Eiji kembali mendekati Harumi duduk di kursi setelah memastikan Ito benar-benar pergi dari sana.
"Kewaspadaanmu menurun Kakak Ipar, apa yang terjadi?" tanya gadis itu. Dia berbicara itu juga agar jika Ito kembali maka dia akan kesal hanya mendengar obrolan tidak penting dan memilih pergi.
"Yah, terlalu banyak kejadian Harumi, mulai dari kau yang dicelakai, Hana diserang dan kini kita hampir dihancurkan,"
"Kak Hana diserang?"
"Ah, iya, kuda kesayangannya yang terkena racun itu,"
"Jadi bagaimana?"
"Sekarang sedang istirahat, semoga segera pulih," ucap Eiji, "sepertinya ada baiknya kau tinggal di kemah saja Harumi, akan lebih mudah bagi kita berembuk dibanding disini terlalu banyak tikus," sambung Eiji lagi.
Harumi terkekeh. Tawa pertamanya semenjak dia terluka hari itu.
"Terserah Yang Mulia saja,"
-
Matanya mengerjap berulang kali saat melihat sosok yang terbaring nyaman disampingnya.
"Selamat sore," ucap sosok itu, "kau melewatkan makan siang, tidakkah kau merasa lapar?" imbuhnya.
Mata Hana membola mendengar pertanyaan itu sementara yang berkata hanya tertawa renyah dan bangkit duduk diatas dipan.
"Aku berencana membawa adikmu kemari, apa kau keberatan? Tidak! Maksudku itu adikmu, tapi apa kau terganggu jika kita setu ruangan selama disini, aku merasa-"
"Ada apa denganmu Eiji, tentu saja aku tidak keberatan, aku justru khawatir jika itu terjadi kau yang akan merasa tidak nyaman," potong Hana.
"Tidak, aku justru tak nyaman jika harus kesana setiap kali hendak menjenguk Harumi,"
"Apa terjadi sesuatu saat istrimu pergi?"
"Eh, iya,"
Hana mengerti walah Eiji hanya menjawab dengan gumaman tak jelas, entah siapa yang membuat sang Kaisar merasa tidak nyaman di rumah Tabib Suzu.
"Aku ingin makan siang,"
"Telat Hana! Ini sudah hampir makan malam, lebih baik kau mandi dan setelahnya kita makan malam,"
Hana mengangguk lanjut beranjak dari tempat tidurnya.
-
"Bagaimana dengan Akemi?"
"Untuk sementara waktu aku meminta salah satu prajurit lama sebagai mentornya dan mengawasi kemampuannya, dia juga bisa kita jadikan pengawal Harumi jika memang tidak ada si kembar yang harus dikawal saat ini,"
Keduanya kini sedang duduk diatas dahan pohon yang cukup tinggi sambil memandang pemandangan istana yang sudah habis menyisakan tumpukan arang hitam dan abu dimana-mana. Kontras dengan pemandangan di cakrawala gelap itu. Bulan purnama yang terbentuk sempurna dengan cahaya yang terang seakan memberikan kesan keindahan tersendiri dan menghibur hati orang-orang yang bersedih ditinggal pergi para korban insiden itu.
"Aku masih mengkhawatirkan anak-anak," kata Hana. Kini kepalanya bersandar pada pundak Eiji mencari tumpuan atas kesedihannya.
"Aku pun sama Hana, tapi aku yakin mereka baik-baik saja bersama paman mereka," kata Eiji, tangannya melingkar mengusap pundak rapuh itu. "Maaf aku batal mengantarmu menemui Ayahmu hari ini," imbuhnya baru teringat.
"Tidak masalah, aku yang tertidur terlalu lama hingga sore," sahutnya.
"Kita pergi besok pagi setelah sarapan,"
"Hmm,"
-
Turun dari pohon itu Hana masuk kedalam tenda kemahnya, sudah terbaring Harumi didalam sana dan sedang tertidur nyenyak. Dia dipindahkan setelah makan malam tadi.
Langkah membawanya mendekat pada sang adik.
"Kak Hana!" insting yang sudah terasah sejak dulu membuatnya selalu siaga walau senyenyak apapun dia terlelap.
"Apa aku menganggumu?" tanya Hana.
"Jika dibilang mengganggu ya tentu saja, karena jika aku tidak terganggu aku tidak mungkin terbangun," cibir Harumi.
Sementara yang disahut hanya tersenyum kikuk tak enak hati.
"Jangan diambil hati kak, aku memang terganggu tapi tidak masalah karena sudah hampir seminggu kerjaanku hanya berbaring,"
Hana mengangguk. Pantatnya kini ia jatuhkan keatas dipan yang sama yang ditiduri adiknya sementara Harumi kini bangkit duduk bersandar pada kepala dipan.
"Bagaimana keadaanmu?"
"Aku baik, luka itu sudah mengering, baluran ini adalah obat untuk menghilangkan bekas luka itu, bunga yang kau ambilkan ini sungguh mujarab, baru dua kali Tabib Suzu mengoleskannya warnanya sudah memudar," kata gadis itu sambil membuka sedikit hanfu-nya memperlihatkan garis luka diantara dua aset miliknya.
"Harumi, kudengar Ibu Suri ingin menjodohkanmu dengan Pangeran Ketiga Negeri Angin?" tanya Hana ragu-ragu. Dia sempat membicarakan itu dengan Eiji saat diatas pohon tadi.
"Iya Kak,"
"Kau yakin?"
"Sebenarnya tidak, tapi sulit bagiku menolak keinginan sang Ibu Suri,"
"Sejak dulu kau selalu takut dengannya," kata Hana tidak habis pikir dengan adiknya itu, padahal sebenarnya dia tahu manusia seperti apa Azusa itu.
Harumi terdiam apa yang dikatakan sang Kakak itu benar. Kasur dipan itu bergerak, Hana menaikkan kakinya dan mulai berbaring.
"Ini serius kita tidur berdua disini? Yang Mulia Kaisar bagaimana?"
"Biarkan saja dia, bisa tidur dimana saja,"
Harumi ternganga yang kakak justru tertawa lalu menarik selimut dan mengajak adiknya tidur.
"Dia ada pertemuan yang membahas pencarian Pangeran Eito dan Putra Mahkota dua Kekaisaran,"
"Mereka pergi ke Kekaisaran Matahari, Kak. Aku yang meminta itu pada Pangeran Eito,"
Hana menggeleng. "Itu tidak akan terjadi, karena beberapa prajurit sudah dikirim untuk melihat keadaan disana mereka justru menemukan sekelompok pasukan musuh yang mengamuk karena jejak Pangeran Eito justru menghilang disana, juga mereka menemukan-"
"Menemukan apa kak?" potong Harumi tidak sabar, walau sebenarnya Hana tidak berniat menjeda ucapannya.
"Menemukan Ibu Suri dan dayangnya yang pingsan,"
"Ibu Suri? Kenapa mereka ada diluar Kekaisaran? Aku tidak tahu jika Ibu Suri berniat pergi ke Kekaisaran Matahari?"
Percakapan itu terhenti disana karena Hana yang tidak lagi menanggapi kecuali dengan suara dengkuran halus yang hinggap di indera pendengaran Harumi.
"Dasar Kak Hana!" serunya kesal sambil mengacungkan tinjunya pada wanita disebelahnya walau tak sampai hanya menyentuh udara.
-
Suara sepatu kuda yang menapak tanah terdengar berirama hingga akhirnya berhenti disuatu tempat pemakaman Kekaisaran.
"Apa yang kita cari disini?"
"Mengunjungi Ibumu, bukankah sudah lama kau tidak menghampirinya, lebih sepuluh tahun,"
Hana mengangguk. Pria yang bisa disebut suaminya ini benar.
Mereka masuk bersama menuju kedalam pemakaman yang letaknya masih disekitaran istana namun tidak terkena dampak kebakaran itu.
Masuk kedalam bangunan makam itu Hana menyusuri setiap makam dari yang pertama, makam para Kaisar dan Permaisuri terdahulu, hingga dia tiba di makam Kakek dan Neneknya dan akhirnya sampai pada makam sang Ibu.
"Selamat pagi Bu, apa kabar? Maaf aku baru bisa berkunjung sekarang, mungkin sebelumnya pernah namun itu bukan aku yang sebenarnya, kurasa Ibu mengerti maksudku bukan, karena ini sulit dijelaskan dengan bahasa yang mudah. Ibu saat ini aku sedang kesulitan, anak-anakku menghilang, Harumi juga sakit. Aku bingung Bu. Aku harus apa Bu, berikan aku petunjuk Bu,"
Tidak terasa setiap kata yang diutarakannya itu membuat air matanya menetes. Eiji mengusap pundaknya yang berguncang. Wanita itu berbalik dan memeluk pria dibelakangnya itu begitu erat.
"Tenangkan dirimu Hana, dan mari kita ke makam yang selanjutnya," kata Eiji.
"Makam siapa?" tanya Hana dengan kepala yang mendongak, Eiji sudah bangkit setelah melepaskan pelukannya. Tangan pria itu terulur menunggu disambut oleh Hana.
Eiji hanya tersenyum, "tetaplah waras istriku," katanya.
...TBC...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments