"Permisi, paket." Seorang kurir menekan bel depan pagar kediaman megah itu.
Direspons oleh penjaga keamanan yang langsung berlari ke pagar namun tak membukanya.
"Paket, Pak."
"Atas nama?" tanya Tomoya datar.
"Atas nama Bu Nayla."
Jika itu atas nama Juwita atau atas nama Rara, Tomoya diperintahkan untuk memeriksanya dengan sangat detail. Tapi karena itu atas nama Nayla, wanita yang paling, paling, paling sering berurusan dengan jasa antar paket, Tomoya mengendurkan pengawasan dan menerimanya.
Ukuran paketnya tidak terlalu besar. Membuat Tomoya menduga itu semacam skin cara atau kosmetik lagi. Benda itu dimasukkan dulu ke alat khusus yang berfungsi mendeteksi kemungkinan itu bom atau semacamnya. Setelah lulus detektor, Tomoya langsung meminta seseorang menyerahkan paket pada Nayla.
"Mbak, ini ada paket."
Nayla langsung menoleh. "Loh? Aku ada paket yah hari ini?" Saking banyaknya, Nayla kadang-kadang tidak tahu kapan paket-paketnya datang dan malas memeriksa.
Diambil saja benda itu, membukanya langsung.
Hanya sedetik setelah kotak dalam paket terbuka, jeritan keras memenuhi kediaman itu.
Cetta bergegas turun dari lantai atas mendengar suara istrinya. Pihak keamanan pun ikut bergerak, merespons suara yang menandakan sesuatu berbahaya itu.
"Sayang—"
Nayla berlari kencang ke pelukan suaminya. Menggigil ketakutan yang menurut Cetta tidak biasa.
"Nayla, kamu kenapa?" Juwita ikut turun dari atas.
Nayla menoleh pada ibu mertuanya itu, menunjuk takut-takut pada kotak di meja.
Juwita dan Cetta bergerak memeriksanya. Hampir sama seperti Nayla, Juwita mundur, berteriak histeris.
Hanya Cetta yang suaranya tak terdengar, namun rahangnya mengeras kuat.
"Ada apa?" tanya Tomoya selaku kepala keamanan.
"Panggil Abimanyu," perintah Cetta seketika.
Tomoya tertegun melihat isi kotak itu juga. Buru-buru dia berbalik, memerintahkan anak buahnya untuk menyusul kurir tadi.
"Amanin kotaknya dulu," kata Tomoya. "Jangan biarin Bu Rara ngeliat."
Terlambat.
Suara teriakan histeris Juwita dan Nayla membuat Rara dari rumah seberang langsung keluar. Wanita itu tampak pucat saat mendekat, merasa harus tahu apa yang membuat ibu mertua serta adik iparnya berteriak sekencang itu.
"Apa yang enggak boleh saya liat?" tanya Rara, mengejutkan mereka.
"Bu—"
"Tomoya, kamu mau nyembunyiin apa? Jangan-jangan soal Bila? Apa?! Bila kenapa?!"
"Rara." Cetta berusaha mencegahnya tapi Rara mendorong tubuh pria itu, pergi menuju kotak di atas meja.
Kening Cetta dan Tomoya kompak berkeruf, sama-sama memejamkan mata mereka erat.
Tidak bisa lagi dicegah saat Rara akhirnya melihat potongan jari-jari kecil berlumur darah itu. Disertai segenggam rambut hitam dan sehelai foto seorang anak kecil meringkuk di tanah.
Berbeda dari Juwita dan Nayla, Rara tidak menjerit seketika. Wanita itu meraih selembar foto di sana, mengamati dengan jelas bahwa itu memanglah malaikat kecilnya.
Bayinya.
Buah hatinya yang selalu datang ke pangkuan Rara sambil berkata, "Mama, Bila kangen Papa peluk Bila. Tapi Bila tahan kok tungguin Papa. Mama peluk Bila gantiin Papa dulu yah?"
Rara menggigit bibirnya. Dari foto ini, terlihat sangat jelas badan anaknya yang memerah seperti habis dicambuk. Dia meringkuk di tanah seperti serangga dan rambutnya dipotong sembarangan sampai-sampai rumput liar terlihat lebih rapi daripada rambutnya.
Napas Rara mulai tak beraturan. Dunianya yang sudah porak-poranda mendadak rubuh tanpa bekas.
"Rara—"
"AAAAAAAAAAAAAAARRRRRRGGGGGGGGGG!"
Teriakan itu melolong panjang, menyayat hati siapa pun yang dapat mendengarnya.
*
Banyu, Rendi, Olivia, Abirama dan dua penjaga lain masing-masing memegangi anggota tubuh Abimanyu agar tidak bergerak.
"Argh!" Abimanyu kesetanan memberontak, menatap Rose dengan hasrat membunuh yang jelas. "Lepas! Lepasin gue, bangsat! Anak gue nungguin gue!"
Rose melipat tangan, menatapnya tanpa ekspresi. "Anti-Mahardika sialan. Aku cukup berbaik hati membiarkan mereka tapi sekarang aku mulai kesal."
Olivia mendengar ucapan Rose tapi sekarang sangat sulit menahan Abimanyu bahkan dengan mereka semua.
"Abimanyu!" teriaknya keras-keras, berharap kewarasan di sana mendengar. "Tenangin kepala lo! Lo pikir bisa nyelametin Bila kalo nyerang Rose?!"
Abimanyu tetap berusaha memberontak. Yang terbayang di kepalanya hanya foto anak gadisnya terluka dan potongan tangan di kotak misterius itu.
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 181 Episodes
Comments
Neng Nosita
ngeriii thor.. 😫
2023-10-24
1