Setelah Hartono selesai memberikan pengarahan pada semua siswa, dia meminta semua guru untuk berkumpul di ruang rapat sebelum jam pelajaran dimulai.
"Kalian pasti tahu kenapa aku kemari. Ya, aku ingin membahas video yang belakangan ini membuat gempar di dunia maya." seru Hartono sambil menatap satu persatu guru di sana.
"Aku datang membawa detektif dan juga orang yang ahli dalam bidang IT untuk menyelidiki video tersebut. Untuk itu aku datang kemari." lanjut Hartono
Kepala sekolah dan para guru hanya mengangguk paham. Mereka sudah diberitahu dari awal maksud kedatangan pria itu. Hanya saja mereka tidak menyangka jika rumor tentang Hartono yang lebih mementingkan kekuasaan itu benar adanya.
Terbukti pria itu tidak membahas mengenai putrinya tapi justru hanya membahas tentang pelaku yang mengedarkan video amatir tersebut.
"Apa kalian mencurigai seseorang?" tanya Hartono
Mereka semua terdiam dan saling pandang. Semua orang bisa menjadi pelaku karena mereka tahu tidak sedikit orang yang tidak menyukai perilaku Sovia. Jadi jika di tanya siapa? Mereka tidak bisa menjawabnya.
"Kami tidak tahu tuan. Tapi kami sudah memeriksa satu persatu ponsel siswa terutama teman-teman nona Sovia. Dan mereka tidak ada yang menyimpan video tersebut." seru kepala sekolah
"Lalu, petunjuk apa yang kalian dapatkan?" tanya Hartono
"Em ... Soal petunjuk, kami tidak menemukan petunjuk apapun tuan. Kami hanya tahu jika video itu diambil di kelas nona Sovia. Karena saat itu nona Sovia melakukan perundungan pada salah satu teman sekelasnya." terang kepala sekolah
Hartono mengangguk paham. Tidak masalah jika hanya itu yang mereka dapatkan. Yang terpenting adalah dia bisa fokus pada teman-teman Sovia terlebih dahulu.
"Kumpulkan ponsel siswa-siswi di kelas Sovia dan bawa kemari!! Orang-orang ku yang akan memeriksanya secara langsung." perintah Hartono yang di jawab anggukan oleh kepala sekolah
Video tersebut memang sudah ia hapus tapi dia sudah menyimpan akun yang berani membuat nama baiknya tercoreng. Untuk itu, dia akan memeriksa ponsel siswa sekali lagi.
Selama mereka membahas hal itu, Bima terlihat diam saja. Dia masih memikirkan ekspresi wajah Kirana yang menatap tajam Hartono saat berada di lapangan tadi.
Dia penasaran, kenapa ekspresi Kirana seperti itu? Gadis itu seolah menyimpan dendam yang teramat sangat. Apa karena Hartono adalah ayah dari Sovia yang selama ini menindasnya?
Tapi jika Kirana menyimpan dendam, harusnya gadis itu membalas Sovia, bukan? Karena tidak mungkin Kirana bisa melawan Hartono. Akan lebih mudah jika Kirana melawan Sovia.
"Sepertinya aku harus menanyakannya langsung pada Kirana." batin Bima
Bel tanda masuk sudah berbunyi. Rapat mereka hentikan dan para guru mulai mengajar di kelas masing-masing. Begitu juga dengan Bima. Tapi sebelum itu, dia meminta semua siswanya untuk mengumpulkan ponsel mereka.
Dengan berat hati mereka mengumpulkan ponsel mereka. Tapi mereka juga tidak bisa menolak karena mereka tahu jika yang meminta ponsel mereka adalah Hartono.
Begitu juga dengan Karina. Dia berusaha bersikap tenang dan memberikan ponsel milik Kirana pada Bima. Dia yakin jika dia akan lolos karena ponsel yang pernah ia pake untuk menyebar video tersebut dia tinggal di rumah dan dia juga sudah menghapus akun tersebut.
Setelah semua ponsel di kumpulkan, Bima memberikan ponsel-ponsel tersebut pada bodyguard Hartono. Baru kemudian Bima memulai pelajarannya.
Selama pelajaran berlangsung, Bima terus memperhatikan Kirana. Dia baru menyadari jika akhir-akhir ini Kirana berubah.
Yang ia tahu, Kirana itu sangat lembut dan pintar. tapi akhir-akhir ini dia melihat Kirana yang bertingkah bar-bar. Dia berani melawan Sovia dan antek-anteknya tanpa rasa takut sedikitpun. Bahkan Kirana yang sekarang tidak bisa mengerjakan soal yang ia berikan. padahal dulu, Kirana selalu menjawab soal yang ia berikan dengan benar.
"Oke, masih tersisa waktu 10 menit sebelum bel berbunyi. Apa ada yang ingin di tanyakan?" tanya Bima. Dia melihat satu persatu muridnya namun tidak ada yang mengangkat tangannya untuk bertanya.
"Baiklah kalau begitu. Pelajaran kita cukup sampai di sini. Jangan lupa kerjakan PR kalian." seru Bima
"Baik pak." sahut mereka serempak
"Good. Em... Kirana, tolong bantu bapak membawa buku-buku ini keruangan bapak. Dan untuk yang lainnya, kalian boleh istirahat. Selamat siang."
"Siang pak!!"
Karina membawakan buku-buku milik Bima ke ruangannya. Dia tidak menaruh curiga apapun karena memang biasanya Bima suka meminta bantuan murid-muridnya untuk membawakan buku-bukunya. Hanya saja, ini pertama kalinya dia di suruh oleh Bima.
"Ini pak buku-bukunya." Karina meletakkan buku-buku tersebut di atas meja dan pamit undur diri.
"Kalau begitu saya permisi dulu pak." ucapnya
"Tunggu!! Ada yang ingin aku bicarakan. Duduklah dulu!!" perintah Bima
Karina terdiam sejenak. Dia merasa ada yang aneh, kenapa tiba-tiba pak Bima ingin bicara dengannya? Apa ini menyangkut video itu? Bagaimanapun juga dia adalah korban. Jadi kemungkinan pak Bima ingin menanyakan hal itu padanya.
"Ada apa pak?" tanya Karina
"Begini Kirana, bapak ikut prihatin dengan apa yang terjadi padamu selama ini. Bapak tahu kau pasti takut. Apalagi setelah video perundungan itu tersebar. Kau pasti merasa tertekan. Tapi jika kau mau, kau bisa bercerita padaku, apa yang kau rasakan? Jangan memendamnya sendirian." seru Bima
"Apa maksud bapak?" tanya Karina
"Begini, bapak tahu kau marah. Kau sakit hati mendapat perlakuan itu. Tapi jangan sampai hal itu membuatmu menjadi pemberontak. Bahkan nilai-nilai mu juga menurun."
Karina tersenyum sinis karena dia tahu arah pembicaraan Bima.
"Jadi menurut bapak, saya harus diam saja saat orang lain menindas saya?" tanya Karina yang membuat Bima terdiam
"Kesabaran seseorang itu ada batasnya pak. Kalian, para guru tahu apa yang terjadi, tapi kalian diam saja dan tidak melakukan tindakan apapun karena Sovia anak pemilik sekolah ini. Kalian takut, bukan?"
Karina mengepalkan tangannya dan menghela nafas panjang untuk meredam emosinya. "Terimakasih sudah prihatin dengan apa yang terjadi pada saya. Tapi untuk bercerita pada anda tentang apa yang saya rasakan, saya rasa itu tidak ada gunanya. Dan maaf jika nilai saya anjlok. Bapak tahu sendiri alasannya. Permisi." Karina beranjak dan hendak keluar dari ruangan Bima namun langkahnya terhenti saat mendengar pertanyaan Bima.
"Lalu kenapa kau menatap tuan Hartono seperti itu? Apa kau bermaksud akan melawannya?" tanya Bima
Cukup lama Karina terdiam. Hingga akhirnya dia menoleh dan berkata, "bapak tahu sendiri apa yang alasannya. Tapi kita tidak akan tahu hasil akhirnya jika kita tidak mencoba. Permisi." Karina bergegas keluar dari ruangan Bima. Dia sudah tidak perduli dengan penilaian Bima terhadap dirinya. Mungkin juga Bima sudah mulai mencurigainya. Dan dia tidak tidak perduli. Yang terpenting adalah dendamnya terbalaskan.
Sementara itu, Bima hanya bisa merasa bersalah. Tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa karena dia tidak mempunyai kekuasaan apapun . Bahkan kepala sekolah tunduk pada Hartono.
''Maafkan bapak, Kirana. Bapak sangat ingin membantumu. Tapi bapak tidak bisa. Semoga kau cepat mendapatkan keadilan, Kirana." batin Bima
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments