Memaksa Memasak

“Mau tahu aja, pokoknya beban. Bayangin artis yang masih tersandung kasus, tiba-tiba harus biasa aja dengan rekan kerja yang lain, berat untuk aku,” ucap Calli.

“Kasus apa, sih? Orang juga banyak yang suka dengan Si kembar. Apalagi penggemarku, mereka sangat terbuka dengan hubungan kita. Jangan selalu menjadikan semua beban, sayang. Semua orang pasti memiliki masa lalu, bukan?” sahut Liam memberikan semangat pada Calli.

“Hm, nggak semua bisa menerima juga, kan. Kadang suka sedih sendiri dengan netizen yang asal menilaiku. Mereka tidak mengerti jalan hidupku, tapi seolah-olah mereka yang paling paham. Aku itu pemikir berat, mana suka cek media sosial. Terlebih lagi, nggak semua rekan kerja itu bisa berlapang dada bekerja sama. Huh! Aku akan melakukan yang terbaik sebisaku,” balas Calli.

“Jadi, sore ini kita pulang? Aku masih belum mau balik, gimana kalau satu hari lagi?” rengek Liam memohon.

“Nggak bisa, harus pulang. Kita berlibur lagi kalau waktunya pas dan senggang, kita ajak juga Arlo dan Arlova,” ucap Calli.

Dia hendak menyiapkan pakaian untuk pulang nanti, mata Liam mengikuti kemanapun Calli melangkahkan kakinya di dalam kamar itu. Liam yang merasa lesu, mendekati Calli. Menggendongnya secara paksa menuju ranjang, Calli terpaku dengan tatapan Liam yang berada di atasnya.

“Mau apalagi?” tanya Calli dingin.

“Kamu belum jawab ungkapan cinta dariku, memangnya kamu nggak ada lagi rasa untukku?” tanya Liam dengan tatapan mendominasi.

“Padahal aku pernah bermain adegan semacam ini, tetapi kenapa ditatap Liam aku jadi lemah. Calli bangun, jangan mau diperalat Liam seperti ini. Cukup sekali Calli kebobolannya,” batin Calli sambil mengerjapkan matanya.

Calli berusaha melepaskan diri dari suaminya, namun usahanya gagal. “Kamu kenapa, sih? Aku nggak mau bahas cinta-cinta sekarang, fokus aja sama pekerjaan kita. Jangan menganggap serius juga permintaan Si kembar. Anggap aja semalem itu cuma kesalahan,” jawab Calli. Liam tambah lemas, usahanya ternyata gagal total membuat wanitanya ini kembali jatuh cinta.

“Bisa-bisanya kamu bilang kesalahan, terus suara yang sema …” ucapan Liam terhenti, tangan Calli cepat menutupnya.

“Jangan mengotori telingaku, Liam. Cukup sudah, aku mau bersiap. Jangan main-main terus, kita ini sudah tua. Nggak ada waktu untuk seperti ini.” Calli meninggalkan Liam yang masih berpikir di atas ranjang, menatap atap dengan tatapan nanar.

“Sentuhanku tidak membuatnya tersentuh, jangan harap aku akan menyerah, Calli,” batin Liam.

Calli berjalan menuju kamar mandi, dia menekan dadanya beberapa kali. Hampir saja degupannya akan meledak, untung saja suaminya tidak mengetahui secara langsung. Kalau iya, Calli sulit menghadapinya. Dia belum mampu mengobati lukanya, apalagi menerima Liam.

“Kayaknya memang kita jangan keseringan berdua, Liam sangat liar. Aku kira dia polos, ternyata suhunya para buaya,” ucap Calli masih tidak menyangka.

Dia yang masih mempersiapkan diri untuk menghadapi Liam.Tiba-tiba pintu diketuk berkali-kali. “Ih, kamu ngapain, sih? Kurang kerjaan banget!” pekik Calli.

“Buka pintunya, sayang. Ada Arlo dan Arlova menelpon, kamu nggak mau mengatakan apapun pada mereka?” sahut Liam.

Calli membuka pintunya, segera mengambil ponselnya untuk menghindari Liam. Berjalan dan duduk di tepi kasur. Liam mengikuti Calli, duduk di dekatnya sambil melihat kedua anaknya tersenyum.

“Mama … Arlo tadi, kan belajar piano. Terus dapat pujian, katanya pelatih Arlo sangat mirip dengan Mama. Pandai dan cepat memahami sesuatu.” Arlova menyerobot ponsel yang Arlo pegang.

“Padahal Arlova juga tadi juga dapat pujian, bahkan nilai Lova besar, Mama. Tapi, Kak Arlo selalu mengganggu Lova, katanya suara Lova jelek kalau nyanyi. Nenek Lana, malah belain Kak Arlo,” ucap Arlova mencebikkan bibirnya.

Lana sampai menahan tawanya, melihat kedua cucunya ini saling minta perhatian. Liam dan Calli saling tatap, menggelengkan kepala mendengar aduan Si kembar. Obrolan mereka berakhir, ketika Calli mengatakan akan pulang hari ini. Kali ini, Liam tidak ingin mengganggu istrinya bersiap, dia keluar mencari udara segar.

Liam berjalan, dia mendapatkan ide untuk memberikan oleh-oleh untuk anaknya dan kedua Ibunya. Tanpa mengabari Calli, mengenakan baju serba hitam dan kacamata. Ingin sekali Calli menikmati udara luar, namun dia sudah dikirim pekerjaan oleh Amar.

“Kebiasaan banget Kak Amar, mengirim apa-apa selalu aja mepet waktu,” kesal Calli membaca pesan Amar.

Sore harinya, mereka sudah berada di bandara. Bersiap keberangkatan pulang, Liam terus menggandeng tangan Calli. Ada beberapa orang yang memperhatikannya, Calli merasa tidak tenang.

“Kamu nggak papa?” tanya Liam.

Calli mengangguk pelan, padahal dia sangat terganggu dengan mereka. Bahkan, ada celetukkan yang mengatakan keburukan seorang aktris Calli. Liam hendak menghampiri orang-orang itu, namun Calli mencegahnya.

“Kenapa?” tanya Liam.

“Jangan membuat keributan, mereka juga belum tahu kalau kita mendengarnya. Sudah, lupakan saja,” ujar Calli mencoba menenangkan diri.

Beberapa jam kemudian, mereka telah sampai di depan rumah. Hampir tengah malam, kedua anaknya pun sudah terlelap. Lana memeluk Calli, dia tahu bahwa putri kecilnya ini sedang mendapatkan goncangan besar.

“Mama sudah siapkan kalian makan malam, kalau lapar tinggal makan saja, ya,” ujar Lana.

“Makasih, Ma. Nanti kami akan makan, Mama istirahat saja, ya.” Calli menepuk bahu Mamanya pelan.

...***...

Tiga hari berlalu begitu saja, Calli bangun sangat pagi. Dia memastikan belum ada yang menyaksikan aksinya. Dia membuka ponselnya, memaksa memasak untuk keluarganya. Bermodalkan resep dari internet, Calli menikmati pelajaran memasak yang langsung dipraktekan.

Calli yang tidak pernah menyentuh dapur, malu sendiri melihat kelakuannya. “Memang lebih baik minta masakin pembantu aja, tapi hari ini aku ingin sekali memasak untuk mereka. Percuma aja, kan, aku udah minta Bibi libur hari ini masak, kalau hasilnya nggak enak,” gumam Calli.

Calli mencicipi nasi goreng dengan irisan daging ayam, dari ekspresinya cukup mengesankan. Akan tetapi, ketika mencicipi telur mata sapi kesukaan Si kembar, Calli merasa masakannya sangat hancur. Rasanya sangat asin, bahkan dia sendiri tidak sanggup menelannya.

“Aduh! Harus ngulang lagi buatnya. Cukup sekali aja aku masak, ini aja kenapa nasinya bisa gosong, ya?” tanya Calli tanpa berharap ada yang menjawabnya.

Di meja makan, satu per satu penghuni rumah sudah duduk. Lana juga sempat terkejut, Calli yang menyiapkan makanan, masih menggunakan celemek.

“Ini Mama yang masak?” tanya Arlova melihat nasi yang dibentuk hati.

Calli tersenyum canggung, mereka memakan masakan Calli untuk pertama kali. “Gimana rasanya?” tanya Calli ingin tahu.

Mereka saling kode, memberikan jempol bersamaan. Calli merasa lega, walaupun dia tidak tahu apa yang sebenarnya mereka rasakan. Setelah sarapan, Calli membiarkan Liam mengantar Si kembar.

Calli membersihkan badannya, bersiap untuk berangkat syuting pertama. Liam sudah bertindak cepat, mengirimkan pesan pada Amar agar tidak menjemput Calli.

“Biasanya sudah cepet jemput, Kak Amar. Apa ada masalah, ya?” batin Calli.

Liam baru saja masuk. “Ayo! Nona kita berangkat,” ucap Liam.

“Aku nunggu Kak Amar, kamu siap-siap aja. Hari ini mau latihan, kan?” balas Calli.

“Aku sudah bilang ke Kak Amar, aku akan mengantarmu. Jadi, dia nggak akan menjemput,” balas Liam.

Calli pasrah, dia ikut saja apa yang dikatakan Liam. Di jalan, dia hanya mendengarkan nyanyian Liam. Tiba-tiba saja, dia terkejut melihat pesan Amar. “Apa ini maksudnya?” tanya Calli membelalakkan matanya sempurna.

...----------------...

Terima kasih telah membaca karya ini.

Mohon dukungannya dengan memberi like, vote, subscribe, dan beri ulasan💜

^^^Salam Hangat^^^

^^^Cacctuisie ^^^

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!