"Maaf, saat ini pasien kami tidak dapat ditemui. Kondisi emosionalnya masih tidak memungkinkan," kata perawat yang membukakan pintu.
Vita segera menarik tangan Elbert untuk mengajaknya pulang. "Elbert, lebih baik kita kembali saja," pinta Vita.
Mendengar nama Elbert disebut, Rere malahan menjadi semakin brutal. Dengan sekuat tenaga, ia melepaskan pegangan kedua perawat yang ada di dekatnya. Gadis itu segera turun dari ranjang, dan berlari untuk menemui Elbert.
Namun para perawat itu tidak tinggal diam. Mereka bertiga segera menahan Rere. Salah satu diantara mereka, langsung menyuntikkan obat penenang.
Melihat kejadian yang ada di hadapannya, Elbert merasa sangat terpukul. Vita segera menarik Elbert, untuk memaksanya keluar dari ruangan itu. Setelah berhasil membawa Elbert keluar, Vita berusaha menenangkannya.
"Jangan terlalu dipikirkan," ucap Vita sambil menepuk lembut punggung Elbert. Pria itu hanya menganggukkan kepalanya, tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Kemudian salah seorang perawat keluar dari ruangan, dan berbincang-bincang dengan mereka.
"Apakah kalian dari pihak keluarga Rere?" tanyanya.
Vita menjawab, "Bukan, kami adalah temannya Rere."
"Oh, saya kira kalian adalah keluarganya," ujar perawat itu.
Vita bertanya, "Apakah keluarga Rere sering datang kemari?"
"Justru sebaliknya," jawab perawat itu. "Semenjak pasien kami ini dipindahkan kemari, tidak ada satupun dari pihak keluarganya, yang datang untuk menjenguknya. Terkadang aku merasa kasihan dengannya."
"Sudah berapa lama dia dirawat di tempat ini?" tanya Vita lagi.
"Kurang dari setahun. Namun kondisinya tidak mengalami perkembangan yang berarti," kata perawat itu. "Seseorang dengan gangguan kejiwaan, sebenarnya sangat membutuhkan banyak dukungan dari keluarga dan orang terdekatnya, bukan hanya diberikan obat-obatan. Namun sepertinya, ia malahan diabaikan oleh keluarganya."
Kemudian perawat itu banyak bercerita tentang kondisi Rere selama ini. Baik Elbert maupun Vita, mendengarkan apa yang dikatakan oleh perawat itu dengan seksama.
Sepulangnya dari rumah sakit jiwa, Elbert lebih banyak diam. Vita mencoba mengajaknya bicara.
"Apakah kamu memikirkan Rere?" tanyanya.
Elbert mengangguk.
Vita segera mengusap punggung Elbert dan menenangkannya. "Kalau ada hal yang mengganjal di pikiranmu, kamu dapat menceritakannya padaku."
Elbert menghela napas panjang, sebelum ia bertanya kepada Vita, "Apakah orang yang pernah melakukan kesalahan besar dalam hidupnya, tidak boleh mendapatkan kehidupan yang layak?"
Vita tersenyum dan berujar, "Tentu saja mereka boleh. Mereka masih layak mendapatkan kesempatan."
"Aku merasa prihatin dengan kondisi Rere. Dahulu aku berpikir, bahwa kondisiku yang paling menyedihkan. Namun ternyata, kondisi Rere malahan lebih parah daripada aku," kata Elbert.
Vita mencoba menguatkan Elbert, "Setiap orang di dunia pasti memiliki masalahnya sendiri-sendiri. Dan kita harus percaya, bahwa kita mampu untuk melewatinya."
Elbert mengangguk. "Sekarang aku telah diberi kesempatan untuk berjalan lagi, bekerja lagi, bahkan memulai hidup kembali. Semuanya ini mampu kulakukan, karena aku selalu dikelilingi oleh keluarga, dan orang-orang yang menyayangiku. Namun tidak begitu dengan Rere."
Lalu Elbert melanjutkan dengan ragu-ragu, "Vita apakah kamu ..., apakah kamu bersedia untuk menemaniku mengunjungi Rere kembali? Mungkin dengan kehadiranku, Rere bisa pulih seperti sediakala."
"Tentu saja aku bersedia, Elbert," jawab Vita.
. --o0o--
Keesokan harinya, Elbert kembali mengunjungi Rere di rumah sakit jiwa. Saat mereka datang, kondisi Rere masih sama seperti kemarin. Gadis itu terus menerus berteriak dan meronta-ronta.
Mengetahui Elbert yang datang kembali, Rere berusaha untuk menemui Elbert. Pria itu juga meminta para perawat, untuk membiarkan Rere datang mendekatinya.
"Apakah anda yakin? Pasien kami ini, suka sekali menyerang orang lain," ucap salah satu perawat.
Elbert menelan ludahnya dan mengangguk. Dengan ditemani oleh Vita, ia semakin mendekat ke arah Rere.
Rere berlari ke arah mereka dan berteriak, "Elbert!!!" Dan sejurus kemudian, ia langsung memeluk Elbert erat.
Elbert terkejut melihat perlakuan Rere kepadanya. Dengan ragu-ragu, ia pun membelai lembut kepala Rere.
"Rere, ini aku ..., aku di sini. Kamu ..., kamu tenanglah," ucap Elbert.
"Kamu jangan pergi! Kamu jangan pergi!" seru Rere sambil terus memeluk Elbert dengan erat.
Elbert mencoba menghibur Rere. "Aku tidak pergi. Aku di sini."
"Kamu berjanji akan terus menemaniku?" tanya Rere penuh harap.
Elbert tampak berpikir sejenak. "Ehm ..., ya aku akan menemanimu."
Mendengar perkataan Elbert, Rere melompat kegirangan seperti anak kecil. Dan tidak lama kemudian, datanglah seorang perawat yang membawakan makanan untuk Rere.
"Aku hanya mau makan, kalau Elbert yang menyuapiku makan!" seru Rere.
Lalu ia memeluk lengan Elbert dan menyandarkan kepalanya di bahu pria itu. Elbert terpaksa mengabulkan keinginan Rere, agar mantan kekasihnya itu mau makan. Dan sepanjang hari, Elbert menghabiskan waktunya untuk menemani dan merawat Rere.
Melihat perlakuan Elbert kepada Rere, terbesit sedikit rasa cemburu dalam diri Vita. Namun ia segera menepis pikirannya. Vita sadar bahwa ia bukanlah kekasih Elbert, yang tidak memiliki hak untuk merasa cemburu. Terlebih Rere adalah seorang pasien rumah sakit jiwa.
Keluar dari rumah sakit jiwa, Elbert memandang Vita yang tampak lebih pendiam dari biasanya. "Apakah kamu baik-baik saja?" tanyanya.
Vita menganggukkan kepalanya. Ia sendiri merasa bingung dengan perasaannya.
"Kamu mau makan apa malam ini? Aku akan memasakkannya untukmu," ujar Elbert.
Vita bertanya, "Apakah kamu tidak merasa lelah?"
"Aku baik-baik saja," jawab Elbert. "Apakah kamu suka sushi? Aku akan membuatkanmu sushi malam ini."
Senyum kecil tersungging di wajah Vita. "Kamu bisa memasak bermacam-macam makanan rupanya."
"Tentu saja. Ayo temani aku untuk membeli bahan makanan!" ajak Elbert sambil menggandeng tangan Vita menuju mobil.
Vita langsung tersenyum lebar. "Ayo!" katanya ceria.
. --o0o--
Sesudah memasak dan makan malam bersama dengan Vita, Elbert termenung di atas tempat tidurnya. Ia tahu bahwa kebersamaannya dengan Rere hari ini, akan membuat Vita menjadi salah paham dengannya. Terlebih Rere merupakan mantan kekasihnya.
"Apakah aku harus mengungkapkan perasaanku pada Vita?" guman Elbert. "Tapi ..., bagaimana kalau ia menolakku?"
Elbert berusaha menyemangati dirinya sendiri. "Mengapa kamu begitu pesimis Elbert? Selama ini, kamu belum pernah gagal dalam mengungkapkan perasaanmu. Semua gadis selalu menerima ungkapan cintamu. Walaupun ..., yah, terkadang beberapa diantara mereka menerimamu, karena ingin memanfaatkanmu, atau dipaksa oleh orang tuanya."
Lalu Elbert segera bangkit dari tempat tidurnya. Ia ingin mengutarakan perasaannya kepada Vita. Elbert berpikir keras, apa yang harus dilakukannya, agar Vita merasa terkesan dengannya?
. --o0o--
Sementara itu, Adit mendapatkan informasi dari anak buahnya, yang telah ia tugaskan untuk mengawasi Elbert selama beberapa hari ini.
"Apa? Hari ini Elbert menemui Rere di rumah sakit jiwa? Apa yang diinginkan oleh pria itu?" seru Adit.
Adit semakin bertambah terkejut ketika mendengar, bahwa perawat yang selama ini selalu bersama dengan Elbert, adalah anak dari Agung Setiabudi.
"APA KATAMU?!" teriaknya keras. "Tidak mungkin! Tidak mungkin semua ini hanyalah kebetulan semata! Aku harus melakukan sesuatu!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments