Matahari semakin tinggi saat Hana maupun Akemi akhirnya sampai dipinggir jurang. Wanita itu menarik napas panjang saat menoleh pada sisi kirinya. Disana kejadian naas itu terjadi, dan sangat banyak rumput liar beracun yang membuatnya akhirnya mati dan bertukar jiwa dengan Hana dari belahan dunia lain. Entah apa yang dipikirkan orang-orang di Kekaisaran hingga akhirnya mengizinkan Hana untuk berangkat seorang diri.
Akemi turun dari kudanya dan merentangkan tangannya, perjalanan menuju puncak tebing ini sangat melelahkan karena jalanan menanjak walau tidak curam. Pemuda itu langsung menoleh kesana kemari mencoba mencari yang menjadi tujuan mereka kesini.
"Eh, dimana bunga itu?" gumamnya bertanya seorang diri.
Hana akhirnya ikut turun membiarkan kudanya hanya dengan perintah tanpa mengikatnya pada pohon karena tali kekang yang ada tidak akan bisa digunakan untuk mengikat.
"Kau lapar Akemi?" tanya Hana setelah dia berdiri dihadapan pemuda itu.
"Tidak Yang Mulia," sahutnya.
Hana hanya mengangguk paham. "Aku melihat bunga itu disana,"
"Benarkah?"
"Ya, dan setelah aku memetiknya mari kita istirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan pulang sekalian mengambil perbekalan kita,"
"Iya,"
Hana mengambil langkah pergi menuju tepi jurang itu yang ditumbuhi oleh bunga berwarna biru itu sementara Akemi tetap ditempat memperhatikan kuda mereka yang sedang memakan rumput liar disana. Kaki wanita itu telah menapak tepat di tepi jurang, entah kenapa hanya disana satu-satunya rumpun bunga yang terdapat bunga yang dicarinya. Tangannya mulai terulur hendak memetik bunga itu sambil hati terus berkata semoga dia selamat.
Tek! Tek! Tek!
Setelah memetik tiga tangkai yang berisi beberapa bunga petunia dia akhirnya melangkah menjauhi tebing.
"Sepertinya ada baiknya pihak Kekaisaran menanam bunga ini di taman agar tidak ada lagi drama rasa takut saat memetiknya," ucap wanita itu sambil berjalan santai.
Krak!
"Ada apa?" tepat saat dia bertanya tanah yang dipijaknya runtuh seketika dan dia langsung terjun begitu saja, tangan kanan yang kosong segera menggapai tanah yang masih padat dan kokoh pada tempatnya dan Akemi yang melihatnya tanpa pikir panjang langsung berlari menuju Hana untuk meraih wanita nomor satu itu.
"Yang Mulia!" seru pemuda itu dan dia langsung berlutut diatas tanah mengulurkan tangannya pada Hana. "Pegang tanganku Yang Mulia," katanya.
Hana langsung memberikan tangannya yang masih menggenggam tiga tangkai bunga biru itu pada Akemi dan pemuda itu menyambut pergelangan tangannya segera dengan tangan kanan, sedang tangan kirinya telah menggenggam tangan kanan Hana sejak awal.
"Aku tidak ada pijakan sama sekali Akemi," ucap Hana yang kesulitan menaikkan tubuhnya karna kakinya tidak bisa berpijak untuk menopang tubuhnya.
"Ayo Yang Mulia, anda pasti bisa," ucap pemuda itu. "Aku permisi ya," katanya lalu meraih ketiak Hana dengan tangan yang bergantian melepaskan pergelangan wanita itu.
Dalam keadaan panik seperti itu akhirnya Hana hanya mengangguk asal dia bisa selamat. Sekuat tenaga Akemi berusaha menaikan tubuhnya hingga akhirnya mereka bisa berhasil naik keatas. Dan keduanya segera merangkak cepat menjauhi tepi jurang itu.
Napas keduanya terengah-engah Akemi karena lelah sedang Hana karena takut bayangan dia terjatuh ke jurang itu terus berputar tanpa henti di kepalanya sejak awal hingga kini.
Ya rasa trauma itu sulit untuk dihilangkan walau sudah sangat lama berlalu.
"Kita istirahat dulu Yang Mulia, jika memang terlalu lelah untuk melanjutkan, kita berangkat besok pagi saja, untuk masalah makan disana ada rumpun buah beri," kata Akemi masih dengan napas pendek-pendek dan tangan yang menujuk sebuah rumpun tumbuhan dekat pohon pinggir danau.
Hana hanya mengangguk.
-
Saat ini sudah hampir sore dan harus bergegas agar busa segera keluar dari hutan ini, namun langkah kaki kudanya dihentikan saat dia melihat rangka tenda yang sudah hampir runtuh juga hamparan kain acak-acakan serta kotak makan yang berserakan.
"Ada apa disini?" gumamnya.
Langkahnya mendekati tenda itu, sekilas dia mengenalinya. Benar saja, ada gambar lambang Kekaisaran disana yang menandakan ini adalah milik istana.
Tangannya terulur mengusap guratan disana. Tidak salah lagi, guratan itu membentuk nama Hana. Apa yang terjadi dengan istrinya.
Melihat kekacauan yang ada dihamparan kain alas makan itu sepertinya cakar binatang. Namun jika memang Hana diserang binatang buas ini sama sekali tidak ada jejaknya. Bahkan pedang juga panah miliknya tidak ada. Yang ada hanya dua buah tas kecil berisi yang dia curigai berisi pakaian.
"Kenapa ada dua tas disini?" gumamnya lagi.
Kepalanya menoleh pada pohon dan terdapat dua tali kekang bekas ditebas dengan pedang disana.
"Lagi-lagi dua, jika memang tenda ini milik Hana, bersama siapa dia?"
"Semoga tidak ada lagi dia disana Yang Mulia," kepala Eiji menoleh saat mendengar suara itu.
"Semoga saja, tapi jika memang sepertinya tidak mudah kita melewati hutan ini, sepertinya lebih baik kita kembali ke tepi tebing untuk istirahat disana dari pada disini dimakan harimau," hanya mampu tertegun saat mengenali suara yang membalas perkataan pertama tadi.
"Anda benar Yang Mulia, hamba pun memikirkan itu," dan kini pikirannya nyaris kosong.
Matanya terus menatap pada asal suara daun kering yang dipijak karena dia yakin sang istri berasal dari sana.
Sementara Hana yang akhirnya melihat Eiji berdiri didepan pohon yang ada tali itu seketika menghentikan kudanya.
"Bagaimana keadaanmu?" tanya Eiji yang melihat tubuh istrinya begitu berantakan.
"Aku baik-baik saja," berusaha menetralkan detak jantungnya Hana menjawab santai.
Lain dengan Akemi yang tidak mengetahui jika pria dihadapannya adalah Kaisar negerinya.
"Apa Harumi baik-baik saja, kau menyusulku bukan karena ingin mengabarkan sesuatu yang buruk terjadi, kan?" tanya Hana semoga saja apa yang dia pikirkan tidak terjadi.
Eiji hanya menggeleng. "Aku mengkhawatirkanmu," jawab pria itu apa adanya.
"Terima kasih Eiji, tapi aku baik-baik saja. Ah kenalkan Eiji dia Akemi, katanya dia ingin menjadi pengawal anggota Kekaisaran, Akemi dia Eiji, Putra Mahkota Kekaisaran Matahari," kata Hana.
"Hah?" kedua pria itu ternganga. Tidak menyangka Hana akan memjawab tidak sesuai fakta. Akemi sendiri juga sudah mengerti jika yang dihadapannya Kaisar setelah mendengar Hana memanggil nama sang Kaisar itu.
"Ada apa denganmu Permaisuri? Kenapa kau memperkenalkan aku dengan status lamaku. Bukan aku mengharapkan penghormatan, tapi aku ini Kaisar," nada suaranya sedikit tersinggung membuat langkah kuda Akemi mundur selangkah karena terkejut.
"Astaga maaf Yang Mulia, lidahku terpeleset," kilat wanita itu.
Eiji lagi-lagi hanya menggeleng.
"Kau sudah mendapatkan bunganya bukan?" tanya Eiji mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Sudah,"
"Kalau begitu kita pulang,"
"Maaf Yang Mulia Kaisar, tapi ada baiknya kita kembali tebing, didalam hutan ini ada harimau dan kita tidak akan sampai keluar sebelum gelap," sebenarnya Akemi tidak nyaman jika harus menginterupsi, namun demi kebaikan menurutnya itu harus dilakukan.
...TBC...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments