BAB 17

"AHHHH!" Yarra berteriak tertahan, mana kala Adrian berdiri tiba-tiba.

Adrian mengangkat kedua tangannya, "Ini bukan salahku! bukan salahku! Salahmu sendiri yang mencium telinga orang lain sembarangan."

Yarra masih menutup matanya, benturan rahang di kursi kerja bukanlah hal yang baik. Dia menutup matanya, menahan diri untuk tidak meledak. Hari ini dia sudah kesal sekali, mulai dari Adrian yang membuat jari manisnya terantuk, hingga menolak bekal buatannya, dan sekarang membenturkan rahangnya.

Tapi Adrian sekarang berpikir Yarra berpura-pura. Saat tadi pagi kaki gadis itu terantuk, dia memaki tanpa ragu. Jadi, kalau benar ini sakit juga, maka seharusnya Yarra juga marah-marah.

Namun semua pemikiran itu buyar, manakala dilihatnya cairan bening meluncur di pipi Yarra.

"Yarra, hei ... kau kenapa? mana kulihat?"

Yarra menghempas kasar tangan Adrian yang menangkup kedua pipinya. Dari situ Adrian bisa melihat, bahwa rahang wanita itu memerah, nampak benar-benar terbentur.

"Tunggu-tunggu aku akan mengambilkan obat!" Tapi tepat saat itu, Leya bertepatan masuk.

"Pak,"

"Leya, cepat ambilkan kotak obat!"

"Ada apa Pak?"

Adrian menatap Leya kesal. Tidak suka perintahnya dipertanyakan.

Menyadari kesalahannya, Leya segera keluar lagi. Walaupun kali ini dia keluar dengan semakin kesal. Melihat Adrian yang sampai berlutut, mencoba membujuk wanita yang duduk di sofa itu, membuat Leya yakin kotak obat itu untuknya.

Tapi karena terlalu jengkel, Yarra segera mengambil tasnya hendak pulang. "Mau kemana kau?"

"Aku mau pulang! jangan halangi."

"Tidak, tidak boleh. Sebentar lagi saya waktu pulang, kita akan pulang bersama."

Adrian menyatukan kedua alisnya, tak percaya.

"Kau merajuk?" Ini adalah pertama kalinya, Adrian melihat Yarra merajuk.

Semakin kesal dengan pertanyaan Adrian, Yarra menendang tulang betis Adrian. Membuat tangan yang terentang mencoba menghalangi kepergiannya, hanya bisa memegang kakinya sakit.

"Ya, aku merajuk. Jadi rasakan itu."

Yarra melangkah keluar dengan kaki yang disentak-sentak keras seperti anak kecil.

Melihat kepergian wanita itu, Adrian masih mencoba meraih teleponnya, menghubungi bagian keamanan.

"Tutup gerbang, jangan biarkan siapapun keluar saat ini. Siapapun."

Walau dengan kaki yang sakit, dia kembali ke meja kerjanya untuk melanjutkan sedikit pekerjannya. Dia tahu cepat atau lambat, Yarra akan segera kembali untuk mengamuk padanya.

Tapi belum lama, pintu tiba-tiba dibuka. Adrian sudah tersenyum untuk mengejek, hanya untuk mendapati itu Leya bukan Yarra.

Eehhhm. Dia berdehem menetralkan wajahnya.

"Pak, ini kotak obat anda."

"Mm, letakkan di situ saja."

"Apa keponakan anda sudah pergi?"

Mendengar kata keponakan, Adrian diingatkan dengan hal-hal yang tidak berjalan seharusnya. "Leya, katakan pendapatmu! apa aku terlihat sudah tua sekali?"

'TIDAK MUNGKIN! ANDA SANGAT TAMPAN!' Leya ingin sekali meneriakan hal ini pada Adrian, sebagai isi hatinya. Namun begitu dia hanya bisa mengatakan, sesuai konteks ... "Tidak Pak, anda terlihat baik, sesuai usia anda."

Adrian sedikit tidak puas, dia bertanya lagi. "Lalu bagaimana dengan wanita tadi?"

"Wanita? maksud anda, keponakan anda?" Mendengar kata keponakan lagi, membuat wajah Adrian semakin masam. "Ya, soal dia ... bagaimana menurutmu?"

Tidak ada perempuan yang suka menilai perempuan lainnya, apalagi di depan pria yang dia sukai. Ya, walaupun katanya itu adalah keponakan. Tapi begitu, Leya hanya bisa menjawab seprofesional nya.

"Ya, dia cantik seperti semua perempuan pada usia terbaiknya."

"Usia terbaik?"

Leya mengangguk, " Ya, usia terbaik pada awal dua puluhan."

Mendengar ini, Adrian meneguk ludahnya kasar. Masih tidak percaya, bahwa tidak ada satu orang pun yang curiga, atau mempertanyakan, saat Yarra memperkenalkan dirinya sebagai keponakan. Tapi begitu, mendengar jawaban Leya, dia sedikit tenang. Setidaknya bukan dia yang ketuaan, tapi memang Leya yang tidak menua. "Dia pasti penyihir!" adalah pikiran Adrian, yang terucap.

"Maaf Pak?"

"Ah, bukan kau. Pergilah!"

Melihat Adrian yang bahkan tidak mengangkat kepala, untuk menyuruhnya keluar. Kekecewaan segera terbesit di hatinya, apalagi mengingat sosok hangat Adrian pada wanita tadi.

"Baiklah Pak." Leya hendak berbalik, tapi entah kesialan atau apa, saat dia berbalik kakinya tiba-tiba tergelincir.

"Leya kau tidak apa-apa?"

Leya meringis menahan sakit. Bokongnya benar-benar sakit setelah mendarat di lantai dengan bebas.

Adrian yang melihat ini, langsung saja mendekat. Tapi begitu, dia masih enggan untuk memberikan uluran tangannya untuk membantu.

Melihat Adrian yang tidak ada inisiatif sama sekali, Leya akhirnya berpikir untuk mengambil langkah. Dia mencoba berdiri dengan susah payah. Tepat ketika dia hampir berdiri, dia mengambil langkah berisiko dengan menjatuhkan dirinya. Benar saja, mau tidak mau Adrian jelas langsung menahan dirinya.

"Maaf, Pak ...."

Leya seolah mencoba berdiri, dengan tangannya yang juga memegang Adrian. Semua kontak fisik ini, membuat Adrian tidak nyaman! dan semua semakin tidak nyama mana kala pintu tiba-tiba terbuka dengan kasar.

Melihat itu Yarra, Adrian segera melepaskan pegangannya pada Leya.

"Wow, wow, wow Paman! aku baru saja meninggalkanmu sebentar, tapi kau sudah bersiap untuk memberiku adik sepupu."

Sedikit lambat sebelum Adrian mencerna betul kalimat itu, dan .... "YARRA, JAGA UCAPANMU!" Keras Adrian. Memangnya dia pria seperti apa, sehingga di katakan seperti itu.

"I-iyaa, ini salah paham." Leya mencoba menjelaskan, tapi dengan wajah yang ambigu.

Sebagai pemain lama, hanya butuh satu kali tatap dari Yarra, untuk mengenali niat Leya yang sebenarnya. Dengan acuh, Yarra melangkahkan kakinya dan duduk di sofa. "Aku hanya bercanda, kenapa begitu serius."

Walaupun nampak sangat acuh dari luar, tapi Yarra sangat membara dihatinya.

"Jangan bercanda seperti itu lagi." Adrian menatap Leya, "Dan kau bisa berjalan sendiri?"

Leya mengangguk dengan senyuman. Tapi begitu dia tidak mau berjalan sendiri. "Iya Pak."

Leya melangkahkan kakinya, dan hampir saja jatuh. Tapi beruntung tangannya segera ditahan. Leya pikir itu Adrian, namun saat ditatapnya itu Yarra, senyumannya segera luntur.

"Ah, Nona Muda tidak apa-apa, aku bisa berjalan sendiri. Jangan repot-repot."

"Tidak, biar aku tuntun kau."

Leya berdecak kesal dihatinya. Kenapa pula dia harus dituntun dengan tangan Yarra, saat tidak ada yang sakit di kakinya.

Saat akhirnya sampai di depan pintu, Leya membuat alasan, "Sudah di sini saja Nona."

Yarra mengangguk, "Baiklah."

Terlalu kesal, Leya melupakan aktingnya. Dia berjalan dengan biasa-biasa saja, lupa bahwa Yarra masih di depan pintu. "Nona Sekretaris?"

Leya berbalik dengan tangan terkepal, "Iya Nona? ada yang bisa saya bantu?"

Yarra tersenyum, "Tidak! tapi lihatlah kakimu sembuh setelah di papah olehku."

Menyadari ini, Leya benar-benar terkejut. "Eh, Nona ini benar---"

"Ya, kau benar. kau lupa berterima kasih padaku kan?"

Leya terdiam, bertanya-tanya apa ini benar? Yarra tidak melihat keanehannya. Dengan ragu-ragu Leya melangkah ke arah Yarra, tepat saat dia di depan.

BANG.

Angin pintu menjadi satu-satunya yang ditinggalkannya Yarra untuk Leya. Melihat ini, barulah Leya menyadari. Dia bukan hanya kedapatan, tapi juga dipermainkan dan di permalukan.

"Hahhahaa ...." Tawa Leya tak percaya.

Terpopuler

Comments

Julie555

Julie555

semangat kak, suka sama ceritanya 😍
tetap semangat tuk menulisnya

2023-11-17

1

who i am ?

who i am ?

lanjut ka😍

2023-11-17

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!