Pencarian Nabila masih belum membuahkan hasil apa-apa. Abimanyu sudah berusaha sangat keras mengerahkan semua orang yang ia bisa, memakai jaringan informasi dari Olivia, bahkan meminta permohonan pada Narendra untuk membantunya menemukan Nabila, tapi keberadaan anak itu masih nihil. Keberadaannya seperti tertelan oleh bumi.
Yang Abimanyu ketahui sekarang hanyalah Nabila tidak ada di negara ini. Setelah ia mengerahnya sejumlah tenaga pencarian awal, hasilnya persis seperti dugaan Olivia bahwa Nabila berada di belahan bumi entah di mana.
Hanya itu yang ia tahu sekarang.
"Kudengar kondisi istrimu semakin buruk," kata Rose yang sekaligus menegurnya. "Kuatkan dirimu, Abimanyu. Kamu ajudan seorang perdana mentri."
".... Saya tau." Abimanyu menautkan tangannya kuat, berusaha menahan seluruh emosi yang berkecamuk dalam dirinya.
"Tapi yah sesali hal itu." Rose menarik kursinya untuk duduk. "Mencegahmu punya anak dulu mungkin terdengar kejam tapi nyatanya keberadaan anak itulah yang sebenarnya kejam. Dia harus menanggung kesalahan kalian karena kalian yang membiarkan dia lahir."
"...."
"Lain kali jika seseorang berbaik hati memberitahu, lebih baik dengarkan dan jangan keras kepala."
Abimanyu menutup matanya, hanya berharap kalau ia tidak menangis di sini.
Penyesalan itu akan ia lakukan nanti. Untuk sekarang putrinya dulu.
Putrinya menunggu Abimanyu datang.
*
Pernikahan Lina ternyata tidak jadi dilakukan. Alasannya adalah Lina sendiri memutuskan menolak. Dia sudah mempertimbangkan matang-matang bahwa pernikahan itu tidak merayunya. Tapi sebelum bisa menyampaikan penolakannya, keluarga pihak lelaki sudah datang untuk melamar.
Nabila menyaksikan itu diam-diam. Walau ia belum sepenuhnya lancar berbahasa Tamil, sedikit-sedikit Nabila mengerti bahwa pernikahan itu akan dilanjutkan.
Gantinya Fina yang akan menikah.
Nabila menoleh pada Lina saat ia bingung kenapa Lina menolak. Kebetulan, Lina sedang menyiapkan camilan. Menyadari tatapan Nabila, Lina menoleh.
"Kenapa?" tanya dia lembut.
Tidak ada Fina yang akan memarahinya kalau bersikap baik, jadi Lina bahkan tersenyum.
Mulut Nabila terbuka, hendak bertanya meski kembali terkatup. Sorot mata Lina berubah prihatin. Lina ingat awal-awal Nabila datang, mulutnya sangat lancar bicara. Tapi ketakutan dan pukulan tanpa henti merenggut semua itu darinya.
Sekarang dia tidak lagi bisa mengeluarkan suara dari mulutnya.
"Kamu penasaran?"
Nabila mengangguk.
"Kenapa aku enggak nikah?"
Nabila mengangguk lagi.
"Aku punya keluarga di sana." Di negara asal mereka, lebih tepatnya. "Kalau aku nikah sama orang sini, takutnya nanti aku enggak bisa pulang lagi."
Nabila memiringkan wajah, tidak mengerti.
"Lagian aku enggak terlalu kenal sama dia, laki-laki yang mau ngelamar. Kita cuma ketemu beberapa kali waktu di pasar. Mau aku yang nikah Fina yang nikah, buat dia mungkin enggak masalah."
Nabila mengerjap. Ia kurang mengerti tapi sepertinya Lina tidak merasa sedih sama sekali. Itu bagus. Dia orang baik jadi Nabila tidak ingin dia bersedih.
"Nanti aku kasih tau lagi kalo kamu penasaran. Sekarang kamu cuci piring dulu. Nanti Nyonya marah lagi."
Nabila mengangguk. Tipis-tipis ia tersenyum, merasa senang karena seseorang mau bicara dengannya.
Dan memikirkan kalau setelah menikah Fina bakal pergi ... Nabila semakin merasa senang.
*
Suasana hati Elis tampaknya baik setelah pembicaraan pernikahan Fina lancar. Wanita itu terlihat gembira karena bisa mengadakan acara besar-besaran sebagai orang terkaya di desa. Berkatnya, walau hanya sedikit, waktu Elis berkurang mengurusi Nabila dulu.
Hanya seminggu setelah itu rumah menjadi ramai. Orang-orang sekitaran berkumpul merayakan kegembiraan, bernyanyi sambil mengerjakan hiasan-hiasan pernikahan.
Nabila juga merasa senang. Atau lebih tepatnya ia antusias melihat hal-hal baru yang belum pernah ia lihat seumur hidup.
Walaupun ....
"Kamu jangan keluar dari sini!"
Elis melemparnya ke dalam kamar.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 181 Episodes
Comments