdy gelisah.

"Sayank, ayo tidur...?" ajak Vano.

"Nah nah kan, tak biasanya kamu seperti ini yank, biasanya kamu ngajak aku ngobrol dulu, bercerita kerjaanmu, tanya keadaanku, nah ini langsung main ajak tidur saja, ada apa dengan kamu suamiku. Aku harap, di usiaku yang semakin menua ini, kamu tidak akan membuat aku kecewa yank..." batin Nindy yang melihat Vano sudah berbaring di sampingnya sambil menopangkan lenganya menutupi wajahnya.

Nindy menhela nafas. Percuma saja ia menatap suaminya kalau ia sudah tidur duluan. Perlahan Nindy membaringkan tubuhnya, Dengan posisi miring membelakangai suaminya.

"Tuhan, lindungilah rumah tangga dan keluargaku , aamiin..." Nindy berusaha memejamkan mata namun belum bisa. Dua hari ini ia selalu tidur di atas jam 12 malam. Pikiranya mengembara ke mana-mana. Ia khawatir kalau-kalau Vano tergoda wanita lain. Karena belum bisa memejamkan mata, iabangkit dan iseng-iseng mengambil baju Vano yang sudah di letakan di keranjang baju kotor. Denganpelan ia mulai mencium baju suaminya. Tak ada bau parfum seperri kemaren. Namun alangkah tercengangnya ketika ia meraba saku kemeja suaminya, dan di sana ia menemukan tiket nonton berdua.

"A.....apa inih..." ucap Nindy lirih. Lemas seluruh badanya dan ia terduduk di lantai. Matanya mulai sembab. Bulir-bulir bening tanpa ia sadari sudah menggenangi kedua kelopak matanya.

Nindy menutup mulutnya sendiri agar suara isak tangisnya tidak membangunkan Vano. Hatinya sungguh pedih.

"Kenapa terjadi seperri ini, apa mungkin kamu selingkuh, Yank...." batin Nindy sambil terus meneteskan air mata. Ia bangkit dan masuk ke dalam kamar mandi. Ia menghidupkan keran air, dan terisak kecil. Beberapa saat ia puaskan terisak. Lalu dengan segera membasuh wajahnya dengan air. Meraup wajahnya lalu memandangnya di depan cermin wastafel. Wajah yang kini tampak garis halus namun belum kentara banget itu ia usap sendiri.

"Kamu nggak boleh cengeng Nin, kamu sudah tua, anak sudah dewasa, sebentar lagi kamu punya mantu dan cicit. Jangan fikirin yang lain, kalau ini sudah takdir dari Tuhan, kamu bisa apa, mau kamu lawan sekuat tenaga jika Tuhan menghendaki, kamu hanya bisa lapang dada menerima..." ucapnya lirih. Menguatkan hatinya sendiri. Setelah tenang, ia keluar dan mendekati ranjang, lalu berbaring dan akhirnya ia tertidur dengan lelap.

Keesokan paginya.

Nindy menggeliat manja. Sambil sesekali miring ke kanan dan ke kiri. Ia membuka mata dsn mengerjapakanya agar bisa melek dengan sempurna.

"Pagi sayank....?" sapa Vano yang sudah mandi dan berpakaian rapi. Ia duduk di kursi dengan senyum yang menawan dan sepertinya sedang nungguin dia bangun.

"Paaaahhh.....?" panggil Nindy manja.

"Iya sayank, cuuuppppp...."

Kecupan manis mendarat di kening Nindy. Lalu dengan mesra Vano memeluknya.

"Ayo bangun, anak-anak udah pada bangun sayank..." Vano menarik tubuh Nindy agar bangun dengan pelan.

"Loh ini matanya kenapa sayank, kok sampe bengkak gini....?" tanya Vano yang heran melihat kedua mata Nindy agak bengkak. Vano mengusap lembut.

"Abis nangis kamu, Yank...?" tanya Vano lagi dengan raut wajah sedih.

"Enggak kok Yank..." jawab Nindy berbohong.

"Kamu kenapa sih Yank, kalau ada maslaah cerita sama aku..." ucap Vano.

Bersambung....

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!