Bab 20 Latihan

Pagi harinya Hana menuruti semua perkataan Saki semalam. Dia bangun lebih awal bahkan dibanding wanita tua itu sekalipun. Dia lebih dulu memasak air dan nasi untuk mereka makan saat sarapan dan juga menyiapkan teh manis minuman wajib sang bibi setiap pagi.

Saki terbangun saat mendengar suara klontang dari sebuah sendok yang terjatuh ke lantai.

"Seharusnya kau tidak melakukan semua ini, aku memintamu bangun lebih awal bukan untuk melakukan ini, tapi untuk bersiap menahan dingin dari suhu disekitar sini. Tapi sudahlah, jika tubuhmu berpeluh seperti itu aku yakin, suhu lebih dingin dari ini pun kau pasti tahan. Sekarang kau mandi dan bersihkan dirimu. Kita akan sarapan ringan sebelum latihan," jelas Saki padanya.

"Baik, Guru,"

Saki hanya tersenyum mendengar panggilan Hana. Dia berlalu sambil memperhatikan pekerjaan wanita itu yang terkesan cukup rapi untuk ukuran wanita yang selalu memiliki dayang yang mengurus kebutuhannya. Sementara wanita dewasa itu juga berlalu dari hendak membersihkan dirinya.

-

Kini dua wanita berbeda generasi itu sudah berada dibelakang rumah hendak mulai melakukan latihan mereka.

"Sebelum aku memberikan ilmuku padamu, mari kita lihat apa kekuatan elemen utama milikmu," kata Sakit sambil mengambil sesuatu dari saku celananya.

"Aku bisa melakukan empat elemen sama kuatnya Guru," kata Hana.

"Sama kuatnya? Tapi kenapa tidak berlatih dengan benar jika begitu?" jawabnya dengan pertanyaan itu lagi.

"Seperti yang kukatakan tadi malam Guru, aku baru mengetahuinya. Ayahku menyegel kekuatanku ini," kata Hana. Dia maklum karena memang wanita itu sedikit pikun jika menyangkut hal-hal yang kurang penting menurutnya.

"Baiklah kalau begitu kau bisa memulai dengan melakukan pemanasan,"

Hana mengangguk lalu mengikuti semua gerakan Saki. Satu jam lebih melakukan pemanasan kini wanita tua itu meminta Hana untuk beristirahat sebentar sebelum melanjutkan latihannya lagi.

Wanita itu berjalan menuju rumah untuk mengambil minum, tidak lupa juga dia mengambilkan untuk Saki.

"Bunda, main yuk," ucap Aiko yang sudah berada disisi kanan tubuhnya.

"Nanti saja ya, Bunda lagi repot," katanya.

Wajah gadis itu langsung lesu namun dia tetap mengangguk. Hana terenyuh melihatnya. Melihat Aiko ini membuatnya teringat dengan Yuka dan Yuki, sedang melihat Aito membuatnya teringat dengan Kenzi dan Kenzo. Entah dimana kedua anaknya itu semoga Eito menjaganya dengan baik.

Dia kembali lagi keluar lalu menyerahkan segelas besar air pada Saki. wanita tua itu menerimanya dan meneguknya seperempat gelas lalu meletakkannya disamping tempatnya duduk dan menutupnya dengan selembar kain bersih yang dia bawa.

"Baik kita lanjutkan Hana,"

Hana mengangguk.

"Karena disini kamu sudah mengetahui elemen apa saja yang bisa kamu kendalikan maka, maka mari kita lewatkan saja tahap pertama. Tapi sekarang aku minta kau untuk mengubah benda," kata wanita tua itu sambil memberika sebuah piring datar yang terbuat dari besi.

"Mengubahnya?" tanya Hana bingung. Dia menerima piring itu dengan telapak tangan terbuka.

"Iya ubah piring itu menjadi gelas,"

"Oh, itu perihal mudah," kata Hana sedikit sombong. Dia meleburkan besi itu hingga ke titik lelehnya dengan kekuatan panas dari elemen api miliknya. Lalu membuat sebuah lubang pada tanah mengaturnya hingga bisa dia gunakan untuk mencetak lelehan besi itu menjadi gelas. Tidak sampai sepuluh menit gelas itu telah terbentuk sempurna setelah dia siram dengan air agar segera mendingin.

"Aku tidak menerima ini. Aku ingin kau mengubahnya dengan mengendalikan piring itu, bukan mengubahnya dengan mengendalikan kekuatan milikmu,"

"Maksudnya?" Hana bertanya tidak mengerti.

"Kau wanita cerdas Hana, jangan buat aku kecewa, sekarang kembalikan gelas itu menjadi piring dengan mengendalikannya," kata Saki lalu berlalu pergi meninggalkan Hana seorang diri di lapangan belakang rumah itu.

"Apa yang dimaksud oleh Bibi, aku tidak mengerti," Hana akhirnya duduk di batu sambil memegang gelas itu di tangannya.

Tangannya menimang gelas besi itu sambil sesekali mengambungkannya.

Klontang!

Secara tidak sengaja dia terlambat menangkap gelas itu dan terjatuh. Penyok. Sudah pasti gelas itu berubah bentuk karena tertekan saat jatuh barusan.

"Aissh... bukannya berhasil menjadi piring aku justru membuat bentuknya jadi tidak jelas," keluhnya.

Akhirnya dia kesal dan turun dari atas batu lalu duduk menjeplak diatas tanah. Diletakkannya gelas besi itu dihadapannya dan kedua tangannya kini terulur.

"Berubahlah!" serunya pada gelas itu.

Hening sesaat dan tidak terjadi apapun pada gelas itu. Benda itu masih teronggok membisu disana tidak berubah walau sedikitpun.

"Oh, ayolah Hana, kau bukan anak kecil lagi yang harus berseru-seru aneh seperti itu," ucapnya lalu mengambil lagi gelas itu.

"Bagaimana Hana kau sudah berhasil," suara itu pelan namun mampu membuatnya terlonjak kaget.

"Kenapa Bibi dari sana? Bukannya Bibi tadi ada di rumah?" tanya Hana. Karena Saki datang dari belakangnya.

"Aku tadi keluar lewat depan," jawab wanita itu. Dia mengulurkan tangannya meminta hasil kerja Hana.

Dengan pelan Hana memberikannya.

"Belum berubah sedikit pun,"

"Iya Bi, aku akan berusaha lebih keras lagi,"

"Silakan, tapi jangan lupa sebentar lagi makan siang,"

Hana mengangguk lalu menyambut lagi gelar yang diulurkan padanya. Matanya membelalak.

"Bagaimana bisa?" gumamnya pelan.

"Kenapa Hana?" tanya Saki menyelidik.

"Tidak Bi," jawabnya sambil menggeleng.

Saki pergi meninggalkannya setelah berkata-kata yang seperti menyemangatinya.

"Bagaimana bisa?" gumamnya lagi sambil memutar gelas itu di tangannya. Gelas itu mulus seperti pertama kali dia selesai mencetaknya. Tidak ada lagi penyok yang dia hasilkan karena terjatuh. Oh, ayolah apa dia akan berhasil berlatih hari ini?

-

"Bagaimana perasaanmu?"

"Tentu saja buruk. Kau pikir ditinggal istri dengan alasan ada yang lebih baik dari suaminya sendiri itu akan membuat yang suami baik-baik saja,"

"Hahahahahaha.... kau ini ada-ada saja,"

Eiji hanya merengut kesal. Pasalnya pria dihadapannya kini senang sekali tertawa diatas penderitaannya.

"Sudahlah Eiji, menjadi duda tidak seburuk itu, apalagi kau dulu berkata kau menikahinya setelah dia juga sudah sempat menikah walau cuma beberapa jam,"

"Tapi tetap saja Benjiro, aku telah menikah lama dengannya tentu saja rasa cintaku padanya tidak main-main,"

"Halaaaaah... lebih baik kita bersenang-senang. Aku akan memanggilkan sepuluh orang geiko terbaik disini sore ini, kau boleh bebas memilih sesukamu. Atau jika kau ingin semuanya juga tidak masalah,"

"Tidak perlu,"

Eiji bangkit meninggalkan ruang Kekaisaran itu. Dia sebenarnya bingung, setiap kali dia berkata ingin segera melanjutkan perjalanan ada saja kejadia aneh. Seperti waktu Hana dan Harumi masih ada, dia justru melihat Hana yang sedang bercumbu dengan salah satu petinggi Kekaisaran yang masih muda, hingga akhirnya Hana berkata jika dia akan pergi karena telah mendapatka pria yang lebih baik.

Dan beberapa hari yang lalu, dia juga berkata lagi dia ingin melanjutkan perjalanan tapi besok paginya dia justru jatuh pingsan dan sakit selama beberapa hari.

"Apa aku pergi tanpa pamit saja, ya?" dia membatin sambil mengangguk saat seorang dayang melintas memberi hormat padanya.

...TBC...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!