Di tempat lain, Edgar menatap fotonya dengan Yarra. Dia telah menghabiskan waktu bertahun-tahun, agar bisa memiliki wanita itu. Kini setelah selangkah hendak mendapatkan seutuhnya, semesta malah membawa Yarra kembali pada masa lalunya. Memisahkan dia dengan cintanya. Mengingat ini, Edgar tidak pernah baik-baik saja.
Hari ini dia menjadi konyol dengan menerima tawaran meramal tangan. Bagaimana tidak kehilangan akal sehat, setelah hampir semua panggilannya tidak diangkat oleh Yarra.
Edgar memijit pelipisnya sakit. Menurut peramal itu, nasibnya percintaannya tidak akan berjalan baik sama sekali. Karena wanitanya terikat takdir dengan masa lalu yang belum selesai. Tapi mana bisa? bahkan jika itu benar, apa dia harus melakukan yang dikatakan peramal itu? melepaskan?
Edgar menggeleng kepalanya. Itu tidak bisa! masalahnya, dia telah berjuang banyak sekali untuk Yarra, jadi mana bisa melepaskannya.
"Itu semua omong kosong! semua akan baik-baik saja, selama aku ada disisinya."
Ya, kini Edgar sedang mempertimbangkan untuk mengambil izin bekerja jarak jauh. Dia ingin menghampiri Yarra, tidak peduli bahkan jika melawan semesta. Jika, dia tidak bisa memiliki Yarra, maka orang lain pun tidak bisa.
Seolah mitos umur panjang, saat dia sedang dalam pemikiran seriusnya mengenai Yarra, wanita itu akhirnya menelpon.
•••
Ditempat lain setelah berkali-kali mencoba fokus pada pekerjaannya. Yarra lagi-lagi teringat banyaknya panggilan tak terjawab dari Edgar. Merasa bersalah, Yarra akhirnya memutuskan menelpon balik setelah sekian lama.
•••
"Halo Sayang,"
"Ed, ... bagaimana kabarmu?"
Mendengar panggilan yang terasa jauh dari Yarra, sudah cukup membuat jantung Edgar berdebar kencang.
"A-aku baik-baik saja, bagaimana denganmu?"
"Aku juga. Maaf tidak sempat membalas panggilanmu. Ed, kau masih di kantor ya?"
"Iya, ada apa?"
"Apa bisa kita bicara nanti. Mungkin malam, bagaimana?" Alarm peringatan berbunyi bagi Edgar. Yarra tidak menelepon, sekalinya menelepon malah meminta waktu untuk bicara. Edgar, tahu itu haruslah pembicaraan yang serius.
"Sebentar tidak bisa. Bagaimana kalau kita bertemu langsung? aku mendatangimu?"
"Datang?"
Mendengar keterkejutan dan tidak adanya antusiame dari Yarra, Edgar menelan ludah pahit. "Mm, segera."
Saat Edgar sedang sedih-sedihnya dalam percakapan, seorang perempuan tiba-tiba memasuki ruangan kantornya.
"Eh, Yarra ...," Edgar memotong percakapan Yarra. "Tunggu sebentar, bisa aku meminta bantuanmu untuk pergi ke Adrian dan membawa beberapa hal."
Atas persetujuan Yarra, akhirnya ponsel dimatikan, menyusul dokumen yang akan di bawa pada Adrian.
Edgar memandang wanita di depannya. "Apa yang kau lakukan disini?"
"Kenapa? apa tidak boleh bagiku datang ke tempat Kakakku?"
Edgar menggertakan gigi, melihat adik angkatnya yang dia benci.
"Astaga, ada apa dengan wajah itu? ... oh, apa baru saja menelpon tunanganmu yang tinggal di tempat mantan suaminya?"
"Clara! ... aku peringatkan dirimu." Ada desisan di suara Edgar. Dia berusaha keras untuk tidak meledak sekarang.
"Astaga, kenapa kau harus marah! lagipula tidak ada yang salah, bahkan dengan tunanganmu yang pergi ke rumah mantannya."
"Keluar!"
Wanita dengan rambut pendek bernama Clara itu, memanyunkan bibirnya, sebelum menggeleng. "Tidak, aku tidak mau. Aku hanya ingin tahu, apa kau sudah memberikan saham yang menjadi bagian ku?"
"Sudah. Aku sudah memisahkannya. Jadi pergi dan jangan kembali lagi!"
Clara menarik sudut bibirnya, "Baiklah kalau begitu terima kasih. Aku hanya datang memastikan, takut kalau-kalau ditipu ... seperti kau menipu wanitamu."
BRAK. Melihat kemarahan akhirnya pecah dari Edgar, Clara segera berdiri. "Aku pergi dulu Kak, muaaacchh ...." dia meninggalkan ruangan Edgar, dengan bara api di atas kepala pria itu dan tawa yang menjadi miliknya.
•••
Yarra membaca dokumen online itu. Masih tidak percaya, Edgar memenangkan kawasan sebesar ini untuk Adrian, demi dirinya.
Hal ini membuat Yarra merenung, jika benar seperti ini maka kemurahan hati dan cinta Edgar, menang telak dibanding Adrian. Pria yang di cintanya secara sepihak selama ini.
"Tapi kenapa ...?" Yarra mempertanyakan hatinya yang tak berdebar untuk Edgar, sama seperti hatinya berdebar untuk Adrian.
Meski begitu, dia segera bersiap untuk pergi ke tempat Adrian, mengingat hari sudah mulai sore. Saat sedang bersiap, Yarra tiba-tiba teringat masa lalu. Dahulu dia bahkan tidak pernah ke kantor Adrian sama sekali, karena pernikahan mereka yang masih muda.
"Oooh, ini akan menjadi kali pertamaku rupanya." Yarra memutar bola matanya, antara jengkel mengingat masa lalu dan bersemangat.
"Aha, mari buat kejutan!" Yarra mengambil set blazer dan rok pendek, berwarna oranye cerah, kontras dengan kulit seputih susunya. Sebagai seorang desainer yang tidak pernah ketinggalan mode, perhiasan yang dikenakan Yarra cukup untuk menyilaukan.
Yarra menatap dirinya sendiri di cermin, "Tidak ada kata berlebihan! aku selalu secantik ini." Pemujaan terhadap sendiri, nyatanya membuat kepercayaan diri lebih baik.
Menaiki mobil klasik kesayangan Adrian, yang dijaganya seperti menjaga anak, Yarra membela kota dengan menarik banyak pasang mata. "Oh, Paman itu pasti akan marah!" Kekeh Yarra, membayangkan reaksi Adrian.
Benar saja, sulit untuk meleset. Adrian yang sedang menatap keluar jendela, dari tingginya gedung jelas mengenali mobilnya. Satu dari antara lima di dunia.
"God!!!" Dia setengah berteriak melihat hal ini.
"Ada apa Pak?" tanya Leya yang kebetulan baru masuk ingin meminta tanda tangan. Adrian tak menghiraukan Leya, dia turun dengan panik. Hati, otak, bahkan jantungnya sudah memberitahu, siapa yang membawa mobil itu saat ini.
Para karyawan seketika menjadi heboh. Bos mereka yang cenderung tidak banyak bicara, dan jarang terlihat, turun dengan tergesa-gesa.
"Pak?" Leya masih berusaha mengimbangi Adrian yang berjalan dengan langkah panjangnya. Melihat hal ini juga, para pegawai lain juga ikut-ikutan dari belakang, penuh rasa penasaran.
Seperti adegan di film-film, tepat saat Adrian keluar, tepat saat itu Yarra turun.
Dengan lipstik merah dan kecamata besarnya, Yarra menarik sudut bibir. 'Well, karena dia sudah disini maka ..., "Astaga, Paman! seharusnya tidak perlu repot-repot menyambutku seperti itu."
Seketika para karyawan di belakang menjadi riuh. "Paman?"
"Apa dia keponakan Bos?"
"Astaga dia cantik dan sexy sekali." Celutuk seorang karyawan pria.
"Astaga, lihat gayanya!"
Adrian yang mendengar itu semua hanya menggertakan gigi tertahan. Sementara Leya berpikir. Sepupu kini menjadi keponakan? 'Ini tidak beres!' pikirnya.
Di depan semua mata, Yarra membuka kaca matanya, yang semakin menunjukkan kecantikannya. Dan sekali lagi, disambut kehebohan para pegawai.
Dengan penampilannya yang berseri dan mencolok seperti remaja, serta kecantikannya yang awet, di tubuhnya yang ramping terjaga. Semua karyawan masih percaya, bahwa wanita di depan mereka adalah keponakan sang Bos.
Adrian melangkah, dan menyambar tangan Yarra, hendak menarik wanita itu ke mobil. Tapi siapa Yarra sangat cepat, menghindari tangan Adrian, membuat pria itu memegang udara seperti orang konyol.
"Yarrraaaa!"
"Aku mau masuk, aku datang untuk bisnis."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Mamsel
Sudah up dari tadi, tapi belum di upload juga sama pihak Noveltoon
2023-11-17
1