Aluna duduk di teras belakang rumah yang langsung menghadap pada sebuah taman, Kakek Agra yang baru datang pun ikut bergabung dengan Aluna.
"Semuanya tidak ada yang berubah." Ucap Aluna dengan senyuman di wajahnya, semua yang ada di rumah ini tetap sama seperti dulu saat ia masih kecil.
"Tentu, mendiang Nenek mu tetap mempertahankan semua ini dan melarang orang-orang untuk mengubah rumah ini." Jelas Kakek Agra.
"Aku sangat menyesal karena tidak bisa ada di samping Nenek, saat beliau..." Aluna mampu melanjutkan kata-katanya.
"Sudah Aluna, kau tidak boleh menyesalkan sesuatu yang sudah berlalu." Ucap Kakek Agra dengan tangan yang mengelus punggung Aluna.
Aluna terlihat menangis dan berusaha untuk menenangkan dirinya. Rasa bersalah terus menghantui dirinya, jika saja ia bisa kembali pulang saat Nenek sedang sakit mungkin Aluna bisa berada di samping Neneknya saat ia menghembuskan nafas terakhir.
"Sudah Aluna, jangan menangis lagi." Kakek Agra berusaha menenangkan Aluna.
Aluna tersenyum dan menghapus air matanya, "Aku ingin pergi ke makan Nenek." Ucap Aluna karena ia belum pernah melihat tempat peristirahatan terakhir Neneknya.
"Tentu."
Kakek Agra langsung bangkit dari tempat duduknya, di bantu oleh seorang pelayan. Kakek Agra berjalan ke taman belakang yang lebih jauh lagi, Aluna bisa melihat taman yang lebih luas dan terurus.
Untuk pertama kalinya Aluna melihat taman ini, sebuah taman yang tertutupi oleh pagar berumput sehingga tidak ada orang yang tahu tempat ini.
"Di sini Kemala di kuburkan." Kakek Agra melihat sebuah batu nisan yang terukir indah dengan nada Kemala tertulis.
Aluna terdiam sejenak, ia melihat tempat peristirahatan terakhir Neneknya yang sangat menyayanginya.
Tapi mata Aluna melihat ke satu batu nisan yang berada di samping kuburan Kemala, sebuah batu nisan yang terlihat lebih tua. Aluna menebak jika orang yang meninggalkan dan di semayamkan di samping Kemala, sudah lama meninggal.
"Kakek, siapa orang yang batu nisan nya di samping kuburan Nenek?" Tanya Aluna penasaran.
Kakek Agra terdiam dengan mata yang menatap sayu batu nisan bertuliskan nama Indira Sarasvati.
"Suatu saat kau kan tahu siapa dia." Jawab Kakek Agra tanpa menjelaskan orang yang bernama Indira.
Aluna hanya diam dan tidak bertanya lebih jauh, ia memilih melihat batu nisan Kemala dan juga menaburkan bunga yang di bawa oleh pelayan.
"Aluna, taburkan juga bunga di kuburan Indira." Pinta Kakek Agra, meski Aluna sama sekali tidak mengetahui siapa wanita yang bernama Indira itu. Aluna tetap menuruti permintaan dari Kakek Agra, ia secara perlahan menaburkan bunga di atas kuburan tersebut.
"Indira, dia gadis yang sangat baik tapi sayang nasibnya tragis." Jelas Kakek Agra dengan senyuman sendu di wajahnya.
Aluna terdiam, ia bisa melihat tatapan mata sendu terpancar jelas dari Kakek Agra. Tapi Aluna tidak ingin bertanya lebih jauh lagi, "Aku sudah selesai melihat makan Nenek." Ucap Aluna.
Senyuman terpancar di wajah Aluna, Kakek Agra melirik ke arah Aluna. Ia lalu melirik ke arah kuburan Indira.
Kini Aluna dan Kakek Agra berjalan keluar dari taman tempat dimana Kemala di semayamkan, di saat sampai di rumah. Aluna bisa melihat Olivia tengah berjalan dengan tatapan mata yang marah.
"Dimana Abian?" Tanya Olivia pada setiap pelayan yang ada, tapi tidak ada satupun pelayan yang tahu keberadaan Abian.
Lalu mata Olivia melihat ke arah Aluna yang baru datang, tatapan mata yang marah dan kesal terpancar jelas dari Olivia.
Wanita itu langsung berjalan ke arah Aluna, dengan sorot mata yang marah Olivia langsung menampar wajah Aluna begitu saja. Aluna terdiam dengan mata yang membulat sempurna, ia tidak mengerti kenapa wanita itu tiba-tiba menamparnya.
"Dasar wanita j*lang!" Maki Olivia.
"Apa yang kau lakukan, Olivia?" Kakek Agra langsung melerai pertengkaran antara Olivia dan Aluna.
"Kakek, kau jangan membela wanita murahan ini." Jawab Olivia.
"Siapa yang kau panggil murahan?!" Aluna yang marah seketika melawan dan mendorong tubuh Olivia.
"Aw.. Dasar gila!" Teriak Olivia.
Wanita itu kembali bangkit dan hendak menampar Aluna, tapi Aluna langsung memegang tangan Olivia dan menampar balik wanita itu dengan keras.
Olivia menangis dan menjerit kesakitan saat pipinya di tampar oleh Aluna, semua orang hanya bisa diam dan tidak berniat untuk membantu karena mereka tahu Olivia pasti akan marah besar.
"Ada apa ini?" Diandra datang dengan wajah yang terkejut saat melihat Olivia duduk di atas lantai yang dingin, dengan mata yang berkaca-kaca dan pipi yang merah.
"Mama, Aluna menampar ku." Olivia langsung mengadukan hal itu kepada Diandra, kini Diandra menatap Aluna dengan tatapan tajam dan marah.
Tapi sebuah kata membuatnya kembali sadar, "Sudah jangan menangis dan kembali ke kamar mu." ucap Diandra.
"Ma, Aluna menampar ku! Hukum dia!" pinta Olivia.
"Olivia jangan buat Mama mengatakannya dua kali." Diandra langsung menyuruh para pelayan untuk membawa Olivia ke kamarnya.
Kini tatapan mata Diandra mengarah pada Aluna, Diandra bisa melihat pipi Aluna yang merah habis di tampar.
"Apa sakit? Sini biar Mama obati." Diandra tersenyum dan memegang tangan Aluna.
"Tidak perlu, aku bisa sendiri." Jawab Aluna dengan nada dingin, ia lalu pergi begitu saja meninggalkan Diandra.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
Metro Kdw
sok baik dia
2023-11-20
1