"Hah? jangan bercanda! Apa yang dilakukan seorang permaisuri disekitar markas perompak malam-malam seperti ini," Akemi tersentak saat mendengar jawaban wanita dibelakangnya itu.
"Sudah kubilang aku mencari Bunga Petunia," sahut Hana mencoba membuat sang pemuda yakin dengan ucapannya.
Akemi hanya menggeleng tidak percaya sambil terus melanjutkan langkahnya.
Kaki Hana mulai menapak keatas lantai teras kayu yang sedikit kotor dan berdebu itu. Rumah itu bukan rumah lapuk apalagi reot, tapi keadaan sekitarnya yang berdebu membuatnya terlihat seperti rumah yang tidak terurus.
"Seperti yang kubilang aku tinggal sendiri disini jadi maaf, jika rumah ini cukup kotor," Pemuda itu tidak enak hati harus membawa tamunya ke rumah yang kurang nyaman seperti ini.
"Tidak masalah," Hana hanya menyahut singkat.
Mereka masuk kedalam rumah setelah Akemi mengantarkan Hana ke samping untuk mengikat tali kudanya di pohon samping rumah.
"Kau sudah makan malam?" tanya Akemi.
"Sebenarnya belum, tapi aku punya bekal untuk makan malam," jawab Hana.
"Ah, sebaiknya simpan bekalmu atau kalau mau kau panaskan silakan. Ini aku tadi berburu kancil dan berhasil menangkap satu mari makan," tawar Akemi.
"Ah, aku benar-benar merepotkan,"
"Atau kalau kau mau besok biar aku tambah bekalmu dengan daging kancil ini," tawar Akemi lagi.
"Terima kasih Akemi,"
"Makanlah," kata pemuda itu lalu mengajak Hana untuk duduk di lantai memakan makanan seadanya yang dia masak tadi.
-
Malam akhirnya terlewati, Hana terbangun saat mendengar suara air dibelakang rumah tempatnya menginap itu. Segera wanita itu beranjak lalu keluar menuju pintu belakang yang semalam hanya dia lihat samar-samar.
"Kau ingin mandi Hana, kemarilah aku sudah menyiapkan air untukmu mandi, disana kamar mandinya," ucap Akemi. Terlihat pemuda itu membawa ember-ember kayu berisi air yang dia ambil dari menimba di sumur.
"Terima kasih Akemi,"
"Kau selalu berterima kasih sejak semalam, sudahlah ini karena aku hanya ingin membantumu dengan tulus, ayo,"
Hana mengikuti pemuda itu pergi menuju kamar mandi karena ini mengetahui letaknya. Setelah mengetahui dimana letaknya dia kembali masuk kedalam untuk mengambil satu setel pakaiannya.
Selesai mandi Hana disuruhkan dengan hamparan piring berisi makanan sederhana yang disiapkan Akemi.
"Silakan makan Yang Mulia Permaisuri. Maafkan atas kelancangan Hamba yang menganggap jika Anda bercanda, dan sekali lagi juga Hamba meminta maaf hanya bisa menghidangkan makanan seadanya," ajak pemuda itu, dia langsung duduk diatas tikar tempatnya menghamparkan makan.
"Tidak masalah Akemi, aku bukan orang yang mencari popularitas juga kemarin aku awalnya berniat menyamar tapi karena lelah aku menjawab tanpa sadar. Bagaimana kau bisa yakin jika aku tidak bercanda?" Hana ikut duduk di tikar.
"Aku melihat lencana yang tergantung pada kalung kudamu, dan aku tahu jika itu adalah kuda milik Kekaisaran Langit, Kekaisaran Bulan dan Kekaisaran Matahari yang kini menjadi satu," jelas pemuda itu.
Hana mengangguk, "itu benar untuk sementara waktu Kekaisaran akan menjadi satu dengan nama Kekaisaran Langit, karena kami belum memiliki kandidat yang cocok untuk menjadi pemimpin,"
"Jadi kenapa Yang Mulia pergi sendiri, bukankah berbahaya apalagi yang didatangi bukanlah tempat biasa?"
"Ini demi adikku, aku tidak mungkin mengorbankan suami yang merupakan Kaisar dua wilayah atau juga orang lain untuk pergi karena aku tahu wilayah ini," jelas Hana.
Akemi tidak menjawab lagi, dia hanya mengangguk saat melihat Hana yang mulai mengambil makanan dan menyuapinya. Ada rasa segan saat berhadapan dengan wanita nomor satu di negerinya hingga enggan hendak berkata saat makan karena dia tau itu bukan hal yang santun.
Selesai makan Akemi langsung menyiapkan beberapa potong daging kelinci bakar yang dia janjikan semalam kedalam kotak bekal untuk diberikan kepada Hana.
"Ini Yang Mulia, hanya ini bantuan yang bisa saya berikan pada Anda, maaf jika apa yang saya suguhkan dan sediakan kurang berkesan bagi Yang Mulia," pemuda itu menyerahkan kotak bekal Hana yang sudah dia bungkus dengan kain lalu diikat.
"Astaga Akemi, kau tidak perlu repot seperti ini, aku sudah menyiapkan perbekalanku, dan ini cukup untuk seminggu, lagi pula tidak sulit bagiku untuk berburu seekor kancil atau burung di hutan," ucap Hana.
"Tidak apa Yang Mulia, Anda tamu saya sudah sepatutnya saya memberikan yang terbaik," balas Akemi.
"Jika begitu terima kasih," lalu dua melompat naik keatas kuda.
"Anda berbeda dari para pejabat atau petinggi Kerajaan, jika mereka biasanya akan bersikap angkuh dan tidak pernah berucap terima kasih, tapi kau yang derajatnya sangat jauh dari mereka justru sangat sering aku mendengar kalimat itu kau ucapkan,"
Hana hanya tersenyum, lalu mengucap, "aku pergi,"
Akemi hanya mengangguk.
Kuda dipacu pelan karena kakinya masih belum kuat untuk berlari, walau tidak dalam, tapi darahnya keluar banyak kemarin. Hana tidak ingin dia kehilangan Uma yang sudah menemaninya sejak dulu.
Uma adalah kuda yang dulunya miliki Akihiro saat pria brengsek itu menyerangnya di gua, dan entah kenapa Hana benar-benar jatuh cinta pada kuda betina itu. Uma sendiri sudah pernah dipasangkan dengan kuda baru milik Eiji dan memiliki beberapa anak, mungkin setelah pulang dari sini Hana akan mengistirahatkan Uma dan hanya akan dipelihara tidak lagi digunakan untuk perjalanan.
"Kau masih kuat Uma?"
Khihkhihkhihk...
Ringkik kuda itu seakan menyahut pertanyaan tuannya.
Hana hanya tersenyum dan terus mengarahkan Uma untuk menuju arah yang benar.
Sekitar dua jam perjalanan pelan akhirnya Hana sampai ditepi hutan. Mengumpulkan segenap keberanian yanh entah kenapa tiba-tiba hendak menguap, menarik napas sedalam-dalamnya Hana akhirnya melangkah.
"Tunggu Yang Mulia," seru seseorang diiringi dengan suara hentakan kaki kuda yang menapak tanah begitu kencang.
Langkah kaki kudanya melayang saudara sebelum akhirnya berhenti dan berbalik melihat orang yang memanggilnya.
"Akemi?" mata wanita itu membola tidak menyangka pemuda itu akan menyusulnya.
"Syukurlah Anda belum masuk,"
"Ada apa? Kenapa kau menyusulku?"
"Hormat Yang Mulia Permaisuri Kekaisaran Langit, semoga Yang Mulia panjang umur,"
"Ada apa Akemi?" tanya Hana mengulang pertanyaan yang sebelumnya.
"Tidak Yang Mulia, aku hanya seorang pemuda yang hidup sebatang kara setelah kakekku meninggal satu minggu yang lalu," sahut Akemi yang tidak searah dengan pertanyaan Hana.
"Aku turut berduka, tapi apa maksudmu menyusulku seperti ini? Apa ada barangmu yang hilang terbawa olehku?" Dahi wanita itu mengerut dengan pertanyaannya sendiri. Tidak ada satu pun dia mengambil barang milik Akemi kecuali pemuda itu sendiri yang memberikan kotak bekalnya dengan selembar kain sebagai pembungkus
"Eh, tidak bukan begitu," Akemi menggaruk kepalanya yang tidak gatal karena bingung menjawab pertanyaan Hana.
"Lalu apa?"
"Izinkan aku jadi pengikutmu Yang Mulia,"
...TBC...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments