BAB. 12

Akankah terjadi masalah rumah tangga lagi?

Nindy tak ingin berburuk sangka kepada suaminya. Tapi semua bukti membuat hatinya tak tenang.

"Halo ini dengan siapa....?" jawab Nindy.

"Ini Keke ibu, Pak Vanonya ke mana ibu kalau boleh tau...?" tanya wanita itu lagi. Mendengar dari suaranya, umurnya sekitar 30 an. Hati Nindy semakin bergejolak.

"Pak Vanonya udah berangkat 30 menit yang lalu mbak, ini ponselnya tertinggal dirumah..." suara Nindy tetap lembut.

"Oh iya ibuk, terima kasih, maaf sudah mengganggu..."

Suara telfon di tutup. Nindy berfikir sejenak. Kok ya sempet-sempetnya hubungi suamiku sepagi ini. Apakah klien kali ini begitu berpengaruh atau begitu penting.

"Oh ya Tuhan, aku tidak akan berfikir buruk tentang suamiku, maafkan aku ya Tuhan. Itu semua hanya sebatas pekerjaan." gumam Nindy dalam hati.

Nindy segera melanjutkan pekerjaan rumahnya. Membantu bibi meringankan kerjaanya.

Tiiiiinnnnggggg

Suara notif pesan membangunkan Axel dari tidurnya. Masihdengan posisis tidur tengkurap ia meraba-raba meraih ponselnya yang terletak di atas meja. Dengan mata menyipit ia melihat siapa yang mengirimkan pesan tersebut.

Xel, hari ini ga da kuliah kan, kita nongkrong yuk, bosen di rumah gak ngapa-ngapain.

Rupanya pesan tersebut dari Angga. Kemudian ia membalasnya.

Ok, tapi siang aja, guamasih ngantuk.

Siaaappp, tar gua jemput lu.

Axel membalas pesan Angga dengan emot acungan jempol.

"Huuhhhh dasar Angga, ganggu orang tidur saja." umpat Axel dalam hati. Dengan segera ia menaruh ponselnya sembarangan. Lalu kembali melanjutkan tidurnya. Hari ini, Axel memang tidak ada jadwal kuliah. Ia berencana tidur seharian, karena itu salah satu hobinya setelah traveling.

Nindy sudah bersiap. Pakaianya sudah rapi, dan tentunya sudah cantik. Ia terlihat akan pergi.

"Bibi, saya ke resto dulu, mau anterin ponselnya Pak Vano, nanti kalau anak-anak bangun nanyain saya, jawab aja gitu, Bi..."

"Baik Bu Nindy..."

Setelah pamit kepada Bibi, Nindy segera berangkat. Ia berangkat dengan menaiki sebuah taxi. Beberapa saat setelah ia berada di dalam taxi, dan menempuh satu jam perjalanan, akhirnya sampailah ia di restonya. Perlahan ia berjalan. Baru saja ia masuk, ia sudah di sambut oleh Faiz, karyawan kepercayaanya dan juga Vano.

"Pagi Mbak Nindy...?" sapa Faiz penuh hormat.

"Pagi juga Faiz, apa bapak ada di dalam...?" tanya Nindy.

"Bapak nggak ada Mbak, tadi setelah sampai, setengah jam kemudian bapam pergi keluar..." jawab Faiz.

"Apakah meeting dengan klien...?" tanya Nindy lagi.

"Engga kok Mbak, tidak ada jadwal meeting hari ini." jawab Faiz sambil mengerutkan dahinya.

"Nggak ada...?" Nindy kaget mendengar jawaban Faiz. Namun rasa kagetnya mampu ia sembunyikan di depan Faiz, karena tak ingin orang lain tau yang sedang ia alami.

"Iya Mbak, kalau pun ada, pasti saya juga ikut meeting, saya di beri tahu, lah ini saya tidak di kasih tau apa-apa."

"Oh ya sudah Iz, saya mau ke ruangan bapak saja sambil menunggu beliau..." ucap Nindy tersenyum pada Faiz.

"Mbak mau saya siapin minuman apa...? Atau mau cemilan apa gitu, Mbak...?" tawar Faiz lagi sebelum Nindy meninggalkan tempat itu.

"Emmm, jus tomat sama wortel aja Iz, ga pake gula yach, sama croisssant keju yach...?" jawab Nindy.

"Baik mb, bentar lagi saya anter ke ruangan mas Vano..." Nindy mengangguk lalu meninggalkan Faiz. Berjalan menuju ruangan Vano, sebelum akhirnya ia memasukinya. Ia menyandarkan tubuhnya di sofa yang ada di ruangan itu. Lalu bangkit menuju ke meja kerja Vano. Di pandanginya foto dirinya bersama Vano, penuh mesara sekali suaminya memeluknya di foto itu. Perlahan ia ambil, lalu meraba foto Vano.

"Sebenernya apa yang sedang kau rencanakan yank, aku tak sanggup melihat jika kau bersama wanita lain. Apakah kau sudah bosan hidup bersama aku? Apakah aku sudah terlalu tua di matamu..? Sayank, aku harap jika kamu bosan dan lelah mencintaiku, kamubilang padaku, jangan main petak umpet di belakangngku..." Nindy bergumam lirih. Tak terasa cairan bening mulai menggenangi kedua kelopak matanya. Setetes dua tetes jatuh membasahi foto yang ia pegang.

Tok tok tok

Nindy kaget, buru-buru meletakan foto tersebut pada tempatnya, dan segera mengusap air matanya.

"Mashkkk..." suruh Nindy karena tau itu Faiz.

"Mbak, ini yang mbak pesen tadi, silahkan mbak..."

"Iya Faiz, terima kasih..."

Faiz segera pergi dari ruangan itu. KembaliNindy sendiri. Menunggu suaminya sambil duduk sandaran di kursi yang melengkapi meja suaminya itu. Sesekali ia meminum jus yang di antar Faiz tadi. Iseng-iseng ia membuka laci meja suaminya. Ada sesuatu yang mengganggu pandanganya. Kotak hitam dengan ukiran emas yang tidak terlalu besar menyita perhatianya. Ia ragu. Namun akhirnya ia meraihnya. Di amatinya dengan seksama kotak tersebut.

"Apa ini? Sepertinya tempat barang berharga. Aku belum pernah melihatnya." batin Nindy.

Puncak dari rasa penasaranya, akhirnya Nindy membuka kotak tersebut. Betapa kaget sekaligus tercengang ia melihatnya. Karena isinya begitu fantastis. Satuset perhiasan kalung gelang cincin dan anting. Semua bertaburkan permata. Entah harganya berapa ratus juta. Kilauanya menyilapkan mata yang melihatnya. Nindy tertegun.

"Apakah ini untuku...?" gumamnya sendiri.

Namun belum sempat ia meyakinkan dugaanya, Nindy mendengar suara langkah kaki mendekati ruangan suaminya. Buru-buru ia memasukan kembali kotak tersebut ke tempatnya.

Cekklleeeeeekkk

Suara pintu terbuka, dan Vano muncul memasuki ruanganya.

"Sayank, tadi aku di beri tau Faiz waktu aku bparkir mobil kalau kamu ke sini, ya udah aku langsung buru-buru ke sini..." ujar Vano setelah menutup pintu dan menghampiri istrinya.

"Iya yank, aku berniat mengantarkan ponsel kamu yang ketinggalan di rumah, niiihhh..." jawab Nindy sambil bangun dari duduknya dan memberikan ponsel suaminya. Vano menerimanya.

"Makasih sayank, cuupppp." kecupan kecil mendarat di kening Nindy. Ia berusaha bersikap biasa saja, seolah belum tau apa-apa.

"Oh ya yank, tadi pagi ada wanita menelfon kamu." Nindy mulai membuka pembicaraan.

"Oh iya, Keke klienku sayank..."

"Iya.." jawab Nindy manggut-manggut. Ia sengaja tidak bertanya apa-apa, biar suaminya yang bicara sendiri.

"Yank, ini di makan...suruh Vano yang menyodorkan croissant keju itu kepada Nindy. Dengan senyuman manis Nindy menerimanya. Lalu duduk di sofa dan memakanya dengan pelan.

" Sayank..." ucap Nindy dengan masih menikmati rotinya.

"Iya sayank, ada apa...?" jawab Vano yang merapatkan posisi duduknya dekat Nindy.

"Emm, jika suatu saat kamu bosan dengan aku, lelah dengan semua sifatku, dan tak mau lagi hidup bersamaku, aku harap kamu jujur sama aku, kamu ngomong langsung, aku gak papa kok. Akuuuuu....." belum sempat Nindy melanjutkan kata-katanya, telunjuk Vano sudah menempel di bibirnya.

"Sssssstttttt, kamu bicara apa!? Tak semudah yang kau fikirkan sayank, aku mencintaimu tanpa alasan, dan tak ada alasan pula aku bosan denganmu apalagi lelah dan gak ingin hidup bersama kamu lagi, itu semua tidak bener. Jangan ucapkan kata-kata itu lagi sayank, oke...?" ujar Vano.

Bersambung......

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!