Ungkapan Cinta

Di dalam selimut putih, menutup kedua manusia yang sedang merasakan kehangatan cintanya. Calli yang membelakangi Liam, mengedipkan mata berkali-kali. Ketidakmampuannya dalam menolak ajakan maut Liam, akhirnya malam ini mengingatkannya pada aktivitas yang sangat menyakitkan di masa lalu. 

Perbedaan yang dia rasakan kali ini, mereka melakukannya dalam keadaan sadar. Calli yang tadinya menolak, menikmati setiap sentuhan yang Liam berikan. Tidak pelan, namun tidak juga kasar. Kali ini, dia ikut menikmati permainan Liam.

“Kamu nggak mau ngeliat aku? Ada yang aku omongin padahal,” ujar Liam.

“Tinggal bilang aja, sih,” sahut Calli masih dingin.

Tangan Liam memeluk Calli dari belakang, Calli menahan napasnya yang memburu. Gesekan kulit mereka yang bertemu, membuat Calli berhenti berpikir. 

“Kamu kayaknya sangat lihai dengan perempuan,” tegur Calli yang merasa kurang nyaman dengan posisi mereka.

“Maksudnya? Jangan kamu berpikir aku sering melakukan ini? Ini juga kedua kalinya dengan orang yang sama, kayaknya kamu yang lebih tahu. Apalagi tadi ….” Calli membalikkan badannya menghadap Liam, menutup mulut pria itu.

Tatapan mereka beradu, meskipun cahayanya remang-remang. “Kayaknya aku salah langkah lagi!” batin Calli merutuki perbuatannya.

Liam menyingkirkan tangan Calli. “I Love You, Honey!” ungkap Liam merapatkan pelukannya.

Calli terpaku, dia sangat ingin menghilang dari bumi, sekarang juga. Pipinya mungkin saja sudah memerah padam.

“Laki-laki ini sedang kesambet atau gimana, sih? Aku mau pergi dari sini, tapi gimana caranya? Masa iya, lari tiba-tiba tanpa sehelai kain, bisa-bisa Liam makin gila pikirannya,” batin Calli lagi 

Liam menahan senyumnya, agar tetap terlihat cool. “Aku mencintaimu, Calli,” bisik Liam sekali lagi.

Terpaksa Calli mencubit dada Liam, dia tidak bisa menahan gugupnya jika diserang terus seperti ini. “Diem, jangan cinta-cinta terus. Kemarin ke mana aja, kamu? Udah, aku mau tidur.” Calli menarik selimutnya untuk menutupi wajahnya.

“Kamu nggak mau maafin aku?” Liam menahan selimut itu.

“Nggak! Aku mau istirahat, lepas!” kesal Calli.

“Padahal cuma sebentar kita tadi perangnya, kamu udah kecapekan,” goda Liam.

“Sekali lagi kamu ngomong, bakalan aku usir dari kamar ini,” ancam Calli menutup matanya.

Bukannya menjauh, Liam makin mendekatkan dirinya, lagi-lagi Calli kalah dengan pria ini. “Aku nggak bisa tidur kalau deket banget gini, Liam,” ujar Calli.

“Nggak fokus, ya? Tidur aja, cuma pinjem badan doang. Guling gak mempan,” jawab Liam dengan entengnya.

Lama-kelamaan, Liam terlelap terlebih dahulu. Calli yang masih belum bisa mengerjapkan mata. Menelisik tangannya ke dalam, memegang tangan Liam yang hangat. Senyumannya muncul, hanya saja Liam tidak bisa melihatnya langsung.

Pagi harinya, pintu terbuka menampilkan sosok Liam yang membawa makanan dari luar. Calli baru saja bangun, Liam membenarkan selimutnya.

“Nyengak nggak tidurnya?” sapa Liam.

Calli mengangguk lemah. “Jam berapa?” Calli meregangkan badannya.

“Jam 09.30 tepat. Gih, bangun, kita sarapan dulu.” Liam menarik tangan Calli.

Dia baru ingat, sekarang keadaannya tanpa apapun. “Kamu jangan menoleh ke sini, aku mau ke kamar mandi,” pinta Calli.

“Kenapa lagi? Udah liat juga, kok,” ucap Liam yang menggodanya.

“Belum pernah dicolok tuh mata,” balas Calli dengan tatapan dinginnya.

Liam memilih membuka penutup jendela, membiarkan cahaya matahari masuk. Calli langsung mandi, membersihkan badannya. Di kamar mandi, Calli mengingat kejadian semalam, membuatnya bergidik ngeri. 

“Jangan sampe ngulang lagi, bahaya banget Liam kalau udah mode jantan, nggak ada obat,” gumam Calli di tengah air yang mengalir, mengguyur badannya.

Calli menggunakan baju langsung berwarna putih, keluar dengan keadaan rambut basah. Mengurainya, air yang menetes sedikit demi sedikit, Liam salah fokus pada sesuatu.

“Bisa sadar nggak, sih. Pikirannya kotor terus, aku udah laper,” tegur Calli.

“Kamu, sih. Mancing-mancing terus,” balas Liam.

Calli langsung makan di dekat Liam, menikmati panasnya pagi. Liam memperhatikan istrinya, belum ada niatan menyentuh makanan itu. Calli yang merasa diperhatikan, menatap Liam.

“Nggak mau makan?” tanya Calli.

“Mau, tapi maunya disuapin,” jawab Calli.

“Ogah! biar aja laper. Salah sendiri nggak makan.” Calli menyuapkan makanannya.

Liam yang belum bergerak, membuat Calli benar-benar kehilangan kesabarannya. Alhasil, tangannya yang membawa nasi meluncur ke mulut Liam, tanpa menoleh ke arahnya.

Mata Liam berbinar, memakan suapan pertama dari istrinya. Setelah makan selesai, mereka diam sejenak.

“Kamu mau gimana dengan rekan kerjamu itu? Haruskah melaporkannya?” Liam mengingatkan kasus foto lagi.

Calli membuang napasnya kasar. “Lupakan saja, orang semacam itu tidak akan pernah bisa merasakan kebahagiaan. Hitung-hitung, aku memaafkannya dan tuhan menggantikannya dengan hadirnya kamu, dalam kehidupan Arlo dan Arlova. Memang, ada sisi buruknya, karirku hampir hancur. Tetapi, aku lebih bahagia melihat senyuman mereka, sejak lama menanti seorang Papa.”

“Perasaan kamu sekarang gimana?” tanya Liam lagi.

“Perasaan? Aku baik-baik saja,” jawab Calli.

Liam meraih tangan istrinya, Calli tidak menolak. “Kamu akan tetap menjadi Calli, diluaran sana orang menganggap kamu wanita tangguh dan kuat akan hujatan. Beda di mataku, kamu adalah wanita yang harus aku lindungi, aku yang terlambat dalam segala hal tentangmu. Jujur, sejak di bangku kuliah, aku sudah menyimpan rasa suka. Saat itu, aku malu mengakuinya. Kamu tahu alasannya?” ungkap Liam.

“Apa?” Calli mencari jawaban dari pandangan Liam yang dalam.

“Kamu terlalu sempurna untukku, aku selalu merasa tersaingi. Bermusik yang selalu mendapat pujian, nilai yang selalu menjadi teratas. Bahkan, orang-orang di sekitarku, sangat mengagumimu. Aku memilih mundur, daripada menyatakan perasaanku yang telah lama aku pendam. Tapi, ketika kamu balik lagi di dunia hiburan. Tidak satupun, acaramu yang aku lewatkan. Semua aku menontonnya, nyatanya aku masih berada di rasa yang sama, Calliope Allegra,” jelas Liam.

“Kamu pecundang, seharusnya kamu memperjuangkan wanita itu. Kamu nggak tahu, kalau wanita itu akan sangat beruntung dimiliki pria yang sangat dia sukai waktu itu,” balas Calli mengalihkan pandangannya.

“Namanya juga keterlambatan, kalau pendahuluan. Mungkin kita nggak akan berjarak sejauh ini, kan?” sahut Liam.

Liam hendak menarik Calli, agar berada di pelukannya. Akan tetapi, ponsel Calli berdering. Amar menghubunginya di pagi hari, Liam langsung mengerucutkan bibirnya kesal.

Calli sedang berbincang dengan Amar. Kabar yang sangat membahagiakan, Calli menaruh ponselnya. Tanpa sengaja, mendekap Liam dengan tawa yang sangat lebar.

“Yeay … aku mendapat peran lagi. Makasih, Liam berkat video itu, banyak orang yang mendukungku lagi.” Calli mencium pipi Liam gemas.

Terdiam, badannya membatu lagi setelah sadar. Tangannya dilepaskan pelan-pelan. “Hm, maaf aku tadi kelewat senang, jadi kebablasan,” ucap Calli.

“Ini baru Calli yang aku kenal, selamat, ya. Dapat peran apa?” Liam penasaran.

“Masih biasa, orang jahat yang merebut kebahagiaan orang lain,” balas Calli tanpa beban.

“Pasti akan menjadi beban untukku saat mulai syuting nanti,” ujar Calli lirih, namun dapat didengar Liam.

“Kenapa?” tanya Liam yang tidak mengerti maksudnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!