Bab 2. Rumah antik

Sebuah kedai kecil tampak ramai dipenuhi oleh pelanggan yang tengah menikmati kopi dengan berbagai hidangan khas seperti gorengan dan aneka cemilan khas pedesaan.

Rasa lapar dan penat setelah seharian berkendara membuat Anas pun menghentikan motornya untuk beristirahat.

Anas mendekati seorang wanita tua yang sedang menghidangkan sepiring nasi pecel untuk seorang pelanggan.

"Kopi hitam setunggal mbah," ucap Anas lirih

"Inggih Mas, tunggu sekedap nggih ( Iya, tunggu sebentar ya)," jawab wanita tua itu

Anas pun mengangguk kemudian duduk di kursi kosong.

Meskipun pemilik kedai adalah seorang wanita sepuh namun ia tampak sigap melayani setiap pembeli.

Tak lama wanita itu menghampiri Anas dan membawakan secangkir kopi hitam.

"Monggo," ucapnya santun

"Suwun Mbah,"

"Sami-sami,"

Secangkir kopi panas membuat tubuh Anas kembali mendapatkan energi.

Melihat aneka gorengan di depannya Anas pun mengambil ubi goreng untuk mengganjal perutnya.

Terdengar riuh suara bapak-bapak yang sedang memperbincangkan sungai angker yang selalu meminta korban.

"Hari ini korbannya anak pak RT, kasian dia mana anak satu-satunya, mati mengenaskan di kali lagi," cetus salah seorang pria

Anas yang mulai tertarik dengan pembicaraan mereka tampak mendengarkan dengan seksama.

"Sepertinya kita perlu mengadakan ritual lagi agar tidak ada korban berikutnya,"

"Kalau gitu sebaiknya Mas Pur segera ngomong sama pak RT, biar semuanya langsung di tindak lanjuti,"

"Yowes, nanti abis dhuhur aku mampir ke rumah Sugeng," jawab pria yang dipanggil Pur

Penasaran dengan yang dibicarakan bapak-bapak, Anas pun bertanya pada simbah pemilik warung.

Wanita tua itu pun langsung menceritakan apa yang terjadi di desanya kepada Anas.

Anas tampak antusias mendengar cerita dari wanita tua itu.

"Kalau boleh tahu Mas nya ini dari mana mau kemana?" tanya wanita itu

"Aku dari Jakarta mbah, kebetulan lagi nyari kerjaan di sini," jawab Anas

"Loh kok kebalik toh Mas, biasanya orang dari kampung ke Jakarta untuk cari kerja. Lah Mase malah kebalikannya,"

"Karena aku suka yang beda Mbah, sekalian nyari pengalaman syukur-syukur dapat jodoh," jawab Anas

"Oh gitu,"

"Kalau mau nyari kerja di sini sih banyak Mas, cuma ya gajinya kecil. Tahu sendiri di desa,"

"Gak papalah mbah, yang penting cukup buat bayar kos sama makan," jawab Anas

"Yowes nek gitu kamu mending ikut Purnomo saja, dia itu mandor di perkebunan apel, barangkali masih ada kerjaan buat kamu," ucap wanita tua itu menunjuk kearah seorang pria

"Baik Mbah,"

"Pur, Pur!" seru wanita itu

"Inggih mbah,"

"Ini ada Mas-mas yang lagi nyari kerjaan, di tempat kamu masih butuh orang gak?" tanya wanita itu lagi

"Ada mbah, buat sekuriti, emange sopo sing golek gawean?" jawab Pur

"Saya Pak," jawab Anas segera berdiri

Purnomo tampak memperlihatkan penampilan Anas.

"Kamu bisa gak jadi sekuriti buat jaga perkebunan apel?" tanya Pur

"Bisa Pak,"

"Tapi awakmu kerempeng ngono, emang iso ngelawan maling apel sing awake Guede-guede?" tanya Pur

"Insya Allah bisa Pak. Alhamdulillah meskipun kerempeng saya bisa beladiri," jawab Anas

Purnomo pun kemudian mengajak Anas menemui bosnya.

"Sepertinya kamu bukan orang asli sini,"

"Iya Pak, saya dari Jakarta," jawab Anas

"Oalah pantes, sek tunggu di sini sebentar. Aku akan memanggil Pak Gunawan dulu,"

Purnomo kemudian meninggalkan Anas di beranda rumah.

Anas tampak melihat-lihat sekelilingnya.

Rumah besar itu tampak menarik perhatian Anas. Bagaimana tidak, arsitekturnya unik, belum lagi rumah itu dipenuhi dengan hiasan khas jawa yang memiliki nilai seni tinggi.

"Pasti yang punya ini memiliki jiwa seni yang tinggi," ucap Anas saat memandangi sebuah pohon kelor yang ada di depan rumah.

"Dari semua tanaman hias yang ada di sini, kenapa harus pohon kelor ini yang ada di depan rumah. Kan kesannya jadi gak elok di pandang," Anas tampak menopang dagunya sambil berpikir untuk memindahkan pohon kelor itu

Ia pun beranjak dari duduknya mendekati tanaman itu. Saat ia hendak menyentuh tanaman itu tiba-tiba seorang pria menepuk pundaknya.

"Jangan sentuh pohon itu le," ucapnya dengan suara berat

Anas segera melepaskan tangannya dan menoleh ke samping.

"Maaf Pak, saya hanya penasaran," jawab Anas

Lelaki itu tersenyum kemudian mengajak Anas untuk duduk kembali ke beranda rumahnya.

"Penasaran boleh saja Le, tapi kamu gak boleh sembarangan menyentuh sesuatu yang bukan milikmu. Bahaya," jawabnya santai

"Mohon maaf jika, saya lancang," jawab Anas

"Iya gak apa-apa le. Ngomong-ngomong kamu beneran mau jadi sekuriti buat jaga kebun apel?" tanya Gunawan

"Iya Pak,"

"Kalau boleh tahu kamu tinggal dimana?"

"Saya belum punya tempat tinggal pak, nanti setelah saya dapat kos-kosan saya pasti beritahu bapak," jawab Anas

"Kalau kamu mau kamu boleh tinggal di sini. Kebetulan kamar Emeng kosong, kalau mau silakan kalau gak juga gak papa,"

Seketika wajah Anas berseri-seri mendengar ucapan Gunawan.

"Boleh pak,"

"Yaudah kalau gitu biar Pur yang akan nganterin kamu," ucap Gunawan

Ia kemudian meminta Purnomo mengantarnya kesebuah kamar di belakang rumah.

Meskipun kamar itu kecil dan pengap, namun Anas tetap menerimanya. Daripada ngekos kan lumayan uangnya bisa ditabung buat nikah begitu pikirnya.

Setelah meletakkan semua barang-barangnya ia kembali menemui Pak Gunawan untuk membicarakan pekerjaan dan gaji yang akan diterimanya.

Ditemani Purnomo, kali ini Gunawan mengajak keduanya masuk keruang tamu. Saat memasuki rumah itu, Anas semakin tertarik dengan rumah mewah itu. Selain nyaman rumah itu memang memanjakan mata siapapun yang masuk kedalamnya dengan hiasan dinding dan pernak-pernik yang bernilai seni tinggi.

Saat keduanya tengah serius membicarakan pekerjaan tiba-tiba terdengar suara seseorang wanita menjerit kesakitan.

Suara itu Lang membuat Gunawan berlari menuju ke kamarnya diikuti oleh Anas dan Purnomo.

Di dalam kamar tampak seorang wanita paruh baya terbaring dengan perut yang membesar.

"Sakit Pak, aku gak kuat!" seru wanita itu langsung menarik lengan Gunawan

"Iyo Bu, sek tak panggil mbah Paing buat meredakan sakit mu,"

Gunawan kemudian menyuruh Purnomo untuk memanggil Mbah Paing dukun yang selama ini mengobati istri Gunawan. Purnomo langsung meminta Anas untuk mengantarnya ke rumah Mbah Paing.

"Kalau boleh tahu ibunya sakit apa ya Pak?" tanya Anas

"Santet, ada yang bilang dia kena santet Tumpas kelor," jawab Purnomo

"Oh santet toh, kenapa gak manggil ustadz saja?" tanya Anas

"Udah Mas, tapi belum ada yang berhasil mengobatinya. Hanya Mbah Paing yang sejauh ini mampu menangkal santet tersebut," jawab Purnomo

"Oh begitu,"

Anas tampak terkejut saat Purnomo menghentikan motornya di depan warung kopi.

"Lah kok kesini Pak, bukannya ke mbah Paing?" tanya Anas

"Lah, Mbah Paing emang yang punya kedai ini Mas," jawab Purnomo seketika membuat Anas terkejut

Terpopuler

Comments

Elly Julia

Elly Julia

mulai seru

2024-03-19

0

I'm a pig oing oing 🐖🐖

I'm a pig oing oing 🐖🐖

aku merasa ada yang aneh 😑😑

2023-12-12

1

I'm a pig oing oing 🐖🐖

I'm a pig oing oing 🐖🐖

hahahaha Anas dilokne krempeng 🤣🤣🤣

2023-12-12

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!