Flashback

Beberapa jam sebelumnya ...

Tepat setelah Gisel meninggalkan Jean di ruang tamu. Pria dingin itu, rupanya masih berdiri menatap pintu kamar Gisel tanpa bergerak sejengkal pun dari tempatnya berdiri.

Matanya yang berwarna cokelat terang, menatap tanpa ekspresi ke arah kamar Gisel selama beberapa menit. Entah, apa yang sedang Jean pikiran. Yang jelas tak lama setelah itu, dia langsung mengambil ponsel pintarnya untuk menghubungi seseorang.

"Aku sudah memutuskannya, kita mulai bergerak malam ini juga."

Meskipun panggilan telepon Jean sudah terputus dari sejam yang lalu. Pria itu masih belum bergerak dari tempatnya semula. Yah, Jean memilih menunggu. Menunggu Gisel terlelap jauh ke alam mimpi dulu, sebelum benar-benar pergi.

Dirasa Gisel sudah tertidur pulas. Jean memasuki kamar wanita seksi itu diam-diam untuk melihat sosok yang paling dia sayangi serta kasihi, terakhir kalinya.

Di sana, tepatnya ranjang berwarna putih untuk ukuran satu orang itu. Tubuh ramping Gisel meringkuk menghadap ke arah pintu. Matanya yang biasanya menatap Jean galak, kini terpejam erat dan terlihat begitu tenang sekali. Saking tenangnya Gisel tertidur, Jean sampai tak enak hati hanya untuk melihatnya lebih dekat. Kaki pria itu terpaku, dengan jarak kurang dari satu langkah lagi menuju tempat tidur Gisel.

Mungkin, hanya kedua tangannya yang bisa terulur ke depan. Untuk membelai rambut cokelat bergelombang milik Gisel yang halus laksana sutra itu. Namun, Jean segera mengurungkan niatnya.

Tangannya yang sempat terulur tadi, langsung pria itu tarik kembali sebelum berbalik pergi. Itu karena Jean merasa kesulitan. Dilain sisi, ego serta batinnya bergejolak. Dan menentang hal ini semua. Namun, disisi lain logika serta pikirannya setuju jika ini jalan terbaik yang dia punya.

Yah, meninggalkan Gisel. Itu opsi paling baik sebelum Jean memulai balas dendamnya terhadap para binatang itu.

Bukan karena pria itu tak mencintainya. Tapi, karena Jean tidak ingin salah satu pihak dari musuh mengetahui kelemahannya. Selain itu Jean juga tidak ingin sesuatu yang buruk dapat membahayakan nyawa Gisel. Apalagi dia tahu betul bagaimana sang Ayah biasanya bertindak dalam membasmi semua musuhnya. Jangankan keluarga musuhnya, terkadang orang yang musuhnya kenali juga ikut terkena imbasnya. Dengan dihabisi secara tragis.

Jadi, untuk memastikan keselamatan wanita seksi itu. Sementara waktu Jean akan menjauh sebisa yang dia lakukan. Meskipun hal itu dapat membuat hubungan keduanya makin renggang dan mungkin tidak bisa kembali seperti sedia kala. Tapi, Jean benar-benar berharap jika Gisel selalu hidup tenang serta bahagia dimanapun dan kapanpun itu.

Langkah kaki Jean yang sempat berjalan maju ke arah pintu keluar. Tiba-tiba terhenti, lantas pada detik berikutnya Jean berbalik kembali menghampiri Gisel yang masih tertidur tenang di atas tempat tidurnya itu.

Dijatuhkan bobot tubuhnya tepat disamping sisi ranjang dengan kedua kaki sebagai tumpuan. Kemudian tangannya yang sempat tak berani menyentuh Gisel. Perlahan-lahan terulur lagi, untuk mengusap puncak kepala wanita seksi itu sayang.

Tak hanya itu, Jean juga mengecup dahi, mata, pangkal hidung kemudian berakhir pada bibir Gisel cukup lama. Sampai dirinya benar-benar merasa sudah cukup. Jean baru menghentikan aksi diam-diamnya itu. Lantas bangkit berdiri dan pergi untuk melaksanakan aksi berbahayanya yang sebentar lagi akan dia mulai.

Saat Jean sudah berada di lantai paling bawah, rusun tempat Gisel tinggal. Sebuah sedan hitam tiba-tiba menghampiri dirinya dari arah belakang. Lantas berhenti tepat didepan tubuh Jean dengan pintu sebelah kanannya yang langsung terbuka secara otomatis.

"Selamat malam, Sir!" ucap sang supir yang Jean balas dengan anggukan kepala singkat.

Pria itu lantas masuk ke dalam sedan hitam itu yang entah membawanya pergi kemana.

Malam itu, rembulan tampak bersinar penuh dengan goresan warna merah pekat yang menyelimuti dirinya. Membuat dia menjadi satu-satunya pusat perhatian bagi siapapun yang melihat langit malam.

Tak hanya itu, semilir dari angin malam yang berembus serta menerbangkan anak-anak rambut milik Jean. Membuat sosok pria yang tengah berdiri di atas roof top bangunan tua, terlihat sangat memesona sekali, dengan senapan berlaras panjang dikedua tangannya. Yang moncongnya mengarah tepat ke satu titik, yang letaknya tak begitu jauh dari bangunan tua itu.

"Jendela paling ujung, target kelima. Klien Tuan besar yang cukup lihai dan cerdik."

Terdengar suara Dexter memberi aba-aba pada Jean lewat earphone yang sudah terpasang dimasing-masing sisi telinga miliknya.

"Oke!"

Dorrr!

Hanya dalam sepersekian detik setelah itu. Jari telunjuk Jean menarik pelatuk senjata berlaras panjang itu, yang rupanya sudah membidik target yang sudah Dexter sebutkan sedari tadi.

Dan hanya dalam hitungan detik. Target langsung jatuh terkapar dengan sekali head shot dari Jean.

Melihat salah satu klien ayahnya tewas, membuat Jean tersenyum puas. Karena secara tidak langsung, dia mulai menyingkirkan satu-persatu orang-orang yang paling diandalkan ayahnya itu. Jadi, jika semua orang yang ada disisi ayahnya tiada, sudah bisa dipastikan lagi. Jika kekuasaan milik pria tua itu akan segera jatuh.

"Seperti biasa, bidikan Anda selalu tepat dan akurat. Tak salah jika Anda mendapat gelar penembak jitu. Tapi kenapa Anda tak pernah mempublikasikan hal itu di depan publik?" tanya Dexter yang rupanya sudah menunggu Jean, di bawah bangunan tua.

Terlihat Jean menyunggingkan senyum tipis seraya melepaskan sarung tangan, yang selalu dia gunakan jika telah mengeksekusi seseorang dengan senapan miliknya. Kemudian mencelupkan benda itu ke dalam sebuah larutan, sebelum akhirnya dia nyalakan dengan korek api. Yang seketika terbakar habis begitu saja di depan matanya.

"Untuk apa?" tanyanya dingin tanpa menolehkan kepalanya sedikitpun ke arah Dexter.

"Yang pasti untuk popularitas Anda, dong. Lagian media mana coba yang tidak akan penasaran pada kehidupan Anda, jika sampai mereka tahu jika selain menjadi CEO, Anda juga seorang ..."

Mulut Dexter langsung terkatup rapat, saat sebuah belati yang entah dari mana datangnya. Berada tepat dibawah aliran nadi lehernya. Dengan ujungnya yang runcing mengarah lurus ke atas, dan bisa kapan saja menyayat permukaan kulit lehernya itu.

Gluk! Dengan berat serta susah payah. Dexter menelan ludahnya, seraya menahan napasnya sendiri. Saking takutnya, pria berambut merah bata itu sampai tak sekalipun mengalihkan pandangan matanya ke arah sang tuan yang kini terlihat menyorotinya dengan tatapan seorang predator buas. Yang dapat menghabisinya kapan saja.

"Sayangnya aku tak memerlukan itu. Cukup buat citra yang buruk saja tentangku. Hingga tak ada satu orang pun yang berani hanya untuk melihat ataupun bertemu denganku. Toh, aku hanya butuh Gisel saja saat ini. Yah, cukup wanita itu," jelas Jean yang langsung dibalas anggukan kepala ketakutan oleh Dexter.

Terpopuler

Comments

💞 NYAK ZEE 💞

💞 NYAK ZEE 💞

kalau mau balas dendam sama ayahnya kenapa ngak langsung ayahnya saja yg di dor....
dari pada kelamaan ngebunuh tuh kaki tangan satu persatu.....
ngak efesien waktu.....

2023-11-05

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!