Sovia mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. Dia akan bertemu dengan kedua temannya di cafe. Dia tidak mau di kekang apalagi di kurung hanya karena video dirinya yang tersebar. Baginya, respon semua orang terlalu berlebihan.
Dia melakukan pembullyan hanya pada orang-orang tertentu. Dia tidak suka, sekolah elite milik keluarganya menampung orang miskin. Untuk itu dia suka menindas mereka yang lemah dan yang mempunyai status sosial rendah seperti Kirana agar mereka semua enyah dari sekolahannya.
Lagipula, dia tidak takut karena dia yakin ayahnya akan melakukan sesuatu untuk melindungi dirinya. Seperti sekarang. Dia bisa melihat bodyguard ayahnya mengikutinya di belakang.
Tidak membutuhkan waktu yang lama, mobil Sovia terparkir sempurna di depan cafe. Dia memakai kacamata hitamnya dan turun dari mobil untuk menemui kedua temannya yang sudah menunggu di dalam.
"Hai guys!! Sorry, aku terlambat." Sovia langsung duduk di depan kedua temannya dan segera memesan makanan dan minuman.
"It's okay. Kita juga baru datang." sahut Ericka
"Aku kira kau tidak akan datang karena dilarang Om Hartono." timpal Jessica
"Itu tidak mungkin. Daddy memang melarangku keluar, tapi dia tidak pernah serius dengan ucapannya. Nyatanya sekarang aku ada di sini."
Mereka memulai bergosip ria tanpa memperdulikan tatapan orang-orang di sana. Pengunjung lain tahu siapa Sovia dan apa yang sudah ia perbuat.
"Mereka seperti pelaku pembullyan yang akhir-akhir ini ramai di sosial media."
"Iya, tapi sayangnya video itu sudah dihapus. Aku yakin ayahnya yang melakukannya."
"Miris sekali. Mereka masih bisa tertawa setelah apa yang mereka lakukan."
"Mereka benar-benar tidak punya rasa kemanusiaan."
Begitulah kira-kira pembicaraan pengunjung lain. Mereka tidak melakukan apapun selain merasa prihatin.
"Oh iya, kira-kira menurut kalian siapa yang sudah merekam kita saat membully Kirana?" tanya Jessica
"Entahlah!! Aku tidak mau menebak-nebak. Yang pasti cepat atau lambat dia pasti akan tertangkap." sahut Sovia. Dia tertawa senang dan tanpa sengaja melihat seseorang yang tidak asing di seberang cafe.
"Guys!!! Sepertinya kita menemukan mainan kita." seru Sovia tanpa mengalihkan pandangannya dari seseorang di seberang jalan.
Kedua temannya mengikuti arah pandang Sovia dan melihat sosok yang dimaksud oleh Sovia. "Kau mau apa Sov? Bersenang-senang?" tanya Ericka
"Tentu saja." Sovia beranjak dari tempat duduknya.
Ericka dan Jessica mencoba menghentikan Sovia. Tapi gadis itu tetep saja keras kepala sehingga mau tidak mau mereka mengikuti Sovia.
"Wah-wah, coba lihat siapa ini?" Sovia melipat kedua tangannya di depan dada dan berdiri dengan angkuh di ikuti kedua anteknya.
Orang yang tidak lain adalah Karina, hanya terdiam menatap Sovia dan gengnya. Dia menghela nafas panjang karena ada yang menghalangi jalannya.
Dia dari rumah sakit dan hendak pergi bekerja. Tapi di tengah jalan dia justru bertemu dengan makhluk yang mengganggu penglihatannya. Padahal dia sudah merasa senang tidak melihat ketiga makhluk itu di sekolah. Tapi dia sangat sial karena mereka bertemu di jalan.
"Mau apa kalian?" tanya Karina
"Mau kami ... " Sovia memberi kode pada kedua temannya. Tapi mereka berdua seolah takut karena mereka berada di jalan. Jika mereka menyakiti Kirana, mereka bisa di hukum oleh orang tua mereka
"Kenapa kalian diam?" sentak Sovia
Karina tersenyum sinis. Dia melipat kedua tangannya di depan dada dan berkata, "sepertinya mereka masih sayang dengan nyawa mereka." seru Karina
Sovia menatap tajam Karina dan beralih pada kedua temannya. "Kalian takut?"
"Bu-bukannya takut Sov. Tapi jika orang tuaku tahu, bisa-bisa mereka mencabut fasilitas ku." jawab Jessica yang diikuti Ericka
"Kalau seperti itu, kenapa kalian bertanya tadi?" sentak Sovia lagi yang membuat kedua temannya menunduk
"Kali ini kau lolos. Tapi tidak untuk nanti." seru Sovia geram. Dia pergi begitu saja diikuti kedua gengnya
Karina hanya tersenyum sinis dan kembali melanjutkan perjalanan ke toko Bu Sarah.
...----------------...
Keesokan harinya, seperti biasa Karina bersiap pergi sekolah. Dia berulang kali meyakinkan dirinya jika semua akan baik-baik saja selama dia menjadi Kirana.
"Come on Karin!! Kau pasti bisa." ucapnya memberi semangat diri sendiri. Dia kembali menghela nafas dan pergi ke sekolah.
Tidak membutuhkan waktu yang lama, dia sampai di depan sekolah. Dia melihat sekitar dan tidak ada lagi pendemo. Padahal kemarin masih ada walau hanya sedikit. Tapi sekarang?
"Hah ... Pasti semua ulah ayah Sovia." batin Karina. Dia berjalan melewati gerbang dan mendengar bisik-bisik siswa yang lain yang mengatakan jika pemilik sekolah datang berkunjung.
Mendengar hal itu, Karina mengepalkan tangannya erat. Sampai terdengar panggilan dari pengeras suara yang meminta mereka berkumpul di lapangan.
Semua berbondong-bondong ke lapangan dan berbaris rapi. Begitu juga dengan Karina. Dia yakin jika mereka di kumpulkan di sini karena ada Ayah Sovia.
Dan memang benar, ayah Sovia terlihat maju kedepan dan menyapa semua siswa. Dia juga memberi pengertian sekaligus peringatan agar hal seperti ini tidak terjadi lagi
Mendengar hal itu, Karina mengepalkan erat kedua tangannya dan menatap penuh kebencian ayah Sovia. Bukannya memberi hukuman pada putrinya, tapi dia justru ingin menutupi kejahatan putri nya. Apakah semua orang tua akan seperti itu?
Tatapan Karina di lihat langsung oleh pak Bima. Dia merasa jika ada yang tidak beres pada gadis itu.
"Ada apa? Kenapa Kirana menatap pak Hartono sampai seperti itu?" batin pak Bima
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments