Abimanyu mendorong pintu kamar, menemukan gelapnya ruangan itu dari cahaya selain cahaya rembulan di langit sana. Rara, istrinya, menjadi semakin kurus seiring waktu. Keberadaan Nabila yang belum bisa dilacak adalah alasan utamanya.
"Ranaya."
"Bila mana?" bisik Rara parau. "Kamu udah jemput Bila, kan?"
"...."
"Udah berapa bulan?" Rara mendadak berpaling, menatap Abimanyu dengan segenap frustasi di wajahnya. "UDAH BERAPA BULAN KALIAN NYARI?!"
Abimanyu hanya mengunci mulut.
"Olivia pasti enggak mau nyariin, kan? Olivia pasti sengaja enggak mau nyari karena dia marah! Enggak mungkin belum ketemu! Olivia cuma sengaja biar aku nyesel!"
Abimanyu berusaha tetap mengunci mulut.
Pikiran Rara sekarang sedang kacau. Bahkan kalau Olivia tampak sangat ingin berkata 'rasain karma lo!' pada mereka, wanita itu tidak akan pernah sengaja menyiksa Nabila.
Rose adalah perdana menteri negara jadi tentu saja dia superpower. Dia hebat, genius, bisa melakukan banyak hal. Namun ... Rose bukan Tuhan.
Bukan siapa pun selain manusia yang kebetulan punya kuasa.
Dunia ini terlalu luas untuk Rose ketahui segalanya. Karena itu sekalipun mereka semua berusaha keras mencari, jika Tuhan belum berkenan membantu pencarian ini, hasil yang Rara inginkan tidak akan terlihat.
"Bi, plis." Rara merangkuk ke ujung tempat tidur, mencengkram pakaian Abimanyu. "Aku mohon. Aku mohon sama kalian. Balikin anak aku. Balikin Bila, Abimanyu!"
"...."
"Aku enggak bakal minta kamu pulang lagi. Kalo kamu mau pergi selamanya pun terserah kamu. Tapi balikin Bila. Balikin anak aku. Cuma dia, hiks, cuma dia satu-satunya yang enggak boleh kamu ambil!"
Abimanyu menutup wajahnya ditemani rintihan istrinya. Ia berusaha tidak ikut menangis walaupun sekarang jantungnya serasa ditusuk ribuan pisau.
Bukan cuma Rara yang menganggap Nabila harta paling berharganya. Bukan cuma Rara yang menganggap Nabila belahan jiwanya.
Anak itu, Abimanyu rela menyerahkan hidupnya hanya demi anak itu. Ia rela membunuh siapa saja demi anak itu.
*
"Ini semakin menarik." Rose menopang dagunya memandangi laporan pencarian Nabila. "Aku mulai merasakan sesuatu yang berbahaya di leherku."
Olivia melirik Rose seketika. "Lo pikir Abimanyu bakal ninggalin lo?"
"Entahlah. Mana kutahu hati manusia. Kalau dia berkhianat, akan kubunuh semua keluarganya di depan istana negara dan membuat seluruh warga melempari mereka dengan batu." Rose tertawa. "Tapi ... pasti sudah terbersit di benak Abimanyu."
Dia sudah terlihat putus asa.
Beberapa kali dia melirik Rose untuk sebuah alasan yang hanya dimengerti oleh Abimanyu.
Pasti dia berpikir begini : kalau dia membunuh Rose dan menyerahkan mayatnya pada Faksi Anti-Mahardika, dia akan tahu di mana anaknya.
Tapi untuk sekarang pasti hanya pikiran saja. Karena kalau dia benar-benar melakukannya, Abimanyu akan melihat mayat istrinya kering dari darah.
Itu adalah risiko menjadi bagian terdalam dari sebuah negara.
"Tentu saja aku tidak akan membiarkan itu. Jika aku membantu Abimanyu mendapatkan anaknya, kesetiaan dia padaku akan semakin bertambah." Rose menautkan tangan di bawah dagunya. "Tapi ... bagaimana jika anak itu sudah mati?"
Itu adalah hal yang paling mereka takutkan.
"Omong-omong bagaimana dengan Kisa? Banyu sudah berhasil membujuknya?"
Olivia menghela napasnya lelah. "Belum. Tapi dari semua orang, kenapa sih harus Kisa? Emangnya dia beneran bisa bantuin kita? Menurut gue dia enggak tau apa-apa."
Rose tertawa. "Memang sulit berhadapan dengan orang bodoh."
"Orang bodoh mana yang diijinin duduk di ruang kerja lo?!" protes Olivia. Walaupun percuma karena Rose tidak akan pernah berhenti menyebut mereka bodoh selama mereka tidak sepintar Rose.
"Bodoh adalah sebutan paling tepat untuk kalian. Karena jika tidak, seharusnya kalian sudah mengerti."
Olivia menahan dirinya tidak menggetok kepala Rose. Karena bisa-bisa ia dianggap melakukan kejahatan terhadap Perdana Menteri.
"Apa boleh buat kalau otakmu menang sekecil itu." Rose menghela napas kasihan. "Siapa nama lengkap Juwita?"
"Hah?"
"Jawab saja."
"Kalo enggak salah ... Juwita Padmavati."
"Dari nama lalu karakteristik wajahnya, kemungkinan dia punya darah India." Rose tersenyum. "Kisa punya wajah yang mirip dengan Juwita. Untuk membuat wajah seseorang bisa semirip itu, dibutuhkan karakteristik yang serupa untuk hasil memuaskan. Walaupun hanya sebatas teori, kemungkinan Kisa juga berdarah India."
"Terus, hubungannya sama Nabila?"
"Dari tujuh negara yang menurutku paling memungkinkan, India adalah salah satunya."
Rose memejam. "Sekarang sudah mengerti kan, Bodoh?"
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 181 Episodes
Comments