Gubuk Derita dan Kenangan Indahnya

Rumah yang lumayan besar, Tami dapatkan dari mendiang kedua orang tuanya. Calli diterima masuk dan menjadi bagiannya. Pintu itu terbuka lebar menyambutnya yang sedang hamil.

Ketika kekecewaan Mamanya padanya, dia terpaksa diusir. Menjadi calon seorang ibu di usia muda tanpa pendamping menjadikan Calli harus menelan pahitnya berpisah dengan satu-satunya manusia yang sangat berharga.

Manusia di dunia ini pasti memiliki letak kesusahannya masing-masing, layaknya Calli yang tidak bisa memilih harus kesalahan mana yang hadir dalam hidupnya. Berkatnya yang kenal Amar sejak lama, dia membantu Calli sampai bisa menjadi sahabat Tami.

“Kamu sekarang sudah berada di puncak, Calli. Semua orang menyukaimu, bahkan berita yang sempat beredar sangat panas kini mulai mereda. Benar-benar kekuatan dari seorang Calli dan orang-orang yang di belakangmu sangat menakjubkan. Aku sampai terpesona bercampur terheran-heran. Apa yang mereka sukai darimu?” ucap Tami tanpa peduli bagaimana perasaan Calli.

Tami tersenyum sinis. “Kebanyakan aku habiskan waktuku kemarin untukmu dan anakmu yang tidak menyukaiku. Sejak lama mereka hinggap bagai benalu, lihat apa yang mereka berdua berikan padaku. Menatapku saja enggan,” ungkap Tami yang tak kalah menyakitkan lagi.

“Ayo! Kita bicarakan di tempat lain.” Calli beranjak dari tempat duduknya.

“Kenapa? Kamu takut bahwa orang-orang yang berada di sini mendengar keburukanmu? Aku paham, artis papan atas tidak boleh tercemar namanya. Tapi maaf, aku sudah tidak tertarik membahas apapun denganmu!” sahut Tami mendahului Calli.

Tami membalikkan badannya mendekati Calli lagi. “Aku lupa bilang, kamu sukses mendapat perhatian Kak Amar. Dia juga mengancamku untuk menghancurkan karirku, apabila aku menunda memberitahumu. Kaget kalau Kak Amar sudah tahu? Dia lebih mengenalku dibandingkan kamu Calli!” bisik Tami lalu meninggalkan Calli.

Calli harus bisa menahan dirinya, kakinya mulai bergetar hebat. Badannya kaku sangat berat untuk digerakkan. Inilah yang Liam takutkan ketika sulit memberikan izin pada Calli keluar dalam keadaan emosi yang tidak terkontrol.

Gangguan kecemasannya sepertinya muncul tiba-tiba. Mungkin terjadi lantaran Tami yang mengungkapkan Amar yang sudah tahu mengenai rencana buruk Tami. Dia merasa dihancurkan hatinya, keduanya kepercayaan Calli.

“Sejauh mana kamu mengetahuinya, Kak?” Calli memegangi dadanya yang sesak.

Hampir saja badannya luruh ke bawah, Liam bersama kedua anaknya menghampiri Calli. Liam memegangi badan Calli, lalu menggendongnya menuju mobil. Beberapa orang memandangnya, salah satu dari mereka ada yang sangat mengenali sosok Calli.

Arlo dan Arlova yang merasa diperhatikan, memberikan senyuman kepada mereka dengan sopan. Manisnya anak Calli yang bisa mengekspresikan diri untuk menghadapi pandangan orang.

“Sayang, cepat kita harus pulang,” ucap Liam memanggil Si kembar.

Mereka berdua yang tadinya ikut panik, melangkah memenuhi panggilan Papanya dengan senyum lebar. Arlo yang kadang bersikap dingin pun bisa mencair. Apa yang mereka dapatkan?

“Kamu enggak papa?” tanya Liam khawatir, menoleh ke arah Calli yang ada di sampingnya.

Bukannya menjawab pertanyaan Liam, Calli menghadap ke arah Si kembar yang berada di kursi belakang. “Kalian enggak papa sayangnya Mama?” tanya Calli lebih cemas.

“Kami baik-baik saja, Mama. Seharusnya kami yang bertanya, apakah Mama sehat?” balas Arlo.

Calli merasa lega mendapat balasan positif dari Arlo. “Kamu bisa-bisanya mengajak mereka!” bentak Calli yang memaksakan diri.

Arlova meraih baju Calli menarik-nariknya pelan. “Mama, bukan salah Papa. Kak Arlo dan Arlova yang minta, sekalian jemput Mama sambil bisa jalan-jalan sore.” Arlova membela Papanya agar tidak mendapat omelan.

Calli mengurungkan niatnya untuk berkoar-koar yang akan disaksikan langsung dengan Si kembar. Akhirnya, Calli mengalah dan memilih diam.

“Mama, tadi ada yang bilang kalau ‘wah! itu anak kembar Calli, sangat menggemaskan’ begitu. Arlova sangat happy mendengarnya,” ucap Arlova yang mendapatkan pujian.

Arlova mengangguk setuju, Calli tersenyum. “Oh, iya, beruntungnya yang baru saja dapat sanjungan,” balas Calli.

“Lalu kenapa Mama sering diam-diam kalau sedang bermain dengan kami. Apa yang Mama takutkan? Apalagi sekarang Arlo dan Arlova sudah mempunyai Papa yang akan menjaga kita,” ujar Arlo yang sangat polos.

“Dulu, Mama ingin melindungi kalian sayang. Kelak kalian akan paham maksud Mama,” balas Liam menengahinya.

Liam tahu dengan kondisi Calli yang masih belum stabil. Jemarinya yang dia pegangi agar tak terlihat menahan gemetarannya. Berkali-kali menghembuskan dan mengeluarkan napasnya sampai teratur.

...***...

“Mama yakin enggak mau ikut?” tanya Calli meyakinkan Lana.

Hari sudah berlalu, Calli bersama keluarga kecilnya ini akan melihat tempat tinggalnya dulu bersama orang tuanya. Akan tetapi, Calli yang sudah membujuk Lana dari semalam tetapi menolak ikut.

“Mama tunggu sini aja, Nak. Kamu berangkat sana, kasihan mereka sudah menunggu lama,” balas Lana yakin.

“Baiklah, Calli pergi dulu, ya.”

“Hati-hati di jalan, bilang sama Liam jaga keselamatan saat berkendara,” ujar Lana mengencangkan suaranya, Calli sudah beranjak dari kamarnya.

Liam dan kedua anaknya sudah bersiap, bersamaan memakai kacamata hitam. Liam berbentuk persegi, sedangkan Arlo dan Arlova bentuk bulat. Calli yang baru saja keluar, memakainya juga sama dengan Liam

“Mari kita berangkat Nyonya Liam?” tanya Liam.

Calli membuka sedikit kacamatanya, menyipitkan mata melihat Liam. “Ayo! Hidupkan mobilnya sekarang, sayang!” titah Calli tanpa ragu.

Liam dan kedua anaknya memberi reaksi tak terduga. Membuka mulutnya lebar, terkejut panggilannya pada suami sekaligus Papa mereka. Liam yang salah tingkah mencoba profesional membuka pintu untuknya.

“Silahkan memasuki kendaraan dengan penuh pelayanan yang sangat mewah ini,” ucap Liam.

Calli sudah duduk, tinggal Liam yang masih membantu Si kembar. Liam sudah siap, dia mulai menginjak pedal untuk melajukan mobilnya dengan kecepatan normal.

“Musik, Papa. Mana lagu yang Papa nyanyikan, tapi jangan yang sedih, ya,” pinta Arlova yang sudah siap terhanyut dengan nyanyian Papanya.

Perjalanan yang dipenuhi dengan full gembira, Calli bisa melupakan lukanya kemarin sejenak. Apalagi melihat kelakuan Si kembar yang sangat heboh. Hafal tidaknya merekam bergaya mengikuti jalannya musik. Sampai tidak terasa, mereka telah sampai.

“Ini rumah Nenek, Ma?” tanya Arlo.

“Benar sekali, mari kita masuk.” Calli menggandeng kedua anaknya.

Kunci sudah Calli berikan pada Liam, tugas Liam membukanya. Benar-benar antara membuka luka dan kenangan indah. Calli mempersiapkan diri untuk mengingat kenangan, terutama bersama Papa dan Mamanya.

“Mama, apa kami boleh keliling?” tanya Arlo yang antusias dengan rumah yang tak kalah besar dari rumah Calli.

“Boleh sayang, tapi tetap harus berhati-hati, ya.”

Calli mengajak Liam ke kamarnya dulu, keadaannya yang sudah sangat berubah. Kemungkinan memang sudah ditempati orang lain, dindingnya juga sudah tidak sesuai dengan gaya Calli.

“Ini menjadi saksi aku menangis berhari-hari karena takut,” ucap Calli membuka suara.

Mereka duduk di atas kasur, Liam menatap Calli. “Takut dalam hal?” tanya Liam yang siap mendengar.

“Saat aku tahu hamil, semua dipenuhi ketakutan. Bagaimana aku memberitahu Mama yang saat itu masih terpukul dengan kematian Papa? Kalau Papa tahu, pasti dia akan kecewa dengan perbuatanku. Lainnya, akankah duniaku benar-benar hancur? Adakah kesempatan untukku agar tetap menjadi seorang pianis terkenal? Banyak sekali pertanyaan yang hampir membuat aku menyerah,” ungkap Calli menundukkan kepalanya.

Liam kembali merasakan rasa bersalahnya kalau sudah membahas anak. “Aku minta maaf, aku menyadarinya sangat terlambat,” balas Liam.

“Mama sangat kecewa, tapi bagaimana dengan aku yang lebih menyalahkan diriku. Aku diusir dengan hinaan dan amarah yang besar dari Mama. Semuanya bagaikan hembusan angin yang tak memiliki beban. Aku menghilang, tanpa ada yang mencariku,” ucap Calli lagi.

Liam menarik Calli dalam pelukannya. “Kamu hebat, Calli. Kamu mengatasinya dengan sangat baik. Kamu layak diperjuangkan dan mendapat kebahagiaan yang mesti harus menjemputmu.”

Di saat keduanya meluapkan emosional, tiba-tiba saja panggilan kencang dari Arlova membuat keduanya terkejut.

“Mama, Kak Arlo kesakitan!” pekik Arlova.

...----------------...

Terima kasih telah membaca karya ini.

Mohon dukungannya dengan memberi like, vote, subscribe, dan beri ulasan💜

^^^Salam Hangat^^^

^^^Cacctuisie^^^

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!