Perundungan

“Mama akan pulang, siapkan sopirnya!” titah Rengganis, Mama Liam yang masih berat menerima pernikahan keduanya.

Tangan Arlova memegang ujung baju neneknya itu. “Nenek tidak ingin menginap di sini? Kamar Mama sangat banyak, Nenek juga bisa tidur bersama Arlova dan Kak Arlo.” Arlova mengedipkan matanya berkali-kali, berharap Rengganis berubah pikiran.

Rengganis mengusap lembut rambut Arlova. “Nenek nggak mau mengganggu ketenangan kalian, Mama kalian tidak menyukai Nenek,” bisik Rengganis sambil merangkul Arlo dan Arlova.

“Nenek nggak boleh bohong, Mama itu sangat  menyukai Nenek. Makanya menginap saja biar Nenek bisa berteman dengan Mama. Kayak Nenek Lana.” Arlo melepaskan rangkulan Rengganis.

Calli mendekati mereka. “Jangan memaksa sayang, Nenek tidak betah di sini. Lain kali saja, ya. Kita akan mengunjungi rumah Nenek.” Calli menepuk pundak Arlo pelan.

“Cepat, Liam. Mama sudah lama menunggu,” ujar Rengganis.

“Bentar, Ma. Sopirnya lagi mengeluarkan mobil,” jawab Liam.

Akhirnya Rengganis keluar dari rumah itu malam-malam. Hubungan Rengganis dengan cucunya memang baik-baik saja, namun tidak dengan Calli. Pasalnya, Liam hanya meminta restu tanpa mendengar pendapatnya. Padahal, Rengganis belum siap menerima Calli sebagai menantunya. Selain itu, Rengganis masih takut jika dapat berpengaruh pada karir Liam

“Kalau mereka tidak menikah juga, kedua anak wanita itu akan kuakui. Liam tidak pernah memikirkan masa depannya, bagaimana jika publik menentang hubungan mereka,” gumam Rengganis di dalam mobil.

...***...

Arlo dan Arlova yang sangat senang kedatangan seorang Papa, mengikuti kemanapun Liam pergi. Bahkan ke kamar mandi, kalau bisa masuk pasti mereka akan ikuti. Calli sampai jengah sendiri, melihat ketiga orang yang mondar-mandir di ruang tamu. Liam mengajak kedua anaknya bermain, tawa yang tidak pernah Calli lihat sebelumnya.

Liam duduk mendekati Calli. “Jangan dekat-dekat, aku masih belum mau menerima kamu,” tolak Calli agak menjauh.

Arlo dan Arlova ikut berada diantara keduanya. “Mama, adakan film Mama tentang kembalinya anak yang hilang. Bukankah ini mirip dengan perannya Mama? Kita bisa menemukan Papa, padahal nggak kehilangan. Tapi, kalau lihat Papa di televisi rasanya ingin Arlova menarik tangan Papa biar bisa keluar dari layar itu. Papa nggak rindu sama kita?” ungkap Arlova di sebelah Liam.

“Rindu sekali, tapi emang Arlova bisa menarik Papa keluar dari televisi? Bukankah itu berbahaya?” Liam mengangkat Arlova ke pangkuannya.

“Sayangnya nggak bisa, Arlova jadi iri kalau teman-teman menceritakan Papanya kalau pulang dari kerja selalu membelikan mainan. Sedangkan Arlova, cuma bisa melihat Papa dari kejauhan,” ungkap Arlova mencebikkan bibirnya.

Calli menyaksikan kedua anaknya yang sangat manja pada Liam. Calli memakluminya, baru kali ini mereka merasakan bagaimana rasanya bisa berkumpul dengan Papanya yang setelah sekian lama menanti pertemuan ini. Hal yang selalu membuat Calli bangga, Arlo dan Arlova tidak pernah protes dengan keadaan, mereka tidak pernah memaksa untuk bertemu Liam. Meski mereka tahu, lagu yang sangat indah dan manis mereka dengar adalah nyanyian dari Papanya sendiri.

“Mama mau ke mana?” Calli hendak beranjak, ditahan oleh Arlo.

“Mama cemburu, kalian tidak memperhatikan Mama,” jawab Calli dramatis.

Mereka berdua langsung turun, memegangi tangan Calli satu-satu. “Nggak boleh cemburu, Mama. Kami sayang Mama juga. Gimana kalau malam ini tidurnya bersama?” balas Arlo.

“Malam pertamanya, bareng anak-anak. Mungkin lain kali bisa berdua aja,” batin Liam mengelus dada.

Alhasil, mereka tidur dalam satu kamar yang sama. Liam menceritakan kisah perjalanannya menjadi seorang penyanyi. Paling tertarik dengan cerita Liam yaitu Arlo. Dia sangat menyukai musik, bahkan dia juga belajar memainkan piano. Dia sangat pandai melatih konsentrasinya dan gerakan tangan yang lihai mengikuti Calli. Arlova yang kurang tertarik, mulai terlelap dalam pelukan Liam. Arlo memandang Papanya, lama-kelamaan menyusul Arlova.

“Kamu belum mau tidur?” tanya Liam pada Calli.

“Tidur, lah. Besok aku akan menemui Kak Amar, sepertinya dia sangat marah sampai enggan menghadiri acara pernikahan kemarin,” balas Calli.

“Harus banget ngegas gitu jawabnya.” Liam menyenggol kaki Calli.

“Apa, sih. Jangan sok akrab. Ingat! Kita menikah untuk kebaikan si kembar.” Calli mengubah posisi tidurnya agar tidak menghadap Liam.

...***...

“Lepaskan rambut Lova, kalian anak nakal!” pekik Arlova meraih rambut teman laki-lakinya.

“Kamu juga tidak mau melepaskan tanganmu, dasar enam jari jelek!”

“Daripada kamu, hidung pesek beraninya sama perempuan. Lemah!” Arlova yang tidak mau kalah.

Kedua anak laki-laki yang biasa mengejek Arlova, lantaran jarinya sering kali terjadi pertengkaran. Namun, saat ini tidak bisa dielakkan adanya baku hantam antara mereka bertiga. Arlova yang tidak ada rasa takut, maju berusaha menghajar mereka. Arlo tidak suka dengan keributan, dia hanya menutup telinganya.

Di saat dia sudah bersiap hendak menemui Amar, tiba-tiba ponselnya berbunyi. “Baik, Bu. Saya akan segera ke sana.” Calli segera pergi.

“Kenapa buru-buru sekali?” tanya Liam yang sedang makan buah.

“Arlova mengalami perundungan, pasti karena jarinya.” Calli memakai sepatu haknya dengan susah payah.

“Biar aku saja, kamu fokus saja dengan kesalahpahaman dengan Amar. Berikan aku kesempatan untuk memerankan posisi Papa untuk mereka,” pinta Liam.

“Aku tidak ingin anakku terluka, cepat kabari kalau terjadi apa-apa.” Calli pergi menuju kantor manajernya.

Liam telah sampai lagi di sekolah anak kembarnya, bergegas menuju ruang guru. Liam terkejut melihat keadaan Arlova. Rambutnya berantakan, tatapan mata tajamnya sangat mirip dengan Calli melihat kedua anak laki-laki di sampingnya sedang menangis.

Arlova berlari ke arah Liam. “Papa, lihat teman Arlova menghina adik kecil. Terus Arlova balas mereka, malah menangis. Untung ada Miss Iva, jadi mereka tidak nakal lagi sama Arlova.” Gadis itu memeluk Liam.

Orang tua dari kedua anak itu pun datang. Biasa sekali anak-anak bertengkar, akan tetapi lebih baik jika diberitahu mengenai bahayanya perundungan meskipun maksudnya hanya bermain. Pengajaran sejak dini, lebih baik agar tidak terlambat disadari terbawa sampai remaja.

“Di mana Kak Arlo?” tanya Liam yang mencari-cari Arlo.

“Pasti menunggu di depan kelas. Papa, Kak Arlo itu penakut, masa lihat Arlova diganggu malah mundur. Kalau kata Mama tidak boleh lemah, apalagi sama orang yang jahat sama kita.” Arlova mengadu sambil mempraktikkan cara dia menghajar temannya tadi.

Liam mengelus pucuk kepala Arlova, lalu menyapa Arlo yang menundukkan kepalanya lemah. Ada rasa bersalah terpancar dalam matanya, Liam mendekatinya dan meraih kedua tangannya.

“Pasti ada hal yang membuatnya menjadi seperti ini,” batin Liam menatap Arlo.

...***...

“Aku belum ingin bertemu denganmu,” ucap Amar melihat siapa yang membuka pintu.

“Maafin aku, Kak. Aku tidak punya pilihan, selain mengungkap kebenaran kedua anak kembarku. Sudah sangat lama aku menyimpannya, aku ingin mereka diakui dan mendapat kasih sayang juga,” jelas Calli.

“Aku tahu maksudmu, tapi pernahkah kamu memikirkan bagaimana perasaanku. Kamu tidak menghargaiku, apa susahnya bilang dulu. Jangan memutuskan sendiri sesukamu, lihat perbuatanmu. Tidak semuanya bisa menerimanya!” kesal Amar.

“Aku tidak peduli lagi, Kak. Mereka yang ingin menghujatku silahkan, aku yakin berita itu perlahan tenggelam,” sahut Calli.

“Kamu tidak tahu usahaku meredakan media agar tidak terus menyebarkan foto itu. Terserah kamu saja. Drama horor yang akan kamu perankan telah dibatalkan. Aku berusaha akan menghubungi kembali, kamu tidak boleh melepaskannya.” Amar mengambil ponselnya, namun tangannya ditahan oleh Calli.

“Kenapa?” tanya Amar bingung.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!