Exchange Lives
"Kejar aku Kak, weee," sorak salah seorang anak laki-laki yang sedang berlarian bersama kakaknya lalu menjulurkan lidahnya mengejek kakaknya yang berlari terseok seperti kelelahan. Anak itu kembali berlari saat sang Kakak hampir menyentuh pundaknya.
"Aku lelah Kenzo, aku akui kau lebih kuat dibanding aku," ucap sang Kakak sambil duduk di tanah mengambil napas panjang.
"Yah kakak payah, E-eeeh, Ayah!" rengek anak anak itu karena digendong Ayahnya tanpa pemberitahuan.
"Kau ini, sudah tahu kakakmu itu tidak bisa terlalu lelah, kau masih saja senang mengajaknya berlari,"
"Aaaah... turunkan Yah,"
Pria itu tidak menuruti ucapan sang anak. Justru dia menggendong anak bungsunya seperti mengangkat karung beras di bahu kanannya. Dia berjalan menghampiri anaknya yang masih terduduk lelah.
"Ayo,"
Anak lelaki yang masih menormalkan detak jantungnya sehabis berlari mendongak lalu tersenyum melihat Ayahnya yang mengulurkan tangan kiri. Dia langsung berdiri sementara sang Ayah menunduk dan meraih pahanya dengan tangan kiri agar bisa menggendong anaknya satu tangan.
"Ayah aku turun saja," masih juga sang bungsu merengek padanya.
"Ibu kalian dimana?" dia bertanya. Pria itu baru saja kembali setelah dari pertemuan dan langsung pergi menuju kediamannya namun justru dia melihat keduanya ada di taman tanpa penjagaan. Beruntung penjaga depan tempat tinggalnya masih ada jadi masih tetap ada yang mengawasi.
"Ibu tadi mendadak pergi, katanya Bibi cidera busur panahnya memantul, eh, gimana tadi?" bocah itu justru menggaruk belakang lehernya yang tidak gatal karena bingung sendiri.
"Hormat Paduka Kaisar," sapa salah seorang penjaga saat dia sudah berada didepan pintu. Pria itu hanya mengangguk.
"Dimana Permaisuri?" pertanyaan serupa pula dia lontarkan pada penjaga itu.
"Yang Mulia dihampiri oleh Dayang Shizuka dengan wajah panik. Hamba dengan Putri Harumi sedang berlatih memanah dan senar busur panahnya justru terputus saat panah sudah dilepas lalu menghantam dadanya hingga terluka,"
"Astaga!" Eiji berseru. Bagaimana bisa adik iparnya itu ceroboh. Dia langsung berbalik arah pergi menuju lapangan latihan memanah namun disana sepi tanpa orang kecuali para penjaga juga prajurit.
"Yang Mulia mencari Permaisuri?" tanya salah seorang penjaga.
"Ya,"
"Beliau di Paviliun Putri Harumi,"
"Terima kasih,"
Langkahnya panjang dan cepat tidak tertarik walau membawa dua bocah berat di kedua tangannya.
Didepan Paviliun banyak dayang yang berlalu lalang membawa nampan dan baskom kecil berisi air bersih dan handuk, ada juga berisi air berwarna merah.
"Yang Mulia Kaisar telah tiba," ucap salah satu penjaga.
Eiji langsung masuk kedalam paviliun itu dan dia bertemu sang istri didepan kamar Harumi.
"Apa yang terjadi?" tanya Eiji pada istri walau dia sudah tahu ceritanya.
"Senar itu putus dan menghantam dadanya yang Mulia, aku takut dia tidak terselamatkan, darahnya begitu banya keluar dipinggir lukanya juga membiru sangat lebar," Hana langsung memeluk suami dan anak-anaknya yang berada digendongannya pria itu. Eiji tidak membalas pelukannya karena dua bocah itu masih memenuhi tangannya.
"Tenanglah. Harumi bukan gadis yang lemah. Tapi bagaimana bisa semaunya putus? Apa Harumi berlatih dengan busur yang sudah lapuk," batin Eiji, dia tidak mau Hana semakin khawatir.
"Eiji, bawa anak-anakmu kembali, disini banyak darah, takut mereka trauma," Azusa menghampiri mereka sambil berucap.
"Iya Ibu Suri, aku titip Hana dulu,"
"Pergilah,"
Eiji kembali ke tempat tinggalnya dan menurunkan dua bocah yang ternyata tertidur saat dipeluk Ibunya tadi.
"Jonka!" serunya memanggil dayang setia istrinya itu.
"Iya Yang Mulia?"
"Jaga mereka,"
"Baik,"
Langkah berlari kembali menuju Paviliun Putri Hana dilakukan. Dia langsung masuk begitu saja mengabaikan ucapan penjaga yang memberitahukan orang-orang didalam jika ia tiba.
"Ini bukan masalah besar Ibu Suri, karena luka itu tidak dalam, dan membiru lebar itu akan segera hilang seiring sembuh, namun bekas lukanya yang jadi masalah,"
"Kenapa?" tanya Azusa.
"Bekas lukanya akan sulit hilang dan itu akan semakin membuat Putri Harumi sulit menikah,"
"Apa? Apa sebegitu sulitnya menyembuhkan bekas lukanya Tabib Suzu? Luka di kakiku bisa kau hilangkan?"
"Luka Permaisuri hanya tertusuk duri yang kecil, namun Luka Putri Harumi begitu lebar dan panjang,"
"Tidak! Aku sudah berniat menjodohkannya dengan Pangeran Ketiga Kerajaan Angin jangan sampai mereka menolak karena keadaan Putri Harumi yang memiliki bekas luka,"
Eiji melangkah mendekat, "apa tidak ada cara sama sekali Tabib Suzu? Aku akan mengusahakannya agar Putri Harumi tidak memiliki bekas luka itu," ucap Eiji mengabaikan keresahan Ibu Mertuanya.
Suzu menatap pada Eiji, bukan karena perhatian pria itu pada adik iparnya, tapi bingung hendak mengucap apa.
"Sebenarnya aku tidak tau ini benar berhasil atau tidak, tapi ada sebuah legenda mengatakan jika ada bunga yang bisa mengembalikan kulit yang cacat menjadi mulus kembali,"
"Bunga apa itu?"
"Bunga Petunia,"
"Petunia? Mawar biru?" giliran Hana yang berkata.
Tabib Suzu mengangguk.
"Dimana itu?"
"Di ujung barat tepi tebing tanaman itu tumbuh, tidak banyak tapi lebih dari cukup untuk membalur luka Putri Harumi. Aku tidak tau apa ini berhasil, tapi jika memang benar legenda itu tidak ada salahnya mencoba,"
"Tepi tebing?"
"Aku akan pergi,"
"Jangan Kaisar Eiji, kau hanya akan mengatakan nyawamu tepi tebing disana sangat tinggi, dibawah pun berbahaya karena ada bebatuan besar-besar kau hanya mengantar kan hidupmu kepada akhir," ucap Azusa.
Sementara Eiji menatap sang Istri.
"Biar aku yang pergi," kata Hana.
Dua wanita tua itu terperangah mendengar ucapan Hana.
"Kau tetap disini, aku titip Kekaisaran Bulan untuk sementara," ucap Hana.
Kakinya langsung melangkah meninggalkan kediaman sang adik tanpa menunggu suaminya menyetujui apa yang akan dilakukannya atau tidak. Eiji langsung pamit seadanya pada sang Mertua yang hanya dibalas anggukan lalu mengejar istrinya yang melangkah lebar tanpa peduli keadaan disekitar.
Sampai di kediamannya Hana langsung melepaskan atribut dan pakaian kebesaran khas Kekaisaran Bulan menggantinya dengan pakaian ringkas celana kulot panjang dan sweater sepinggang dengan kupluk pada kepalanya. Panah serta busur juga pedangnya yang tersimpan rapi diatas lemari juga diambil. Sepuluh tahun hidup didunia ini cukup membuatnya berlatih setiap harinya walau sempat tertunda saat dia hamil.
"Jangan gunakan panah Hana, aku takut apa yang terjadi pada Harumi juga terjadi padamu,"
"Tidak aku yakin sabotase atas barang-barang di ruang latihan, tidak mungkin Harumi sengaja berlatih dengan barang yang sudah lapuk. Aku sudah pergi melihat busur yang digunakannya, itu kayu jati yang sangat kuat, tapi hanya segarnya yang terlihat seperti senar yang memang sudah lama. Aku tidak yakin itu senar asli dari busur tersebut, aku yakin ada yang menggantinya. Aku mohon Eiji, lindungi keluargaku yang ada disini, kau memiliki kekuatan itu sedang aku tidak. sementara Harumi terluka parah. Ini tidak masuk akal,"
"Tapi bagaimana denganmu yang pergi sendiri,"
"Aku tidak masalah, aku yakin ini ada hubungannya dengan insiden sepuluh tahun yang lalu,"
Eiji menarik napas panjang. "Aku tidak bisa Sayang, aku mengkhawatirkanmu aku akan ikut, Tapi tidak sekarang kita tunggu Pangeran Eito datang kemari dia bisa membantu menjaga Kekaisaran Bulan selama kita pergi,"
"Itu terlalu lama,"
"Setidaknya nyawa Harumi tidak terancam, dia hanya akan ditakutkan memiliki bekas luka itu,"
"Tapi jika terlalu lama maka bekas luka lebih sulit dihilangkan jika lukanya sudah mengering, tidak itu jauh lebih sulit,"
Hana berjalan keluar meninggalkan Eiji lalu menemui Jonka yang sedang menemani anak-anaknya di kamar mereka.
"Siapkan kudaku," titahnya.
"Baik," Gadis muda itu bangkit meninggalkan Hana dengan anak-anaknya.
"Ibunda mau kemana?"
"Ibunda mau kemana?"
Tanya kedua anaknya hampir bersamaan. Hana berlutut menyamai tinggi keduanya.
"Ibu titip Bibi Harumi ya, kalian harus jaga dia agar segera sembuh, Ibu akan segera kembali," ucapnya lalu keluar.
"Aku tidak menahanmu, tapi aku tidak mengizinkan dirimu untuk terluka. Tebing itu selain dibawahnya ada batu besar, juga jalan menuju kesana tidak mudah, disana ada hutan berisi harimau buas, juga banyak ular kobra. Ada pemanas mereka juga burung elang,"
"Aku tidak berjanji untuk tidak terluka, tapi aku janji pasti kembali,"
Lagi-lagi Eiji menghembuskan napas berat sambil memejamkan matanya, tangannya merengkuh tubuh sang istri, "kau harus kembali," ucap Eiji menekan kata 'harus'.
...TBC...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments