Yarra belum lama mematikan video call dengan Edgar. Dia pun kemudian tidur, namun setelah dua jam kesana-kemari ditempat tidur, dia akhirnya menyerah.
Memikirkan kepalanya yang sedikit berdenyut, dan perintah Dokter untuk lebih banyak istirahat, Yarra menemukan pembenaran untuk naik ke kamar Adrian.
Dia membuka pintu kamarnya, dan para pelayan nampak sudah kembali ke ruang belakang. Dia menaiki tangga secara perlahan, walaupun banyak yang berubah dari rumah ini, tapi Yarra masih sangat familiar.
Apalagi jika hanya perkara kamarnya Adrian. KLEK. Pintu dibuka, dan Yarra mendapati Adrian sedang tertidur.
Dia menutup pintu kembali dan duduk di tempat tidur. Menatap Adrian lama, Yarra merasakan perasaannya memang sudah sedikit berbeda. Tidak menggebu-gebu seperti dahulu, namun dia masih bisa merasakan kasih sayang terhadap pria itu.
Tapi menatap terlalu lama, kepala Yarra tiba-tiba berdenyut lagi. Karena tidak tahan dia segera memberikan dirinya. Masuk di bawah selimut yang sama dengan Adrian.
•••
Matahari baru saja terbit, dingin embun masih terasa, sementara bau harum sudah memasuki Adrian. Dia setengah sadar membuka matanya, satu detik ..., dua detik ..., tiga detik ....
Seluruh tubuh Adrian menegang, dia mencoba berdiri dengan nafas tertahan. Melihat posisi mereka baik-baik.
Tangan kekarnya telah melingkari pinggang Yarra, belum lagi kakinya ada diatas tubuh wanita itu. Kepalanya ada di depan dada Adrian, itulah alasan, kenapa harum shampo-nya naik ke otak Adrian.
Tapi dia masih memproses semua yang terjadi, ketika Yarra juga akhirnya terbangun. Pergerakan gadis itu yang coba merenggangkan tubuh, membuat lututnya tanpa sadar, menggesek tempat paling beresiko bagi Adrian.
"YARRRAAAA!!" Adrian berteriak dan langsung mendorong wanita itu menjauh.
"Adrian brengsek! ada apa?"
Adrian menjatuhkan rahangnya tidak percaya, dia menunjuk wajah Yarra tanpa bisa mengatakan satu kata pun.
"Apa? kenapa kau menunjuk-nunjuk ku seperti itu?"
"Ke-ke-kenapa kau bisa disini?"
"Aku tidur!"
"KENAPA KAU TIDUR DISINI?"
"KARENA AKU INGIN!" Bentak Yarra kembali. Mungkinkah ini efek perasannya yang sudah tidak seperti dulu, sehingg berani berteriak pada Adrian.
Begitu pula Adrian, dia memegang dadanya tak percaya. Dia sudah mengenal Yarra, semenjak gadis itu duduk di bangku SMP, saat itu dirinya adalah gadis yang baik dan lembut. Bahkan jika mereka menikah dalam perangkapnya, Yarra masihlah orang yang lembut dalam tindakan dan tutur katanya. Dia tidak pernah berteriak, atau mengumpatnya seperti tadi.
Adrian tiba-tiba menarik semua selimut menutupi tubuhnya. Rasanya dia sudah melakukan kesalahan dengan menerima mantan istrinya itu disini.
"Apa yang kau lakukan, kenapa kau bertingkah begitu?" Yarra mengerutkan alis tidak suka. Adrian menutupi tubuhnya, seolah-olah dia telah menyalahi pria itu.
"Jangan dekati aku! entah apa yang akan kau lakukan."
Tidak terima dengan pernyataan Adrian, Yarra mencoba merampas selimut itu. Adrian yang tidak siap, tidak memegang erat selimut itu, ketika Yarra mengerahkan semua tenaganya.
Bugh. Yarra jatuh terpental kebelakang. Adrian sangat syok dengan apa yang terjadi. Dia sempat tertawa, namun ketika melihat mantan istrinya itu mengarang kesakitan sambil memegang kepala, dia segera berdiri.
"Hey! Hey! jangan mati disini, setidaknya keluar di halaman." Dia masih sempat mengejek, namun tetap membantu Yarra berdiri.
Melihat ekspresi kesakitan wanita itu, Adrian tahu dia tidak pura-pura. Dia mungkin membenci Yarra disatu sisi, namun disisi lainnya masih ada rasa bersalah karena kelalaiannya membuat kepergian anak mereka.
"Apa kau tidak apa?"
Yarra menunjuk bagian belakangnya, "Ini sakit sekali!"
Adrian segera mengambil kotak obat, beruntung ada minyak serbaguna di sana. "Kemari, aku akan mengolesnya." Adrian benar-benar mengoles tempat sakit itu dan meninggalkan sedikit pijatan disana.
"Sudah lebih baik?"
Yarra mengagguk. Setelah itu barulah dia membuka mata. Tidak bisa dipungkiri, pijatan Adrian cukup nyaman.
"Terimakasih!" Ucap Yarra. Namun posisinya yang duduk di tempat tidur, menjadi canggung manakala melihat Adrian yang berdiri.
Melihat ke mana arah mata Yarra tertuju, Adrian sontak menutup miliknya. Saat ini dia hanya menggunakan boxer pendek dan ketat.
"Apa yang kau lakukan! dasar wanita mesum!"
Yarra menatap Adrian heran, "aku mesum? kenapa aku akan mesum pada ukuran tak seberapa itu!"
"YARRA!" Teriak Adrian kesal. Menyesal lagi dia, karena telah memutuskan membantu gadis itu tadi. "Harusnya kubiarkan tadi kau kesakitan."
Yarra berdiri tanpa rasa bersalah, "Kenapa begitu marah? aku hanya bercanda. Punyamu memiliki ukuran terbaik, jangan merendah dengan berpura-pura marah."
Dari pantulan cermin dia memainkan mata kepada Adrian di belakang. Membuat pria itu merona seketika. "Keluar kau!"
"Ya, nanti aku akan menyuruh pelayan untuk datang mengantar barangku!"
"Tidak boleh! Kau tidak boleh tidur disini!" Marah Adrian dengan berkacak pinggang. Setelah pengakuan Yarra tentang miliknya, Adrian mendapatkan kepercayaan diri lagi untuk berkacak pinggang.
Tapi Yarra tidak peduli, dia melangkah keluar dan mengambil kunci kamar Adrian di depan pintu. Membuat sang empunya, berteriak-teriak.
"Wah, untung saja kami sudah berpisah. Siapa sangka dia akan menjadi semakin tak terkendali, seiring bertambahnya usia."
•••
Sementara di bawah para pelayan yang melihat Yarra turun, memulai gunjingan mereka. Wajar bagi mereka tidak senang dengan gaya Yarra. Kemarin dia datang dengan menggandeng seorang pria tampan, dan kini turun dari kamar Tuan mereka, yang juga sangatlah idaman.
Merek bergosip di depan matanya, tidak mau berhenti bahkan saat Yarra semakin dekat.
Tapi Kepala Pelayan yang melihat Yarra turun, segera menghampiri. "Selamat pagi Nyonya!"
Para pelayan yang mendengar itu, segera membulatkan mata tidak percaya. "Selamat pagi Tuan Jun."
"Anda mau sarapan?"
"Siapkan seperti biasa."
Tuan Jun mengedipkan matanya berkali-kali, dia sudah tua, dan menu seperti biasa yang Yarra katakan, ada di tujuh tahun yang lalu. Jadi dia tidak bisa mengingatnya.
Dia hendak memanggil, tapi Yarra telah memasuki kamar tamu. Untung saja Adrian langsung turun mengikuti, setelah menyapa Adrian, akhirnya Tuan Jun sampai pada pertanyaannya.
Adrian menarik nafas panjang, ingin mengatakannya tapi sedikit enggan. Tidak ingin orang lain berpikir, bahwa dia selalu mengingat mantan istrinya.
"Latte 1 dan nasi goreng cumi."
Adrian hendak berlalu ke kolam, tapi terhenti. "Jangan buat yang pedas." Adrian teringat hasil pemeriksaan Yarra, yang melarang wanita itu mengkonsumsi hal-hal tertentu.
"Baik Tuan."
Para pelayan yang melihat itu, hanya bisa menggigit bibir bawah. Siapa dari mereka, khususnya yang masih muda, tidak bermimpi dekat dengan sang Tuan.
Karena terlalu penasaran, mereka pun mengekori Tuan Jun, berharap akan mendapatkan informasi tambahan.
•••
Disaat Adrian berenang, Yarra duduk di pinggiran kolam sambil menikmati sarapannya.
"Kau belum sarapan?"
"Jangankan makan, aku bahkan sudah mual dengan melihat wajahmu." Ketus Adrian. Tapi Yarra yang mendengar ini, hanya mengejek Adrian dengan makan lebih lahap.
Sayangnya hal ini dilihat, oleh salah seorang pelayan. Dengan cepat berita menyebar. Selain mendengar bahwa Yarra hanyalah mantan istri, belum lagi ternyata Tuannya tidak menyukai wanita itu. Sekelompok pelayan muda, menemukan keberanian mereka.
Melihat Yarra yang masih duduk di pinggir kolam dan Bos mereka tidak ada, mereka segera menghampiri Yarra. Atau tepatnya, berpura-pura bekerja di sekitar Yarra.
"Tahu diri itu penting ya!"
"Iyalah, jangan sudah menjadi mantan Istri, masih mengejar-ngejar."
"Mantan suami-istri itu masih terhubung kalau punya anak. Ini, tidak punya anak pun masih tidak tahu malu datang kerumah mantan."
Para pelayan itu, berpura-pura menyiram bunga di pinggir sambil terus menerus menyindir Yarra. Membuat Yarra tertawa. Tentu saja dia tertawa, Adrian ada di kamar mandi kolam. Kamar mandi di dekat bunga-bunga yang mereka siram.
Dia bahkan yakin, Adrian mendengar lebih jelas daripada dia.
"Hentikan! kalian harus menghentikan." ucap Yarra pelan. Walaupun dia terkekeh, namun membicarakan anak membuatnya tidak nyaman.
"Ish, apa sih. Itu kan kebenaran-nya."
"Kemari kau! ... aku bilang kemari!"
Pelayan muda itu mendekat dengan bibir mencibir. "Kenapa kau mau ---"
PLAK. Tamparan itu sangat keras, sampai pelayan itu jatuh. Semua temannya yang melihat, menutup mulutnya tak percaya.
Dan mereka semakin terkejut, mana kala pintu dibuka kasar. "TUAANNN!" seru mereka bersama.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Lady Owen Demon
Buat pengen jadi bagian dari cerita ini.
2023-10-28
0