"Aku tak tau kenapa rasanya aku begitu tak asing dengan Negara Korea. Seolah-olah aku sudah hidup sangat lama di sini."
~Sara Williem/Lara Smith
.
.
.
.
.
.
Mata bulat bening itu menatap tetesan hujan yang turun. Ia tak tau kapan tepatnya ia sampai di Belanda. Saat ia membuka ke dua matanya ia sudah berada di ranjang yang empuk. Dan saat itulah ia sadar jika ia sudah berada di Belanda.
KLIK !!
Pintu kayu kamar mewah yang ia tepati saat ini terbuka lebar menampakan wajah tampan Louis. Lelaki itu mendekat dan membawa Sara ke dalam pelukannya.
"Apa kau suka berada di sini?" Tanya Louis pelan.
"Entahlah," jawab Sara jujur.
"Ayo makan, aku sudah membelikan masakan siap saji dari restoran terkenal di sini." Tutur Louis melepaskan pelukannya pada tubuh Sara.
"Kak!" Seru Sara pelan mencekal pergelangan tangan Louis.
"Ya, ada apa sayang?" Tanya Louis dengan senyum hangat.
"Apa kita akan lama di sini?" tanya Sara dengan wajah penasaran.
"Tergantung. Jika gadisku sangat menyukai Belanda dan betah di sini kita akan tinggal di sini." Tutur Louis dengan sebelah tanganya di gunakan untuk mengelus pipi tirus Sara.
"Oh! Begitu," tutur Sara dengan suara tak terbaca.
Louis menarik tangan Sara menuju meja makan. Ke duanya menikmati makanan Jepang. Meski ada beberapa makanan yang terselip makanan Belanda.
"Apa malam ini kau mau melihat Kuncir angin di sini?" Tanya Louis saat ia meletakan sumpit makannya di atas meja.
"Boleh jika hujannya reda." Tutur Sara menyuapi kembali makan di dalam mulutnya.
Louis hanya menatap Sara yang lahap memakan makannya. Sesekali ia menyeka sisa makanan yang berada di samping bibir Sara. Saat ke duanya telah selesai makan dan mencuci perabotan makan. Ke duanya duduk santai menikmati menonton Film di ruangan tamu.
Ke duanya tinggal di Apartemen mewah di daerah Amsterdam. Louis tak membeli rumah di Belanda karena ia tak ingin Anggota Aiden tau jika ia berada di Belanda. Itu alasannya ia hanya membeli Apartemen saja. Itu pun atas nama orang lain.
"Sara! " Seru Louis yang merebahkan kepalanya di paha Sara.
Sara menunduk mendengar panggilan Louis. Lelaki itu mengangkat tangannya dan mengelus pipi chubby Sara. Membuat sang wanita tersenyum lembut mendapatkan perlakuan lembut dari sang kekasih. Pria yang telah membohongi nya mentah-mentah. Mempermainkan dirinya. Bahkan menukar namanya dengan nama lain. Mengarang banyak hal.
Sayangnya, wanita cantik ini tidak tau. Apa yang tengah ia dapat kan. Louis mencuci otaknya dengan sangat hebat. Menciptakan banyak drama untuk nya. Melupakan sosok lain yang benar-benar ia cintai. Dan sayangnya, melepaskan dirinya dengan ketidak sengajaan. Hanya karena ada wanita yang begitu mirip dengan nya. Wanita yang berbagai darah yang sama dengan nya. Sadis memang. Tidak adil untuk Sara atau yang asli bernama Lara Smith.
Sedangkan di lain tempat lelaki berkulit albino itu gelisah dalam tidur siangnya. Tubuhnya di mandikan keringat dingin. Kepalanya mengeleng ke kanan dan ke kiri. Bibir tipis berisi itu bergerak pelan mengatakan sesuatu dengan suara pelan.
Pintu ruangan kerja Aiden terbuka lebar dan tertutup perlahan. Jimi masuk membawakan dokumen kerja sama Aiden dengan klien Cina. Namun saat ia masuk ke ruangan Aiden tak ia temukan keberadaan Aiden.
"Dimana dia?" tutur Jimi bertanya pada dirinya sendiri.
"TIDAK!!!"
Terikakan nyaring di dalam kamar rahasia membuat Jimi tau keberadaan Aiden. Ia membuka pintu rahasia dengan perlahan. Dengan sangat jelas mata tajam Jimi melihat Aiden terduduk dengan napas tersengal-sengal.
Tubuh lelaki itu di banjiri peluh. Dan wajahnya serat akan ketakutan yang membuat langkah Jimi semakin lebar.
"Minumlah dulu." Tutur Jimi dengan menyodorkan air yang berada di nangkas samping ranjang pada Aiden.
Aiden menerimanya dengan tangan bergetar. Ia meneguk habis air yang berada di dalam gelas kaca itu. Jimi mengambil gelas kosong itu dan meletakan di tempat semula.
Jimi mendudukan tubuhnya di pingir ranjang dan menatap Aiden dengan pandangan penasaran.
"Aku mimpi aneh," Ujar Aiden tanpa Jimi bertanya.
"Mimpi apa?" tanya Jimi.
Sebenarnya Aiden memang sering mimpi buruk. Bahkan tak terhitung kali lelaki bermata tajam itu mimpi buruk. Sejak kehilanggan Lara, ia tersiksa lahir dan bantin. Tak jarang Aiden menjadi gila kerja. Bahkan ia sering kali mengabaikan ke sehatan dirinya sendiri.
Namun saat Laura datang ke hidup Aiden sikap dan ke biasan buruk Aiden mulai berubah. Meski mimpi aneh dan menakutkan senantiasa masih tak mau pergi dari Aiden.
"Aku melihat Lara menanggis dan mengatakan ia merindukanku. Dan saat itu wajahnya penuh luka," tutur Aiden dengan suara parau.
"Itu hanya mimpi biasa Aiden. Bukankah sekarang Lara sudah bersamamu," hibur Jimi yang sebenarnya merasa tak terlalu yakin dengan perkataannya.
Jimi merasa Lara ingin mengatakan sesuatu pada Aiden. Dan Jimi yakin Lara pasti merasa marah dan kecewa pada Aiden. Namun mau bagaimana lagi, kebohonggan yang ia rangkai adalah demi kebahagian Aiden sendiri.
Jimi ingin egois hanya untuk kebahagian Aiden. Ia tak kuat melihat Aiden tersiksa begitu lama. Dan ia tau Lara sudah tidak ada lagi. Jika ia tak bisa berbahagia bersama Lara. Maka biarkan Aiden berbahagia bersama gadis lain.
Karena tidak mungkin bukan Lara akan kembali hidup dan menemui Aiden. Manusia yang hidup harus tetap menjalani hidupnya. Bukan hanya memikirkan yang sudah mati saja.
"Ya, Abang benar. Mungkin ini hanya bunga tidur saja, Abang tau? Aku terkadang merasa ke hadiran Lara kembali adalah sebuah mimpi. Bukankah itu lucu?" Tutur Aiden dengan senyum tipis.
"Kenapa kau berpikir begitu?"
"Karena aku merasa hanya raganya saja yang bersamaku. Seperti di mimpiku, karena aku tak dapat merasakan perasaanku sendiri," tutur Aiden jujur.
"Bukan tak bisa. Hanya saja kau belum terbiasa lagi. Karena semuanya terlalu menyakitkan bagimu. Hingga kau takut jika kehadiran Lara hanyalah mimpi saja," ucap Jimi mencoba bijak.
"Ya. Abang benar," balas Aiden di sertai desahan letih.
💊💊💊
Sara menatap bunga sakura yang berguguran berterbangan di sepanjang pingir jalan. Kini Belanda telah memasuki musim gugur. Dimana semua daun dan juga bunga akan lepas dari tempatnya.
Entah kenapa hatinya terasa begitu sendu menatap bagaimana daun itu jatuh dan tertiup angin.
"Kenapa kau menatap daun itu dengan wajah sedih nona?" tanya lelaki tua pada Sara.
Sara tak tau kursi taman yang ia duduki ternyata di duduki pula oleh perang tua yang berumur kira-kira delapan puluhan.
"Aku sedih melihat daun yang jatuh kakek. Saat ia tumbuh hijau, warna kuning menghampirinya. Dan beberapa bulan ia pun harus lepas di terbangkan oleh angin entah kemana. Hingga ia akan menghitam dan mati." Tutur Sara dengan wajah masih sedih.
"Lalu apa kau mau menyalahkan angin yang berhembus?" tanya sang Kakek dengan suara penasaran.
"Tidak," jawab Sara tegas.
"Lalu siapa yang kau salahkan?"
"Entahlah! Siapa yang bisa aku salahkan. Jika aku menyalahkan angin, maka aku akan malu pada daun yang gugur. Karena ia yang gugur saja tak pernah menyalahkan angin yang berhembus," jelas Sara tenang.
"Kau benar. Namun kau tau di ranting itu akan kembali lagi tumbuh pucuk untuk membentuk daun baru hingga daun lama akan terlupakan." Tutur sang Kakek itu menatap daun kering di tanah.
"Bukankah itu wajar? Manusia akan melupakan yang telah pergi dan mati. Dan menemukan yang baru seperti halnya dengan daun dan batang pohon," tutur Sara.
Kakek itu tersenyum penuh makna mendengar jawaban Sara.
"Lalu apakah kau akan mengatakan hal yang sama jika itu terjadi padamu?" Seru sang Kakek.
Kening Sara berlipat mendengar penuturan sang kakek. Kata-kata yang di Ucap kan sang kakek seakan penuh makna.
"Aku...."
"Tak perlu di jawab sekarang. Cukup cari jawabannya dengan perlahan. Agar kau tak terlalu terluka nantinya." Potong sang Kakek sambil berdiri dari duduknya.
"Maksud Kakek apa?" Tanya Sara dengan wajah penasaran.
"Belum saatnya kau tau. Namun ingat perkataanku saat ini. Luka hadir karena terjatuh, meski itu jatuh Cinta sekali pun. Karena Cinta tak pernah lepas dari kata luka dan air mata." Nasehat sang Kakek lalu melangkah meninggalkanSara dengan seribu tanda tanya.
"Eneh." Grutu Sara lalu ikut berdiri.
Ia melangkah entah kemana. Ke dua kakinya membawa ia ke sebuah taman yang entah berada di mana. Dari kejauhan ia menatap lelaki tampan yang tengah menikmati angin sore dengan memejakan ke dua matanya.
"Tampan," seru Sara pelan.
Deg !
Deg !
Deg !
Jantungnya berdebar dengan keras melihat lelaki tampan bermata tajam itu saat ke dua mata lelaki itu terbuka lebar. Entah kenapa hatinya merasa rindu memuncak di dalam sanu barinya. Bening Kristal bergulir dengan sendirinya saat melihat wajah yang entah kenapa membuat ia merasa mengkhiananti Louis.
"Papa!" Seru gadis kecil berumur enam tahun mendekati lelaki itu.
"Apa ulang tahunnya telah selesai?" tanya lelaki itu pada putrinya masih bisa di dengar oleh Sara.
"Ya, Papa. Ayo pulang aku sudah letih," Tutur anak kecil itu ketika di gendong oleh lelaki yang di Panggil Papa itu.
Mata bulat bening dengan genangan air mata itu masih saja mengalir deras. Matanya menatap nanar punggung lelaki itu menjauh dari tempat ia berdiri. Hingga ke duanya tak terlihat lagi saat di tikungan taman.
Sara ambruk dengan memukul mukul dadanya. Hatinya sakit! Sungguh sangat perih tampa alasan. Ia tak tau kenapa ia bisa begini. Saat kata cinta terpapar di otaknya Sara menolak keras. Lelaki itu sudah berkeluarga. Dan ia sudah mempunyai Louis.
"Kau ****** Sara! Bagaimana kau bisa menyukai lelaki yang telah berkeluarga. Dan kau mengkhianati cinta Kak Louis," Ucap Sara dengan bibir bergetar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
Eljauzan Altamis Pasha
karena cinta tak pernah salah,melainkan waktu,tempat dan kepada siapa kita jatuh cinta yang membuat cinta menjadi salah
2021-02-03
0
Lenni Simatupang
kog pipi sara kadang tirus kadang cabby
2020-09-19
2
Wiji
like banget karyamu thor😘
2020-05-01
2