BAB 12

Yarra untuk sesaat merasa melihat monster dalam diri Adrian. Dia sampai harus berteriak, tapi itu pun belum bisa menghentikan Adrian dari kegilaan.

"Adrian sudah, ayo! ayo pergi dari sini." Yarra berusaha keras menarik tangan pria itu agar menjauh. Tindakan Adrian dengan menabrak mereka sudah cukup membuatnya jantungan. Tapi pria itu tidak berhenti sampai di situ, Adrian keluar dan langsung memukuli mereka yang baru saja ditabraknya.

"Adrian stop! bagaimana kalau dia mati." Takut Yarra melihat Adrian tidak mau berhenti menginjak-injak salah seorang, saat cairan merah segar sudah mengalir di jalan.

Tidak tahu harus bagaimana, Yarra langsung memeluk Adrian dari belakang, berharap bisa menenangkan pria itu. Siapa sangka, itu berhasil secara perlahan.

Adrian segera membalik posisi, membawa Yarra masuk dalam pelukannya. Dirasakan tubuh wanita itu bergetar hebat, "Maaf, maafkan aku." Adrian menjatuhkan ciuman bertubi-tubi di dahi Yarra. Bukan! bukan untuk menenangkan wanita itu, tapi untuk menenangkan dirinya sendiri. Yarra mungkin tidak bisa merasakannya, tapi Adrian jauh lebih gemetar daripada dirinya. "Maafkan aku."

•••

Kini berdua mereka kembali ke rumah. Dalam kediaman ini hanya ada mereka, karena saat malam para pelayan harus kembali.

"Duduklah." Adrian mendudukkan Yarra dan melepas jaketnya. Melihat penampilan Yarra yang bahkan tidak membawa jaket, sempat membuat Adrian kehabisan akal sehat. Dia benar-benar ingin mengomel, tapi tidak tega dan merasa bersalah juga.

"Tunggu, aku akan membuatkan teh."

Adrian sudah berdiri, sebelum dihentikan dengan gelengan kepala Yarra. "Ada apa? minumlah teh hangat agar merasa lebih baik."

"Tidak, aku tidak mau. Aku ingin susu hangat! aku tidak suka teh."

Lagi dan lagi Adrian tercengang. Tidak suka? apa seleranya berubah? pikir Adrian. Karena dahulu, hampir selalu dilihatnya Yarra minum teh.

"Seleramu berubah." Adrian sudah berbalik, sebelum dibuat berbalik lagi dengan ucapan Yarra.

"Seleraku tidak pernah berubah. Aku selalu menyukai susu hangat sejak dahulu. Yang suka teh itu bukan aku, tapi kau."

Mendengar ini, Adrian menatap Yarra. Sekarang semua semakin jelas baginya. Dia melangkah mendekati wanita itu, "Apa kau mengatakan, ... bahwa kau juga berpura-pura menyukai teh selama ini karena aku?" Tanyanya tak habis pikir.

Kini berdua mereka saling menatap. Bayangan apa yang terjadi tadi, melintas di benak masing-masing. Terutama bagi Adrian. Dipikirnya dia mengenal Yarra, namun apa ini? wanita itu bahkan dalam bahaya, dan dia tidak tahu, hanya karena dia berpikir dia mengenalnya.

Tak ada jawaban, Adrian langsung berdiri dan pergi ke dapur. Dia kembali dengan kotak susu, gula dan air panas. "Katakan, berapa takaran sendok yang biasanya kau minum?"

"4 sendok susu, 1 sendok gula, air panas seduh setengah ditambah air dingin."

Adrian sedikit gemetar melakukan itu semua, masih tidak percaya bahwa dia tidak mengenal wanita yang pernah berbagi tempat tidur dengannya.

Sementara Yarra, tidak pernah dalam hidup dia membayangkan pria itu akan membuatkan sesuatu yang dia sukai. Entah ini efek buatan Adrian, tapi rasanya jauh lebih enak dari biasanya. "Ini enak sekali."

Yarra memandangi Adrian yang berjongkok diam di depannya. "Kenapa hanya diam?"

Adrian hanya terus menatap, sebelum akhirnya membuka mulut, "Soal tadi, aku benar-benar minta maaf. Tidak ada pembenaran atau andai saja, aku hanya ingin meminta maaf. Maafkan aku Yarra."

Melihat pria yang mengisi hatinya minta maaf seperti ini, Yarra jelas tidak tega. "Bukan salahmu, itu salahku karena begitu ceroboh."

"Tolong---"

"Jangan khawatir, aku tidak akan pernah berjalan dengan sendirian seperti itu lagi." Yarra langsung memotong ucapan Adrian, untuk menenangkannya.

Adrian mengangguk, "Kalau begitu ayo istirahat."

"Mm, aku akan ke kamar."

Tapi saat Yarra berjalan ke kamarnya, dia dibuat terhenti dengan bayangan Adrian yang mengikutinya. "Kau mau kemana?"

"A-aku, aku, a-hanya ...." Adrian menggaruk tengkuknya, bingung dengan apa yang harus dikatakan. Tapi lebih bingung lagi, kenapa dia mengikuti Yarra ke kamar.

"Oh, jangan-jangan mau minta jatah yah?" tunjuk Yarra dengan mata memicing. Membuat wajah Adrian menjadi merah padam.

"Omong kosong! apanya yang meminta jatah, aku hanya ingin mastikan, bahwa kau benar-benar masuk ke kamar."

Yarra menganggukan kepalanya, "Jadi bukan mau minta jatah yah! bagaimana kalau jatahnya tetap aku kasih, meski kau tak minta?"

Melihat Yarra mengedip sebelah mata, dan mulai mengangkat dasternya secara perlahan. Adrian langsung menaruh tangannya di atas kepala wanita itu, "Iblis penggoda, ku perintahkan kau keluar daripadanya."

PLAK.

Adrian mengelus-ngelus tangannya yang di pukuli Yarra kuat. Sekarang dia mengerti, "Ternyata dahulu kau bahkan berpura-pura lembut. Ckckck."

Tapi tidak mau membicarakan hal itu, Yarra mendekati Adrian dengan kedua tangannya yang sudah menggapai leher pria itu, "Iblis ini tidak mau berhenti, hayoo ... apa yang akan kau lakukan?"

"Yarra jangan macam-macam!"

"Kenapa memang kalau aku macam-macam."

"Maka aku akan mengusirmu malam ini."

Alis Yarra menukik tajam, "Maksudmu, kau ingin mengusir Istrimu?"

Mendengar ini, Adrian tiba-tiba tertawa masam. "Kau melupakannya lagi, ... bahwa kita sudah bercerai."

Yarra tertegun, Adrian mencoba melepaskan kalungan tangan wanita itu, tapi tidak berhasil. "Lepaskan aku! ayo!" Adrian masih mencoba menjadi lembut, tapi Yarra menatap kearah lain, dan masih menolak melepasnya.

Yang paling Adrian takutkan adalah kebablasan, contohnya seperti ciuman di parkiran. Bagaimanapun juga mereka berdua adalah dua orang dewasa, yang pernah terlibat hubungan. Sementara saat ini, mereka sudah berpisah dan tidak pantas untuk terlalu dekat.

"Yarra, lepaskan."

Nada dingin dan rendah dari Adrian membuat Yarra kesal. "Ya sudah kalau begitu! Ingat kata Pak Polisi tadi, aku pikir Paman dan keponakan! Bleeww ... dasar pria tua."

Adrian membulatkan matanya tidak percaya, "HEY YARRA!" hari-harinya yang sangat datar dan sunyi, kini tetiba menjadi penuh warna. Sebentar dia marah, sebentar pula dia merasa sedih, dan sebentar pula dia senang, dan semua perasaan itu datang dari seorang yang sama.

Adrian mencoba mengejar Yarra, tapi ponsel wanita itu tiba-tiba berbunyi. Yarra melihat itu, dan "... Oh, kenapa pula aku bicara dengan seorang Paman, saat ada pria tampan yang menelpon ku."

Yarra menggeser sedikit tangannya dan menunjukkan panggilan dari Edgar. Berharap, Adrian cemburu. Tapi justru melalui panggilan itulah, Adrian diingatkan.

Ya, Yarra bukan lagi wanitanya. Dia adalah calon istri orang lain, yang akan menikah sebentar lagi. Dan wanita itu disini, untuk mencari memorinya yang hilang. Lagipula, jika Yarra mendapatkan ingatannya kembali, wanita itu hanya akan membencinya.

"Aku akan naik."

Adrian langsung meninggalkan tempat itu, dan naik ke kamarnya. Di dalam kamar, Adrian pergi ke balkon untuk menenangkan perasaannya yang aneh. "Adrian ingat, dia adalah orang asing! dan jangan lupa apa yang terjadi antara kalian." Dia mengingatkan dirinya sendiri.

Memikirkan ini awalnya menenangkan Adrian, tapi mengingat Yarra yang mungkin sedang bicara dengan Edgar sekarang, Adrian mulai merasa kesal lagi.

"Ck, jangan memikirkan wanita itu!" Adrian mengulang-ulang perkataan itu, tapi sayangnya tak berhasil. "Astaga, menyebalkan."

Dia sangat kesal, tanpa tahu bahwa Yarra sudah kembali tidur tanpa mengangkat panggilan Edgar. Ya, mana bisa dia mengangkat panggilan Edgar, setelah ciuman dan pelukan yang dia bagi dengan Adrian malam ini.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!