"Entah rasa itu telah mati untuknya atau masih bersemayam di jiwaku. Namun hatiku tetap merasakan sakit saat air matanya mengalir. Dan tak suka jika ada yang berusaha mendekatinya Apakah itu artinya aku masih mencintainya?"
~Aiden Brown~
.
.
.
.
.
Gumpalan awan putih bersih berarak-arak ke arah selatan. Langit sore mulai mengeluarkan warna orange di atas sana secara perlahan. Mata tajam lelaki berkulit albino itu menatap sayu gundukan tanah keras. Dimana di papan tertulis nama wanita tua yang telah merawatnya dari kecil.
Lelaki bertampang bak dewa yunani kuno itu meletakan satu buket bunga mawar putih. Sang nenek sangat menyukai bunga mawar putih. Namun hanya bisa melihat dari kejauhan bunga cantik itu. Sang nenek mengatakan bahwa bunga mawar putih mengingatkannya pada almarhum sang suami.
Dan Aiden begitu senang mendengar kisah Cinta sang nenek. Asap keluar dari mulut Aiden ketika lelaki itu membuka mulutnya. Ia merapatkan jaket bulu tebalnya guna menghalau udara dingin. Musim gugur akan segera berganti dengan musim salju.
Aiden menatap lambat makan sang nenek. Sebelum ia melangkah pergi meninggalkan area pemakaman. Aiden di sambut oleh pengawalnya saat ia berada di samping mobil fan mahalnya.
Lelaki bertubuh kekar dengan pakaian serba hitam itu membuka kan pintu Mobil untuk sang Bos. Aiden duduk di bangku belakang dengan melipat ke dua tangannya di depan dada.
"Kita akan langsung kembali ke rumah atau Presdir akan ke suatu tempat lebih dahulu?" tanya sang asisten pribadi yang duduk di sebelah kemudi.
"Antar kan aku ke Apartemen Lara Smith!" ucap Aiden dengan nada suara berat.
"Ya, baiklah Presdir," jawab asisten pribadi Aiden.
Lelaki yang berumur tiga puluh tahun itu memberi kode untuk sang supir menjalankan mobil. Saat mobil mewah itu melaju tak ada satu kata pun yang keluar dari bibir Aiden. Lelaki itu memilih diam dan membuka satu laporan yang baru saja di kirim padanya.
Tak terasa mobil mewah berwarna hitam itu kini telah berhenti di salah satu apartemen. Yang lebih pantas di sebut rumah susun mungkin! Mengingat kumuhnya lingkungan sekitar.
"Maaf Presdir. Kita sudah sampai," seru sang Asisten.
Aiden mengangguk dan meletakan kembali berkas yang sempat ia baca. Pintu di buka perlahan oleh sang pengawal.
Tampa banyak kata Aiden melangkah memasuki aula rumah susun kumuh itu. Kalian pasti tau kenapa dia tak jijik dengan rumah susun kumuh itu. Karena Jawabannya ia dulu juga pernah tinggal di tempat kumuh. Dan mungkin lebih kumuh dari tempat tinggal Lara saat ini.
Langkah kaki Aiden terhenti di salah satu pintu. Bukan karena ia sudah sampai pada tujuannya. Namun karena saat itu ia melihat dengan jelas. Gadis yang akan ia datangi tengah berpelukan dengan seorang pria. Lelaki itu melepaskan pelukannya dan mengelus pipi kanan Lara dengan lembut.
Darah Aiden terasa mendidih melihat pemandangan di depannya. Dan saat itu dapat ia tangkap Lara tersenyum hangat pada lelaki itu. Ke dua sisi rahang Aiden mengeras dan ke dua tangannya mengepal di ke dua sisi tubuhnya.
"Sialan!" Maki Aiden pelan saat lelaki itu mengecup dahi Lara dan melangkah menjauhi pintu masuk apartemen Lara.
Lara terlihat terdiam di tempatnya. Dan setelah itu gadis itu masuk kembali ke dalam apartemen kecilnya. Aiden melangkah mendekat ke arah pintu apartemen Lara dengan lantang lebar.
Lara pov On
Aku merasa sedikit aneh dengan apa yang terjadi. Lelaki yang telah pergi kembali lagi ke Belanda. Dan dia dengan gilanya mengejutkanku dan sepupunya itu. Aku akui aku begitu mengaguminya dulu waktu dia masih berada di Belanda.
Dia adalah lelaki tampan dengan otak cermelang di tambah keluarganya kaya membuat keluargaku menyukainya. Dan bahkan Ayah dan Mamaku berniat menjodohkan aku dengannya. Yah! Aku memang pernah jatuh pada pesonanya. Namun ia pergi meninggalkan Belanda hanya dengan sebuah janji semu.
Janji dimana ia akan kembali dan melamar ku. Aku tak peduli apakah itu janji semu atau tidak. Karena aku menyukainya jadi aku akan memutuskan menunggunya. Itu sebelum lelaki bernama Aiden Brown masuk dalam hidupku. Saat dimana ia merelakan kebebasannya hanya untuk aku.
Saat itu aku jatuh pada pesonanya. Bukan karena wajahnya namun karena ketulusan hatinya. Dia menyentuhku dengan kebaikan hingga membuat hatiku tergetar untuknya. Dulu aku memang bodoh membuat ia menderita. Jika aku bisa memutar balikan waktu aku akan memperbaiki kesalahanku padanya.
Seumur hidupku hanya dia yang mencintaiku dengan tulus. Bahkan saat orang-orang menghinaku ia tak akan menghinaku. Walau pun saat ini dia berubah begitu banyak. Hingga aku tak menemukan Aiden Brown yang dulu lagi.
Tok !
Tok !
Tok !
Ketukan keras membuat aku melepaskan lamunanku. Aku melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tanganku. Waktu menunjukan pukul lima Sore. Siapa yang datang bertamu di jam sore seperti ini. Dan setauku, aku tak memiliki janji dengan siapa-siapa.
Namun aku putuskan untuk membuka pintu apartemenku. Saat pintu terbuka tubuh langsung terdorong kelantai dengan keras. Body belakangku terasa begitu ngilu karena terdorong cukup keras.
"Siapa lelaki itu huh?" Teriak Aiden di depan wajahku.
Wajahnya terlihat begitu emosi terlihat jelas dengan warna merah dan rahangnya terlihat mengeras. Tapi aku tak mengerti apa yang ia maksud. Lelaki yang mana? Ah! Aku baru ingat apa maksudnya Kak Devan?
Mati aku! Dia pasti akan mengamuk padaku hari ini. Aku memberanikan diri menatap mata penuh dengan amarah itu dengan perlahan.
"Dia kakak sepupu sahabatku." Jawabku jujur.
"Lalu apa gunanya dia kesini dan mencium mu, huh? Kau tau kau hanya milikku dan tak boleh ada yang menyentuhmu !" Peringatnya dengan mencengkram daguku dengan kuat.
Rasanya begitu sakit, aku merintih dengan tangan yang berusaha melepaskan cengkraman Aiden. Namun lelaki itu begitu kuat hingga aku tak mampu melepaskan cekalan tangannya di daguku.
Lara POV Off
"Aiden sakit." Rintih Lara masih mencoba melepaskan tangan Aiden dari dagunya.
Dengan kasar Aiden melepaskan cengkraman tangannya di dagu Lara. Tangan kanan Lara mengusap dagunya yang sakit karena cengkraman kasar Aiden. Wajah lelaki itu masih belum berubah. Ia masih terlihat marah.
"Sepertinya lelaki itu harus tau kau milik siapa Lara Smit???" Tuturnya dengan suara menyeramkan.
Lara beringsut kebelakang saat Aiden terlihat menyeringai ke padanya. Dengan cepat Aiden mendorong dan mengurung tubuh Lara dalam kuasa nya. Ia mencekal ke dua tangan Lara di atas kepala gadis itu. Lara tak berhenti meronta saat ia akan berteriak.
* * *
Sinar mentari mengintip malu-malu dari celah jendela yang terbuka. Gadis cantik dengan wajah pucat itu masih terbaring di atas ranjang mewah. Ia mengerang dengan mata tertutup. Lelaki berkulit albino itu masih setia menggenggam tangan sang gadis.
Jujur saja Aiden panik setengah mati saat Lara pingsan saat bergulat di atas ranjang dengan nya. Dengan cepat Aiden memakai pakaiannya dan membawa Lara pergi menuju tempat tinggalnya hanya dengan melilitkan selimut tebal di tubuh sintal Lara.
Aiden membawanya ke rumah hanya karena tak ingin Lara kabur darinya. Hingga ia memanggil lima Dokter sekaligus untuk memeriksa Lara. Dan Jawaban ke limanya sama, yaitu karena Lara kelelahan dan banyak beban pikirkan. Dan juga kurang asupan nutrisi.
Saat itulah Aiden bernafas lega. Ia takut jika ada hal yang buruk terjadi pada Lara. Gadis itu harus tetap hidup apa pun yang akan terjadi. Hanya Aiden yang berhak menyakiti Lara. Meski sesungguhnya lelaki itu pun tak mampu benar-benar menyakiti Lara.
Ketika ke dua mata Lara terbuka. Aiden langsung mengantar Lara dengan banyak pertanyaan.
"Apa yang sakit? Apa kau butuh sesuatu? Ada yang terasa sakit? Kau lapar atau kau haus?" Itulah sederetan pertanyaan berantai yang Aiden lontarkan yang mampu di tangkap oleh pendengaran Lara.
Lara menatap Aiden dengan ke dua mata sendu. Ia tersenyum sangat tipis hinga tak ada yang tau jika ia tengah tersenyum. Ia tau Aiden sangat mengkhawatirkan dirinya. Itu membuat Lara merasa kembali berharga.
"Aku haus." Seru Lara pelan dengan nada parau.
Aiden membantu Lara duduk dan bersandar di kepala ranjang. Ia meraih gelas kaca terbuat dari kristal mahal. Dengan telaten ia memberikan Lara minum. Lara hanya bisa menghabiskan seperempat air di gelas saja.
Aiden meletakan gelas mahal itu kembali ke atas nakas di samping ranjang tempat tidur. Lara menatap gaun tidur berwana pink yang terpasang di tubuh mungilnya.
"Siapa yang memasangkan bajuku?" Tanya Lara pelan.
Aiden menatap baju tidur itu sebentar lalu menatap wajah pucat Lara.
"Pembantu ku yang memakaikannya. Karena jika aku yang memakaikannya baju itu akan lepas kembali nanti," ucap Aiden blak-blakkan.
Lara merasa ke dua pipinya memanas. Ia malu dengan perkataan Aiden. Lelaki itu turun perlahan dari atas ranjang. Sebelum ia pergi keluar dari kamar mewah bergaya eropa klasik itu ia lebih dulu membuka suara.
"Akan aku panggil beberapa asisten untuk membantumu dan menyiapkan makan untukmu. Aku harus berangkat ke kantor." Tutur Aiden langsung melangkah keluar dari kamar.
Lara hanya menatap sayu pintu kayu. Ia mendesah letih, tubuhnya terasa sakit dan tak bertenaga.
"Jika aku mengatakan aku mencintai mu apa yang akan kau lakukan padaku Aiden?" Tutur Lara lirih di sertai kristal bening yang terjun bebas.
.
.
.
.
.
.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
Yuni Audy
cocok karakter lara d perankn olehnya
2020-08-25
1
Mardiyanti
aku tidak begitu peka dengan tutur cerita ini.
2020-08-05
1
Nero_Kyrie
perbedaan rasa cinta dan benci itu tipis Sehun Oppa 😉
2019-12-06
9