"Maaf." Rahwana tertunduk penuh penyesalan.
Sekarang adalah tengah malam dan semua orang sudah tidur. Di kamar Nabila yang pengap, anak itu sedang sibuk menangisi sarinya.
Nabila berhasil melindungi sari itu dari rampasan Elis, tapi bajunya dirobek-robek saat dalam pelukan Nabila.
Tangan anak itu lecet akibat gunting, meski yang paling dia tangisi adalah kenyataan sarinya sudah mustahil dipakai lagi. Dia tampak sangat terluka sekarang.
"Bisu, maafin aku." Rahwana berucap susah payah di antara penyesalannya. "Aku ... aku janji jagain kamu tapi ... aku malah bikin kamu nangis lagi."
Rahwana masih terlalu kecil untuk bisa melindungi apa-apa. Rahwana menyadarinya tapi masih saja ia merasa sangat bersalah.
"Bisu, kamu marah?"
Nabila memeluk sarinya dengan punggung tertunduk. Setelah sekian lama, Nabila kembali menangis sangat menyedihkan. Terlihat jelas dia sama terlukanya dengan sari itu. Nabila tampak sangat tidak rela benda kesayangannya dirusak.
Mulut Rahwana terkatup memandangi punggung Bisu. Ada bagian dari hatinya yang diremas paksa, tak sanggup melihat Bisu kembali meringkuk seperti saat pertama dia datang.
Padahal kemarin-kemarin dia sudah mulai membaik.
"Bisu." Rahwana mengepal tangannya. "A-aku bakal ganti sarinya. Sama yang lebih bagus. Kamu mau kan?"
Nabila hanya menangis. Dia sedikitpun tidak menoleh. Namun Rahwana tak butuh jawabannya. Anak itu keluar dari kamar Nabila, bermaksud pergi ke kamarnya dan melihat apakah ia punya uang cukup.
Besok Rahwana akan pergi ke pasar membelikan sari baru agar Bisu kembali tersenyum.
Tapi entah itu kebetulan atau memang sebuah takdir, langkah Rahwana terhenti saat mendengar suara akrab dari kamar Elis.
"Jahat banget sih, Tante. Baru juga pesta selesai, udah dipukulin aja anaknya Abimanyu."
Itu suara Zayn. Bukankah dia bilang baru bisa kembali dua minggu lagi?
Rahwana mengintip di sela-sela pintu, menemukan memang Zayn yang duduk di sofa berhadapan dengan Elis.
"Kamu kemarin bukannya mau pulang dulu?"
"Rencananya sih. Tapi ada masalah sedikit. Saya mutusin buat enggak ke mana-mana dulu."
"Abimanyu udah sampe ke India?"
"Belum. Tapi poster buronan saya udah dipasang di Delhi." Zayn tampak menenggak wine dari gelas kaca. "Yah, buat sekarang masih itu aja. Sejauh ini pemerintahan masih bisa diajak kompromi. Berhubungan dari dulu memang sebenernya India enggak masuk negara kekuasaan Mahardika."
"Bukannya ada pangkalan mereka di sini?"
"Biarpun ada pangkalan mereka di negara ini, enggak segampang itu Fraksi Mahardika gerak. Soalnya kalau pemerintahan enggak seneng, yang ada malah perang."
"Terus rencana kamu kedepan gimana?"
"Sejauh ini masih sama." Zayn tersenyum kecil. "Sementara Tante muasin dendam Tante, saya ngawasin Abimanyu yang kayaknya mulai panas. Mungkin sebelum kita bisa mamerin Nabila, Abimanyu udah ngebantai orang istana duluan. Kalo gitu kan kita bakal nontonin keluarga mereka digantung hidup-hidup."
Elis tertawa. "Saya lebih mau ngeliat Abimanyu sama Rara mohon-mohon di kaki saya."
"Itu juga menarik sih."
Elis meletakkan gelas winenya di atas meja. Tiba-tiba mengusap wajahnya dengan ekspresi getir dan terluka.
"Ini belum cukup," gumamnya. "Mereka harus ngerasain yang Sakura rasain."
Zayn tiba-tiba tersentak. "Tante," panggilnya dengan senyum usil. "Gimana kalo ... bikin Rara bunuh diri juga?"
"Kamu bisa?" tanya Elis terkejut.
"Yah, enggak tau sih. Tapi ... bisa dicoba."
"Caranya?"
"Tante tolong potongin jari kelingkingnya Nabila."
Di depan pintu kamar itu, Rahwana cuma bisa mematung kaku, tak percaya akan apa yang ia dengarkan.
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 181 Episodes
Comments
Anbu Hasna
waduh... padahal udah ngarep Rahwana punya mentor yg bikin dia tulus, tapi keburu ketahuan kalau Zyan muka banyak
2023-10-23
1