Pertengkaran

“Mama pulang dulu, ya. Jaga kesehatan kamu dan kalau ada waktu berkunjunglah tempat Mama bersama kedua anakmu,” pamit Rengganis, Mama Liam yang berpamitan hendak pulang.

Arlova berlari dari arah kamar, diikuti oleh Arlo. “Nenek, tunggu sebentar. Arlova ada hadiah untuk Nenek, semoga Nenek suka.” Arlova memberikan gambarannya yang telah dia lukis disaat liburan kemarin.

Rengganis terkejut dengan kemampuan menggambar Arlova, sangat menakjubkan. “Wah … ini Arlova sendiri yang buat?” tanya Rengganis sembari mengambil pemberian Arlova.

“Iya, Nenek. Besok lagi kalau Nenek ke sini harus memberikan Arlova hadiah juga, ya. kalau Kak Arlo tidak usah, karena dia enggak memberi hadiah untuk Nenek,” ucap Arlova yang sangat senang menggoda Kakaknya.

Arlo melirik sinis Arlova. “Nanti kalau Arlo sudah jadi penyanyi seperti Papa, Arlo akan menyanyikan lagu untuk Nenek. Arlo kan tidak bisa menggambar yang bagus,” sahut Arlo.

Liam menghampiri kedua anaknya, merangkul keduanya. “Kalian berdua ini, selalu saja saling mengganggu. Iya sudah, Mama kalau mau pulang. Hati-hati di jalan, lain waktu Liam juga akan mengajak Calli main ke rumah,” ucap Liam.

Rengganis langsung memudarkan senyumnya, tidak menyukai barusan perkataan anaknya yang dia dengar. “Nenek pulang, ya. Jangan lupa pokoknya, kalian harus ke tempat Nenek.” Rengganis melangkah keluar.

Calli yang baru saja keluar dari mobil, berpapasan dengan Rengganis yang berada di halaman rumahnya“Kamu dari mana?” tanya Rengganis memperhatikan penampilan Calli.

“Calli pulang syuting, Ma. Mama sudah mau pulang?” tanya Calli basa-basi pada mertuanya.

“Tentu, kenapa lama-lama di rumahmu? Tepat sekali, kamu pulang Mama juga sudah tidak berada di dalam sana. Jadi tidak perlu berpura-pura menjadi mertua yang baik di depan anaknya sendiri. Mama juga ingin memperingatkanmu, jangan membuat masalah karena sekarang Liam sudah menjadi suamimu,” sahut Rengganis yang enggan menatap Calli.

“Baguslah, Ma. Aku juga tidak ingin merasakan pengap rumahku yang kedatangan tamu hanya untuk mendapatkan perhatian. Tenang saja, aku sangat memahaminya, Ma. Aku juga tidak mau ada permasalahan lagi yang akan berdampak pada karir juga. Kalau sudah tidak ada lagi yang ingin Mama bicarakan, silahkan pergi dari sini,” balas Calli mengembangkan senyumnya.

“Kamu mengusir Mama?!” Rengganis sedikit meninggikan suaranya.

“Bukankah Mama sendiri yang ingin cepat beranjak dari rumah Calli?” sahut Calli membalikkan perkataan Rengganis.

Rengganis mendengus kesal, melewati Calli tanpa membalasnya lagi. Calli juga tidak mengambil pusing, dia masuk ke dalam yang telah disambut oleh kedua anaknya yang sedang asik bermain.

“Kak Arlo, bawa sini boneka Arlova,” pinta Arlova yang melihat Arlo membuka kepangan rambut bonekanya.

“Sebentar, Arlo mau mencoba mengepang rambut boneka ini. Kenapa susah sekali?” sahut Arlo yang sibuk.

“Mama … lihat Kak Arlo, bonekanya Arlova dirusak.” Arlova berlari, mengadukannya pada Calli yang mendekati mereka.

“Arlo, bawa sini biar Mama bantu membuatnya,” ucap Calli.

Arlo menurut, memberikan mainan Arlova pada Mamanya. Arlova cemberut, memukul pelan tangan Arlo. Mereka berdua ikut duduk bersama Calli, memperhatikan tangan Calli pada rambut boneka itu. Lagi-lagi, Arlo dibuat kagum pada Mamanya yang selalu bisa melakukan segala hal.

Calli menyelesaikannya dengan sangat rapi, menatap Arlo. “Bagus, kan?” tanya Calli sambil memperlihatkannya.

“Mama, kapan Arlo besar? Arlo mau seperti Mama yang selalu mengerjakan apapun bisa. Kalau Arlo besar bisakah?” ungkap Arlo dengan nada lesu.

Arlova memiringkan badannya, menepuk pelan bahu Arlo. “Kak Arlo, sabar semua itu butu proses. Kalau cepat besar, kalau kata Om Amar tidak enak. Dewasa itu masa yang sangat menyeramkan, kita tidak bisa bermain semaunya. Nikmati saja masa kecil kita, nanti kalau sudah waktunya baru seperti Mama. Iyakan, Ma?” balas Arlova penuh keyakinan.

“Apa yang dikatakan Arlova itu ada benarnya, makanya Mama tidak pernah membatasi apapun yagn kalian inginkan. Ingat, kalau kita ingin menjadi sesuatu yang berharga kuncinya ada sabar, berdoa, dan berusaha. Ada waktunya, kalian akan bersinar melebihi Mama dan Papa, paham?” Call mengusap pucuk kepala kedua anaknya dengan lembut.

Seusai mengatakan itu, Arlo sedikit paham maksudnya bahwa dia harus terus mengupayakannya, seiring berjalannya waktu. Dia akan mendapatkan impiannya yang selalu terbayang-bayang menjadi Mamanya.

Calli masuk kamar, disambut dengan tatapan sinis oleh Liam. Calli meletakkan tasnya, lalu mandi. Merasa ada yang aneh dengan suaminya itu.

Calli hendak keluar dari kamar, namun dia sangat terganggu dengan tatapan Liam. “Kamu kenapa melihatku seperti itu?” tanya Calli yang sudah menahannya dari tadi.

“Seharusnya aku yang nanya, enggak ada yang ingin kamu sampaikan? Padahal baru kemarin aku mengingatkan. Jangan ada yang disembunyikan dariku, terlebih lagi jika itu membuatmu terluka.” Liam mengubah posisinya menjadi duduk di atas ranjang itu.

Calli menghela napas kasar. “Enggak ada, aku baik-baik saja,” balas Calli yang akan meninggalkan Liam.

“Kamu sebenarnya menganggap ku ada atau tidak?!” bentak Liam merasakan usahanya yang tidak dilihat oleh Calli.

“Loh, kamu malah bentak aku, apa yang salah dari kamu hari ini?” balas Calli yang ikut kesal.

Liam turun dari ranjang, berdiri tepat di depan Calli. “Kenapa kamu menyembunyikan permasalahan mengenai Mama? Kamu tidak mempercayaiku?” tanya Liam lagi.

“Aku tidak ingin membahas ini, aku butuh istirahat.” Tangan Calli dipegang Liam.

“Maaf, aku tidak bisa mengontrol emosiku. Tetapi, sekali saja apa kamu tidak bisa terbuka dengan perasaanmu maupun hal yang sedang kamu rasakan? Aku juga tersiksa, kehadiranku di sini belum kamu anggap ada. Bagaimana kecewanya kamu terhadapku, tidakkah kamu bisa memaafkannya, Calli?” ucap Liam lemah dihadapan wanita yang dia cintai.

“Kamu sangat ingin tahu, kan? Baiklah, aku akan mengatakannya, kamu memang sudah menyelamatkan Mama dari penderitaan itu. Tanpa kamu tahu, Mama mendapatkan perlakuan yang sangat memilukan. Aku, Calli tidak akan membiarkan mereka masih hidup dengan tenang. Dalam waktu dekat dan senggang, aku akan membalaskan perbuatan mereka,” jelas Calli dengan napas menggebu mengingat cerita Mamanya.

Liam menuntun Calli agar duduk saja, dia melihat amarah yang sangat meluap di matanya. Sebenarnya Liam sudah mengetahuinya juga dari Lana, dia takut jika Calli bergerak sendiri dapat membahayakannya. Lana tidak akan sanggup apabila Calli merasakan luka untuk kesekian kalinya.

“Aku tahu apa yang kamu rasakan, tapi tolong jangan kamu pikul sendirian. Aku benar-benar ada untuk kamu manfaatkan, Calli. Pergunakan aku untuk melindungimu, kalau kamu meragukan perasaanku, maka gunakan aku semaumu sampai hatimu terbuka untukku.” Liam memeluk Calli tanpa penolakan.

“Kenapa kamu nggak ikut main drama juga, aktingmu sangat bagus,” balas Calli.

Liam melepaskan pelukannya. “Kalau aku juga menjadi artis seperti kamu, aku yakin kamu akan lebih cemburu. Wanita mana yang tidak melirikku, memangnya kamu sanggup menahan agar tidak tantrum?” sahut Liam percaya diri.

“Dih, yakin sekali bakalan laku,” ucap Calli memalingkan wajahnya.

“Kamu enggak ingat kemarin, banyak yang minta foto gitu,” ucap Liam menyombongkan diri.

Calli menatapnya lagi. “Maaf saat ini, selalu aku yang menerima dari kamu,” batin Calli yang merasa bersalah.

...-------------...

Terima kasih telah membaca karya ini.

Mohon dukungannya dengan memberi like, vote, subscribe, dan beri ulasan💜

^^^Salam Hangat^^^

^^^Cacctuisie^^^

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!