5. Sedekah Lepen

#Untuk Yang udah baca Chapter 4, mohon baca ulang ya karena semalem nulisnya sambil ngantuk jadi banyak typo. Alhamdulillah sekarang udah aku revisi 🤭#

"Nas tolong Antar Mbah Paing," ucap Gunawan

"Baik Pak,"

Anas segera berlari menyusul Mbah Paing.

Sementara itu Gunawan meminta Purnomo untuk menjemput jenazah puteranya Prasetyo.

"Nasibmu mujur yo Nas, padahal baru datang di desa ini tapi kamu sudah dapat kerjaan dan tempat tinggal. Bahkan Gunawan sepertinya sangat percaya padamu, jarang-jarang loh ada orang yang rezekinya kaya kamu," ucap Mbah Paing

"Biasa aja sih Mbah," jawab Anas cengengesan

Ia kemudian menghentikan motornya di depan kediaman Mbah Paing.

Wanita tua itu membuka Amplop pemberian Gunawan. Anas hanya bisa menelan ludah saat wanita tua itu menghitung jumlah uang berwarna merah di depannya.

Karena hari sudah malam, Anas pun berpamitan kepada Mbah Paing.

"Mbah Aku pamit pulang ya, takut di cariin sama Pak Gun," ujar Anas

"Iya, jangan lupa besok datang ke sungai kalau mau lihat acara budaya desa ini," ucap Mbah Paing

"Inggih Mbah,"

Mbah Paing tak lupa memberikan selembar uang seratus ribu kepada Anas.

"Ini buat apa Mbah?" tanya Anas

"Itu buat kamu, itung-itung ongkos ngojek, sama buat kamu makan. Kan kamu belum gajian toh?" jawab Mbah Paing

"Tapi apa ini gak kebanyakan Mbah?"

"Anggep aja itu rezekimu Le,"

"Kalau begitu makasih banyak Mbah," jawab Anas

Ia kemudian menyalakan sepeda motornya dan menghilang di kegelapan malam.

Anas menghentikan sepeda motornya di depan kamar kosnya.

*Krieett!!

Saat ia menyalakan lampu kamarnya, ia terkesiap melihat pohon kelor milik Pak Gunawan ada di kamarnya.

"Astaga, kenapa pohon kelor ini ada di sini. Bukankah seharusnya ada di depan rumah Pak Gun??" Anas mengira ada sesuatu yang tak beres dengan pohon itu.

Ia buru-buru mengangkat pot pohon kelor itu dan membawanya ke rumah Gunawan.

"Harusnya kamu tuh tetap di sini!" seru Anas meletakan pohon kelor itu tepat di depan rumah Gunawan.

Gunawan yang saat itu sedang berada di Beranda rumah langsung berdehem melihat kedatangan anas membawa pohon kelor miliknya.

Lelaki itu segera bangun dari duduknya dan menghampiri Anas.

"Darimana kau temukan pohon Kelor itu?" selidiknya

"Maaf Tuan, saya tidak tahu siapa yang menaruh pohon kelor itu di kamar saya,"

"Dikamar mu," Gunawan tampak mengerutkan keningnya mendengar Jawa Anas

Ada rasa tak percaya saat ia mendengar jawaban Anas. Karena bagaimana pun juga Anas pernah berusaha memindahkan pohon itu hingga membuatnya berpikir jika Anas sengaja memindahkan pohon tersebut.

"Aku harap yang kau katakan itu benar," ucap Gunawan kemudian kembali ke tempat duduknya

Meskipun Anas mengetahui Gunawan tidak mempercayainya, namun ia tak mau mendebat lelaki itu. Percuma saja, dia sedang emosi. Lebih baik ia beristirahat dan membiarkan Pak Gunawan menyendiri.

Keesokan harinya rumah Pak Gunawan dipenuhi oleh pelayat. Gunawan terlihat begitu sedih meratapi mayat putra sulungnya.

Ia tak menyangka justru putranya yang menjadi tumbal Santet tumpas Kelor.

Malam harinya setelah acara tahlil, Gunawan menyuruh Anas untuk mendatangi acara ritual desa guna mengusir roh penunggu sungai yang selalu meminta tumbal.

Gunawan tak lupa memberikan amplop coklat kepada Anas.

"Berikan uang ini kepada panitia, bilang saya gak bisa datang karena masih berduka," ujarnya

"Baik Pak," jawab Anas

Ia kemudian menggunakan sarung dan peci menuju ke sungai ditemani oleh Purnomo.

Puluhan orang sudah berkumpul di tepi sungai. Banyak obor terpasang untuk menerangi sungai yang tak bisa di jangkau dengan listrik.

Aneka nasi tumpeng dan aneka hasil bumi tersusun rapi bersama sesaji yang dipersiapkan untuk penghuni sungai.

Anas tampak memperhatikan setiap warga yang datang. Semuanya tampak menggunakan pakaian adat, hanya dia yang memakai sarung sendirian.

"Sepertinya aku salah kostum ya Pak?" tanya Anas

"Gak papa Nas, dimaklumi. Apalagi kamu ini kan pendatang jadi wajar. Ngomong-ngomong panggil aku Mas Pur aja biar kelihatan masih muda," jawab Pur menyunggingkan senyumnya

"Siap Mas,"

Tidak lama Mbah Paing datang. Wanita itu segera mengambil ayam cemani dan mulai memotongnya. Ia sengaja menampung darah ayam tersebut dan membuangnya ke sungai sambil membaca doa.

Selesai acara pemotongan ayam cemani, ia juga menaburkan kembang telon diatas sungai

Suasana menjadi hening dan desiran air membuat Anas merinding. Ia mulai merasakan ada sesuatu yang bergerak-gerak di dalam sungai.

Benar saja seorang anak yang dikabarkan hilang tiba-tiba muncul mengapung diatas sungai.

Semua warga langsung berteriak histeris saat melihat itu. Mbah Paing pun meminta beberapa pria untuk mengambil mayat itu.

Suara tangis seorang pria pecah saat melihat jenazah putranya itu.

"Sekarang penghuni sungai sudah mengembalikan putra pak RT, dan beliau berpesan agar warga selalu melakukan ritual seperti ini setiap malam purnama agar tidak terjadi kejadian serupa," ujar Mbah Paing

Semua warga mengangguk setuju.

Satu persatu warga pun meninggalkan tempat itu setelah ritual selesai.

Anas masih berdiri termangu menatap aliran sungai.

"Aliran sungai ini begitu deras, artinya jika ada warga yang tenggelam pasti akan hanyut terbawa sungai. Tapi kenapa mayat itu justru mengendap di sini??"

*Grep!

Anas segera menoleh kebelakang saat seseorang menepuk pundaknya.

"Tidak baik melamun di sini, nanti bisa ketempelan!" seru Purnomo

"Iya Mas," jawab Anas kemudian menyusul Purnomo

"Emang sungai ini angker Mas?" tanya Anas

"Banget Nas, sudah banyak yang jadi korban," jawab Purnomo

"Kenapa mereka jadi korban!" tanya Anas lagi

"Katanya sih karena warga lupa untuk mengadakan ritual, padahal setiap bulan warga rela menyisihkan uang untuk melakukan ritual seperti ini."

"Hmm, apa korbannya hanya anak-anak?" tanya Anas

"Benar,"

Anas dan Purnomo berpisah di persimpangan. Purnomo kembali ke rumahnya, sedangkan Anas menuju ke kosannya. Namun rasa penasaran akan ritual sedekah Lepen membuatnya tak bisa tidur.

Baru saja ia terlelap tiba-tiba Anas terbangun saat seseorang menggedor-gedor pintu kamarnya.

"Mas Anas, di suruh bapak untuk menjemput Mbah Paing,"

"Sekarang Yu?"

"Iyalah, Ibu kerasukan lagi," jawab Lastri

"Baik Yu," Anas

Ia buru-buru keluar dan menyalakan motornya.

Saat melintasi sungai Anas melihat ada obor menyala di sana, padahal sebelumnya obor sudah di matikan.

Meskipun ia penasaran Anas tak bisa mendekati tempat itu karena harus buru-buru menemui Mbah Paing.

*Tok, tok, tok!

"Mbah!" beberapa kali Anas memanggil Mbah Paing, namun wanita itu tak kunjung keluar.

Tidak lama seorang pria keluar menemui Anas.

"Ada apa Mas?" tanya pria itu

"Mbah Paingnya ada?" tanya Anas

"Mbah lagi pergi ke desa sebelah untuk mencari seseorang yang bisa mengobati Bu Rusmiyati kan, memangnya ada apa?" jawab Pria itu

"Saya diperintahkan Pak Gun untuk menjemput beliau, soalnya Bu Rus kerasukan lagi,"

"Yaudah kalau gitu biar aku saja yang handle. Kebetulan Mbah Paing sudah memberikan mandat padaku untuk mengurus Ibu Gunawan," jawab lelaki itu

Tanpa basa-basi Anas langsung membonceng Pria itu menuju ke kediaman Gunawan.

Setibanya di sana, Rusmini terlihat tidur di ranjangnya. Wajahnya pucat dan tubuhnya begitu dingin seperti es.

"Dia sudah tenang Mas, tapi aku takut dia kumat lagi. Soalnya udah tiga kali ini dia kesurupan," ujar Gunawan

"Kalau begitu biar aku yang tangani, sebaiknya sekarang tinggalkan kami berdua agar aku bisa fokus mengobati Ibu," ucap Teguh

Terpopuler

Comments

Elly Julia

Elly Julia

bikin penasaran banget

2024-03-23

0

🦈υℓιє..✰͜͡w⃠

🦈υℓιє..✰͜͡w⃠

sebenernya apa yg terjadi dengan rusmini

2023-12-12

0

🦈υℓιє..✰͜͡w⃠

🦈υℓιє..✰͜͡w⃠

siapa yg menaruh pohon kelor di kamar anas

2023-12-12

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!