Bab 5 Switched Again?!

Kepalanya berdenyut nyeri. Ah! Apa yang terjadi? Oh iya. Entah bagaimana bisa lubang di jalanan itu membuatnya terambung begitu tinggi hingga kepalanya menyentuh langit-langit mobil dan berakhir pingsan karena kerasnya hantaman.

Matanya mengerjap berusaha menetralkan pemandangannya yang sedikit berembun karena rasa sakit itu masih terasa kentara. Tempurung kepalanya terasa kebas dibuatnya.

Aroma kayu basah tercium kuat menusuk hidungnya. Hana mendesah nyaman karena dia merasa sudah sangat lama dia tidak mencium aroma ini. Menarik napas panjang lalu menghembuskannya perlahan.

"Yang Mulia!" teriakan seseorang membuatnya tersadar.

"Yang Mulia?" Hana mengulang suara itu dengan nada bertanya. "Jangan bilang-"

"Aku sudah mencarimu kemana-mana Yang Mulia, apa yang anda lakukan disini? Ini bahkan sangat jauh dari tepi tebing,"

Ujaran wanita itu terputus karena pertanyaan pemuda dihadapannya. Tubuhnya beringsut siaga karena melihat pemuda yang tidak dikenalnya itu.

"Siapa kau?" tanya Hana.

"Apa yang terjadi Yang Mulia? Aku Akemi, pengawal barumu. Anda yang mengizinkan aku untuk ikut,"

"Mana buktinya?"

"Hah? Bukti apa, aku bahkan belum terdaftar resmi karena anda belum menyelesaikan pekerjaan anda,"

"Pekerjaan?"

"Bukankah anda mencari bunga petunia?"

"Bunga petunia?"

"Anda bilang adik anda sedang terluka. Yang Mulia? Apa yang terjadi? Apa anda hilang ingatan?"

Hana terdiam. Harumi terluka? Dan dia disini karena mencari bunga itu. Artinya sekarang dia harus bergegas.

"Entah Akemi, aku hanya sakit kepala," ucap Hana sambil menyebutkan nama pemuda itu agar Akemi tidak curiga.

Hana bangkit dari duduknya lalu berdiri. Kepalanya tiba-tiba menyentuh dahan pohon yang rendah membuatnya memekik kesakitan karena hantaman itu tepat mengenai tempurung kepalanya yang sakit.

Ah, ini pasti membengkak nantinya. Gerutunya dalam hati. Jangan-jangan yang membuatnya kembali lagi kesini karena hantaman bersamaan ini.

"Aih, sungguh sial," gumamnya pelan.

Dia melangkah perlahan menuju kuda yang berada tidak jauh darinya yang dia yakini adalah kuda tunggangannya. Beruntung selama menikah dengan Eiji pria itu mengajaknya untuk belajar berkuda sehingga dirinya tidak perlu khawatir bingung menghadapi Akemi yang menatapnya heran.

"Anda yakin bisa melanjutkan perjalanan Yang Mulia?" tanya Akemi yang melihat sang Permaisuri mengusap-usap kepalanya menahan sakit.

"Ya," sahut wanita itu singkat.

Karena sempat pingsan untuk waktu yang lama juga Akemi yang berputar-putar mencari Hana akhirnya mau tidak mau Hana dan Akemi bermalam didalam hutan itu.

Akemi sigap mendirikan perkemahan tunggal yang dibawa Hana, agar wanita itu bisa beristirahat dengan nyaman.

Semburat cahaya matahari semakin tidak terlihat disela dedaunan itu, membuat suasana kian menggelap. Jauh didalam hutan yang telah tertinggal dibelakang sana terdengar suara burung hantu yang bersahutan.

"Belum gelap, tapi sudah ramai suara burung hantu," celetuk Hana yang sedang merebus air pada api unggun mereka untuk membuat teh hangat.

"Tentu saja, karena disini di hutan ini masih sangat banyak burung hantunya," sahut Akemi.

Hana hanya tersenyum menanggapi.

Ya, Hana tau itu, namun dia juga tidak bisa memungkiri jika sudah sangat lama dia tidak mendengar suara burung hantu yang bersahutan sesering ini sebelumnya.

Ah, apa ini hadiah untuknya yang sudah sangat lama diinginkannya. Bertemu keluarga miliknya yang sesungguhnya.

Berbicara masalah keluarga dia kembali memasang wajah sendu karena teringat anak-anak dan suaminya. Ah, belum berapa lama mereka terpisah kenapa dia sangat merindukan mereka. Oh, Dewa! Kenapa kau mengabulkan doaku setelah aku tidak lagi berharap ini terjadi, batinnya menyesal.

"Anda lelah Yang Mulia? Istirahat saja lebih dulu, aku akan membangunkannya tengah malam nanti," ucap Akemi.

"Ya, setelah aku menghabiskan teh ini nanti," ucapnya sambil menggoyang cangkir kaleng berisi teh yang sudah jadi sedari tadi.

Setelah isi cangkirnya tandas wanita itu langsung masuk setelah berpamitan denga pemuda itu. Akemi hanya mengangguk dengan wajah lelahnya.

Pemuda itu duduk bersandar pada pohon disamping kemah dengan kaki terjulur kedepan.

Hana berbaring telentang didalam tenda yanh sudah dia kunci. Walau pemuda diluar telah dipercaya dirinya yang sebelumnya, justru dia kurang percaya dengan pemuda ini. Pikirannya melayang pada perkataan Akemi yang mengatakan jika dirinya mencari bungan petunia.

"Bukankah itu bungan mawar biru yang cukup langka? Apa yang terjadi dengan Harumi hingga dia mencari bunga itu? Dan apa yang Hana pikirkan hingga dia berangkat sendiri bukan meminta orang lain atau mengadakan sayembara saja," gumamnya.

Terlalu larut dalam pikirannya hingga tidak sadar dia akhirnya terlelap dan kini berakhir terkejut karena dibangunkan oleh Akemi yang memanggilnya.

"Yang Mulia, apa kita sudah bisa bergantian? Jujur aku sudah sangat mengantuk Yang Mulia, hoaaaaaam......," kata Akemi diikuti dengan suaranya yang menguap panjang.

"Iya sebentar," sahut Hana yang merapikan pakaiannya lalu membuka kunci tenda miliknya itu.

"Tidur saja didalam Akemi, tidak masalah biar aku berjaga sendirian, terima kasih telah menjagaku," ucapnya setelah dia keluar dan berdiri didepan Akemi yang bersiap membaringkan diri didepan tenda beralas kain selimut.

"Benarkah Yang Mulia, terima kasih,"

Pemuda itu langsung melangkah masuk kedalam tenda tanpa menguncinya seperti yang dilakukan Hana.

Hana menghirup napas panjang menahannya sejenak sebelum melepaskannya perlahan. Udara yang benar-benar dia rindukan. Kakinya melangkah perlahan menuju api unggun yang meliuk rendah karena kayunya yang tinggal sedikit.

"Besok aku harus sudah mendapatkan bunga itu agar aku juga bisa segera membicarakan ini dengan Eiji. Ah, dia suamiku disini juga disana namun rasanya berbeda walau wujud dan nama mereka sama," katanya sambil melempar ranting pelan ke arah api.

Pagi menjelang terang Akemi sudaj keluar dari tendanya saat dia sedang menghangatkan bekal sarapan mereka diatas api.

"Ah, aku menyusahkanmu Yang Mulia, seharusnya kau memanggilku saja untuk melakukan ini,"

"Tidak masalah Akemi, aku sudaj sering melakukan ini,"

Mereka segera sarapan untuk melanjutkan perjalanan namun tiba-tiba tangan Hana berhenti menyuap makannya dan segera meletakkan sendok yang sedang mengambang didepan mulutnya. Tangannya bersiaga mengambil panah yang sedari semalam selalu dia bawa.

Menggunakan pistol dan panah sama saja bukan, sama-sama membidik. Batinnya walau sebenarnya dia ragu hal itu sama.

"Ada apa Yang Mulia?" tanya Akemi.

"Kau dengar suara itu?"

Akemi mencari suara yang dimaksud Hana lalu tangannya pun bergerak sama seperti Hana mengambil pedangnya yang tergeletak disampingnya.

Keduanya bangkit meninggalkan makanan mereka lalu berdiri saling membelakangi menatap sekitar dengan tatapan was-was.

"Jangan-jangan yang menyerangmu dua hari yang lalu," ucap Akemi mengingatkan.

"Maksudmu?" tanya wanita itu yang memang tidak tau apa yang terjadi.

"Perompak itu, jangan-jangan mereka lagi," ucap Akemi lagi.

"Perompak!" seru Hana begitu keras.

...TBC...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!