"Princess." Banyu mendekati Rose di meja tempat perempuan itu bekerja. Biasa disebut Meja Strategi.
Banyu meletakkan segelas air kelapa muda di dekatnya. Di tengah meja, layar besar tengah menampilkan papan catur digital yang Rose gerakkan hanya lewat isyarat tangan.
"Di mana kakakmu?" tanya Rose.
"Pulang sebentar. Katanya Rara demam tinggi."
"Begitu. Katakan padanya pulang dua jam lagi."
Banyu tidak menjawab karena tidak perlu. Pria itu justru menarik kursi lain, duduk memandangi permainan catur Rose yang sepertinya tengah melawan Damar di belahan pulau sana.
"Princess—"
"Ada dua kemungkinan." Rose menjawab sebelum ditanya. "Rencana paling awalnya, kemungkinan adalah menyiksa anak itu lalu membiarkan Abimanyu tahu dan meminta tebusan. Tebusannya tentu saja aku."
"Tapi kurasa orang ini punya kedekatan khusus dengan Sakura sebelum dia mati. Jadi bisa juga tebusan yang dia minta adalah kepala Abimanyu."
Rose tersenyum kecil. "Dia mungkin akan menyiksa anak itu sampai Abimanyu bersujud di tanah menyerahkan kepalanya sendiri."
Kemungkinan itu cukup besar. Rose tahu karena dulu ia pernah melihat pria itu tersenyum.
Senyum kecil yang dia berikan saat perang dulu membuat Rose tahu seberapa besar kegilaan yang bisa dia perbuat.
"Lalu kemungkinan kedua, dia akan mengulur-ulur waktu dan menahan anak itu bertahun-tahun lamanya. Sampai dia dewasa, jika memang bisa. Lalu dia akan memunculkannya dalam wujud yang berbeda."
Rose menopang dagu. Tangannya memberi isyarat agar bidak catur bergerak, sementara bibirnya terus berbicara.
"Besar kemungkinan dia akan membuat anak itu luar biasa membenci Abimanyu dan istrinya. Bukankah itu balas dendam paling menarik bagi orang tua? Anak yang mereka cari sekian lama ditemukan dan ternyata anak itu membenci mereka dan menyalahkan mereka. Jika aku adalah dia, akan kupilih cara ini."
".... Princess." Banyu menahan gemetar di bibirnya dengan menggigit bibir itu.
Diraih tangan Rose yang dingin, menggenggamnya kuat-kuat seolah gadis rapuh itu jauh lebih tegar daripada dirinya sendiri. "Aku enggak peduli Abimanyu dibikin sujud ke tanah tapi kalo bisa, Princess, kalau kamu bisa ... tolong jangan biarin Bila disiksa terlalu lama. Dia masih kecil."
Rose terdiam. Matanya memandangi Banyu yang kini menundukkan keningnya pada tangan Rose, seperti tengah berharap.
Lama Rose hanya diam, sebelum tangannya bergerak mengusap-usap kepala Banyu.
"Aku yang paling tahu rasanya tersiksa sendirian," gumam Rose. "Hanya karena aku tertawa, bukan berarti aku membiarkannya."
Banyu sedikit lebih lega.
"Tapi ... kamu juga harus tahu, Banyu." Rose menarik tangannya. "Kadang-kadang saat kamu tersiksa ... dunia melarang siapa pun datang menolongmu."
Rose sering merasakannya dulu.
Terlampaui sering hingga ia menganggap itu sebagai sistem dari dunia ini.
*
Ini pertama kali Nabila terbangun dengan badan yang sangat ringan. Entah karena pengaruh obat demam, ataukah karena kemarin ia makan es krim, atau mungkin karena ia memakai bantal, ataukah karena si Om Baik Hati.
Nabila buru-buru terbangun, turun dengan harapan si Om Baik Hati masih ada.
Tapi ....
"Ngapain kamu di sana? Buruan ke sumur ambil air, terus cuci baju."
Si Om sudah pergi.
Nabila tertunduk kecewa. Agak terlalu kecewa hingga ia lupa ... tempat ini adalah neraka.
Sebuah cubitan keras kembali ia rasakan di telinganya. "Kamu jadi kegirangan cuma karena kemarin dibelain, hah? Zayn ke sini cuma sesekali. Mau dia ngelindungin kamu pun, kalo dia udah pergi, enggak ada yang bakal peduli sama kamu!"
Nabila berusaha berteriak, mengekspresikan rasa sakitnya tapi yang keluar hanya suara napas yang terengah-engah kesakitan.
Elis mendorong tubuh anak itu, membiarkannya terjatuh di lantai.
"Ngeliat muka kamu aja usah bikin saya emosi!"
Ringan di tubuh Nabila mendadak hilang, digantikan rasa sakit baru atas kemarahan Elis.
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 181 Episodes
Comments