Elis menguncinya dalam kamar, melarang Nabila ikut berpartisipasi bahkan untuk mencuci piring.
Tentu saja Elis tidak bisa membiarkan itu. India bukanlah negara mereka dan warga desa ini sepenuhnya asing. Namun di negara ini ada pangkalan milik mendiang Mahesa Mahardika yang sekarang dijalankan oleh penerusnya. Jika dalam keramaian menyusup seorang pengintai dan melihat Nabila, Abimanyu bisa saja tahu keberadaan anaknya.
Maka dari itu sepanjang pesta berlangsung, beberapa hari kedepan, Nabila tidak boleh keluar sama sekali.
Sementara Nabila berpikir ia dikurung karena dilarang ikut bersenang-senang.
"Nak." Pintu kamar Nabila diketuk keesoka hari. "Nak, ini Lina."
Nabila buru-buru datang ke pintu, balas mengetuknya agar dia tahu Nabila dengar.
Pintu sedikit dibuka dari luar, disusul semangkuk kecil berisi bola-bola manisan.
"Nih, buat kamu."
Nabila tersenyum lebar menerimanya.
"Maaf yah aku enggak bisa bantuin kamu lebih dari ini. Kalo Nyonya tau, nanti kamu yang kena."
Tidak masalah. Nabila sudah cukup senang diberi manisan.
"Kamu enggak kesepian kan?"
Walau kesepian, Nabila menggeleng. Membuat Lina tersenyum kecil.
"Nanti aku bawain lagi."
Satu kalimat itu cukup membuat Nabila tidak merasa terlalu kesepian.
Pintu kamarnya kembali dikunci dan Nabila pergi ke tikarnya untuk mulai makan. Kemarin Nabila belum sempat makan hingga manisan itu langsung dihabiskan beberapa menit saja. Setelah selesai makan, Nabila pergi ke jendela, diam-diam membukanya sedikit untuk mengintip.
Sekarang sudah malam. Musik dari gendang dan suara tawa banyak wanita terdengar. Jika suatu saat Nabila menikah, akankah ia boleh bergabung ke sana juga?
"Pssstttt!" Dari atas, suara tak asing terdengar. "Bisu!" panggil suara itu sepelan mungkin. "Bisu!"
Nabila mendongak. Menemukan Rahwana di balkon kamar lantai atas.
Bocah itu melempar sesuatu yang dibungkus kain putih. Beruntung lemparannya tepat, karena kalau tidak, tangan Nabila mustahil menangkapnya.
"Bisu." Rahwana berbicara penuh penekanan. "Nanti, aku, dateng. Kamu, ganti, baju. Oke?"
Nabila mengerjap tapi kemudian mengangguk.
Walau tidak tahu kenapa Rahwana mengatakan itu.
Nabila lantas menutup jendelanya, beralih membuka kain putih itu. Isinya mengejutkan Nabila. Pakaian yang ia dengar disebut sari, pakaian yang dipakai semua orang di desa ini. Nabila juga memakainya, tapi sari yang diberikan Rahwana berbeda dari sari lusuh dan jelek di badan Nabila.
Ini cantik. Terlihat bersih dan baru.
Nabila langsung mengganti pakaiannya, senang melihat ia dipeluk oleh kain cantik.
Apa jangan-jangan ini pemberian dari Om Baik Hati juga? Ohiya, apa Om Baik Hati juga akan datang ke acara ini? Apa karena Om Baik Hati mau datang jadi Rahwana menyuruhnya ganti baju?
Nabila duduk menunggu di kamarnya yang gelap. Memikirkan jika ia akan bertemu Om Baik Hati membuatnya mau bersabar sampai berjam-jam kemudian. Saking asyik menunggu, Nabila ketiduran.
"Bisu." Seseorang mengguncang bahu Nabila. "Bisu, bangun. Kenapa malah tidur?"
Nabila mengucek matanya.
"Bisu, ayo buruan. Kita keluar. Mama udah tidur."
Nabila mendongak. Menengok ke belakang Rahwana berharap Om Baik Hati ada, tapi ternyata kosong.
"Ayok. Buruan."
Apa Om Baik Hati menunggu di bawah?
Nabila kembali berharap begitu sambil tangannya ditarik oleh Rahwana. Mereka turun ke lantai satu, tempat yang telah disulap sedemikian rupa untuk pernikahan Fina.
Rahwana terus menarik tangan Nabila berlari, keluar dari kediaman itu, meninggalkan pagar rumah.
Senyum Nabila berkembang lebar saat melihat seseorang berdiri melipat tangan di seberang jalan.
Om Baik Hati!
"Om Zayn! Aku udah bawa Bisu!"
Melepaskan tangan Rahwana, Nabila berlari ke arah Om Baik Hati-nya, berakhir ke pelukannya.
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 181 Episodes
Comments
Reni Anjarwani
lanjut
2023-10-21
0