"Aku tak tau apa yang akan aku lakukan. Di sisi lain aku mencintainya, namun di sisi lain aku tak terlalu mampu menerima kekurangannya."
~Lara Smith~
.
.
.
.
.
.
"Dia??!"
"Kemari lah Lara! Aku akan memperkenalkan dia padamu," seru Aiden pada Lara.
Lara turun satu anak tangga lagi agar kedua kakinya bisa menginjak lantai dasar. Dengan perlahan Lara mendekati ke duanya. Saat Lara berdiri di depan ke duanya Suara lembut itu terdengar jelas.
"Papa dia Tante Ini siapa?" tanya anak bernama berusia lima tahun itu menatap heran ke arah Lara.
Aiden tersenyum, ia membelai surai hitam legam sang Putri.
"Papa?" ulang Lara dengan suara pelan.
Aiden menatap Lara dengan pandangan tak terbaca. Ia menatap ke arah Venus. Anaknya yang lahir prematur, karena sang Ibu meninggal terlebih dahulu sebelum sempat menatap wajah Venus.
"Venus Brown! Perkenalan dirimu pada Mama Lara!" titah Aiden lembut.
Ke dua mata Venus membulat mendengar perkataan sang Papa. Ia tersenyum ke arah Lara dengan wajah imut.
"Hallo, Mama, perkenalan namaku Venus Brown. Senang bisa melihat Mama secara langsung. Papa benar, Mama Lara memang cantik sangat cantik," ucap Venus Polos.
Aiden terkekeh mendengar perkataan sang Putri. Beda halnya dengan Lara yang masih tak tau situasi apa yang sedang ia hadapi.
"Lara apa kau tak ingin membalas sapaan Putriku?" tanya Aiden membuat menyentak Lara kembali ke alam sadarnya.
"Ah! Ya sayang. Namaku ah! Maksudku terimakasih atas pujianya. Venus lebih cantik dari pada Mama," jawab Lara agak canggung saat ia mengatakan kata Mama pada dirinya sendiri.
"Bolehkan Venus memeluk Mama?" Pertanyaan Polos Venus membuat Lara merasa sedikit tak nyaman tapi ia tak punya pilihan apa-apa ketika ia melihat ke dua mata Lara yang penuh harap.
Lara mengangguk dan menekuk sebelah kakinya guna menyamakan tinggi tubuhnya dan Venus. Tangan mungil berwarna Putih susu melingkar di leher Lara. Entah kenapa Lara merasakan hatinya menghangat.
Jujur saja, di dalam hati Lara merasa di terpa badai kencang. Hingga mempora-porandakan hatinya. Banyak pertanyaan yang bersarang di otaknya saat ini. Tentang siapa Venus sebenarnya, siapa Ibu dari anak kecil yang tengah memeluknya saat ini.
Aiden menarik ke dua sudut bibirnya menatap ke duanya.
"Hangat seperti Pelukan Mama sungguhan. Venus senang jika Mama Lara yang menjadi Mama Venus bukan Tante Gea," tutur Venus lagi.
Lara membeku saat nama Gea di sebut oleh bibir mungil itu. Venus melepaskan pelukanya di leher Lara dan menatap Lara sebentar sebelum mengecup pipi Lara dengan gerakan cepat.
"Terimakasih telah menjadi Mama, ku! ucap Venus ceria.
"Ayo sekarang tuan Putri ganti pakaian dan mandi dulu, ya. Biar tidak gatal tubuhnya saat mau tidur nanti," titah Aiden sangat lembut.
"Siap Papa," jawab Venus patuh.
Ia tersenyum ke arah Lara yang masih membatu dan melangkah meninggal ruangan tamu menuju kamar yang pernah ia tepati dulu. Sang pengasuh mengikuti Lara dari belakang.
"Maaf."
"Untuk apa?" tanya Lara masih tak merubah posisinya.
"Aku akan menceritakan semuanya padamu. Ayo ke ruangan kerjaku terlebih dahulu." Titah Aiden membantu Lara berdiri.
Aiden menggenggam tangan kanan Lara membawanya menuju ke ruangan kerjanya. Aiden melepaskan tangannya dan mendudukkan Lara di Sofa di dalam ruangan kerjanya.
Ia melangkah mendekat ke arah lemari besi di bawah lemari yang terdapat di samping meja kerjanya. Ia membawa berkas yang terlihat sedikit usang.
Perlahan Aiden meletakan berkas itu di depan paha Lara. Dengan gerakan mata Aiden memberikan kode pada Lara untuk membacanya. Dengan perlahan tangan Lara membuka berkas di sana terdapat beberapa foto. Dimana Foto Aiden bersama seorang gadis cantik. Dan foto mereka menikah di atas altar.
Bukan hanya foto itu, di sana juga ada Foto sang wanita tersenyum dengan perut membuncit. Tanpa di jelaskan pun oleh Aiden, Lara tau pasti apa yang terjadi. Sesak! Sungguh sangat! Namun ia berusaha terlihat kuat di depan Aiden.
Ia meletakan foto tersebut di samping tubuhnya guna membaca kertas yang berada di dalam berkas. Perlahan Lara membacanya tampa satu kata pun yang terlewatkan. Ia mengigit bibir bawahnya ketika rasa nyeri menyerang ke hulu hatinya.
"Hera Hollan, dia adalah anak dari ketua Mafia yang menolongku. Dia jatuh Cinta padaku, karena dia anak satu-satunya namun ia memiliki penyakit leukimia, menikah denganku adalah keinginan terakhirnya. Dan aku tak bisa berbuat banyak, aku menikahinya. Usia pernikahan kami tak sampai dua tahun. Karena satu tahun lebih dua bulan ia meningal karena komplikasi hebat. Dan beruntung Venus bisa di selamatkan. Venus di rawat oleh Gea hingga berumur empat tahun, " jelas Aiden dengan suara lirih.
"Dan saat umur empat tahun Papa Hera meminta Venus kembali padanya. Dan sampai sekarang Venus masih berada di tangan Ayah mertuaku. Yang tak lain adalah Ayah angkatku sendiri. Tak ada Cinta di pernikahan kami. Karena aku hanya memenuhi permintaan terakhirnya. Meski Venus bersama Gea namun ia tak bisa menyukai Gea. Namun anehnya saat melihat Fotomu ia ingin aku bisa bersamamu. Dia bilang kau begitu cantik dan pantas menjadi Mamanya," lanjut Aiden lagi.
"Lalu apa mau mu sekarang?" tanya Lara dengan wajah sedih.
"Dengarkan aku, Lara. Tanpa di minta oleh Venus pun aku mencintaimu. Sangat mencintaimu hinga aku ingin mati saja. Ku mohon tetaplah di sisiku dan menjadi Istri sekaligus Ibu untuk Venus dan anak yang akan lahir di rahimmu nanti," pinta Aiden dengan suara berat.
Lara menatap ke dua mata Aiden. Guna mencari kebohongan di sana, namun sayangnya Lara gagal. Karena di sana tak ada kebohongan sama sekali.
Lara meletakan berkas di samping tempat duduk dan ia berdiri dari duduknya. Aiden hanya bisa menatap Lara tanpa banyak kata. Ia tau sulit bagi Lara menerima apa yang terjadi.
"Biarkan aku berpikir dulu Aiden. Aku mohon biarkan aku pulang ke apartemenku dulu. Jika aku sudah baikkan aku akan kembali ke sini," pinta Lara dengan suara lemah.
"Tapi kondisimu tak baik Lara. Dan di sana tak ada yang mengawasimu dan membuatkan kau makan bergizi," larang Aiden.
Lara tersenyum getir mendengar perkataan Aiden.
"Aku sudah terbiasa Aiden dan kau tau bagaimana kehidupanku selama lima tahun ini. aku bukan lagi Lara Smith yang tak bisa apa-apa. Jadi tak usah khawatir. Jika terjadi sesuatu aku akan langsung menghubungimu," bantah Lara.
Aiden hanya bisa mendesah letih. Lara melangkah keluar dari ruangan kerja lelaki itu, sebelum menuju kamar Aiden. Ia meraih tas kecil yang ia letakan di atas nakas dan kembali keluar dari kamar.
💎 💎 💎
Jung Yunita tak henti-hentinya mengomeli Lara, karena Lara tak mau makan. Dan Yunita tak suka jika Lara sudah terlihat lemah
"Satu suap saja, hem!" pinta Yunita dengan nada memelas.
Melihatnya Lara tak tega, ia menelan bubur hambar yang Yunita buat. Lara mengubungi Yunita ketika ia merasa tak enak badan. Tak butuh waktu lama Yunita datang ke apartemennya.
Ia memaksakan bubur untuk Lara dan membantu membereskan apartemen Lara yang terlihat agak berdebu. Lara hanya tertidur di tempat tidur dengan memejamkan ke dua matanya.
Yunita masuk kembali ke kamar Lara dan meletakan telapak tangannya di atas dahi Lara. Panas! Itulah satu kata yang bisa menggambarkan tubuh Lara.
"Lara tubuhmu panas sekali. Kita harus memanggil Dokter agar kau bisa di tangani." ucap Yunita panik
"Tidak Yunita. Biarkan aku tidur Sebentar saja, karena sebentar lagi pasti panasnya turun," bantah Lara pelan dengan ke dua mata tertutup.
Yunita hanya mendesah resah melihat keras kepala sang Sahabat. Ia melangkah keluar dari kamar kecil. Tak beberapa Yunita masuk kembali dengan seember kecil air hangat dan sapu tangan. Ia memeras sapu tangan lalu meletakan di atas dahi Lara.
"Apa yang membuatmu sakit seperti ini Lara?" tanya Yunita pelan.
Ia tau Lara tak akan menjawab pertanyaannya. Karena Ia telah masuk ke alam mimpi.
Malam telah berganti dengan sang Matahari. Sinar matahari masuk ke dalam kamar Lara. Membuat Lara mengerjabkan matanya perlahan. Ke dua matanya terbuka sempurna. Kulit keningnya berlipat melihat jika ia berada bukan di kamarnya namun di ruangan di salah satu rumah sakit
"Kau sudah sadar, Lara" suara panik Yunita dan Devan terdengar jelas di gendang telinga Lara.
"Oh! Kenapa aku bisa berada di sini?" tanya Lara pelan.
"Tadi malam kau mengerang dan tubuhmu begitu panas. Jadi aku menelpon kak Devan untuk mengendong mu ke mobil dan membawamu ke Rumah Sakit," jelas Yunita.
"Maafkan aku telah merepotkan kalian berdua," tutur Lara tak enak.
"Apa maksudmu Lara. Kita berdua adalah Sahabat jadi kau tak perlu tak enak. Dan Kak Devan akan menolongmu Lara apa pun statusmu," ucap Yunita dengan wajah cemas.
"Terimakasih Yunita dan juga Kak Devan!" Ucap Lara di sertai senyum hangatnya.
"Lara! Maaf sebelumnya aku mau bertanya. Siapa Ayah dari janinmu itu Lara?" tanya Yunita pelan.
Deg !
Lara terdiam mendengar pertanyaan dari bibir Yeri. Devan tak mengatakan apa-apa. Ia juga penasaran dengan apa yang terjadi pada Lara.
"Maafkan Aku. Saat ini aku tak bisa mengatakannya. Sekali lagi maafkan aku," tutur Lara dengan wajah sedih.
Yunita tak bisa berkata apa-apa lagi. Ia hanya terdiam dan menatap Lara berserta Devan berganti-gantian. Ia tau Sang sepupu merasa patah hati. Bagaimana tidak? Gadis yang ia Cintai tengah hamil. Dan mereka tak tau siapa Ayah dari anak yang Lara kandung.
.
.
.
.
.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
Jumarni
knp aiden gk suka ma gea aku pikir dia cinta gea
2020-09-02
1
Leonita Ainingrum
nooooooooo...sehun oppa udh jd appa...huhuhu...thor hati aku hancur aku ga bsa nerima kenyataan nyesekkk...thor...huhuhu...😢😢😢
2020-05-04
1
Aizyfa Aziyah
untung Yeri sangat baik orangnya ... beruntung bngtZ punya sahabat sebaik dy
2020-03-31
2