Tidak Pernah Lupa

"Kau benar-benar menyebalkan!" rutuknya kesal, dengan bibir yang dipautkan lucu.

Membuat tangan Jean refleks mencubit kedua pipi Gisel, karena merasa gemas. "Tapi kau suka," celetuk Jean.

Gisel langsung melotot tak terima. "Yak! Kapan aku bilang begitu?"

Terlihat Jean memasukkan salah satu tangannya ke dalam saku celana miliknya. Kemudian melihat ke arah Gisel dengan ekspresi wajah seolah berpikir sesuatu.

"Kau memang tidak mengatakannya, tapi dari caramu menatap kedua mataku serta membalas ciuman waktu itu. Kupikir itu sudah menjelaskan semuanya."

Detik itu Gisel terlihat kehilangan kata-kata. Lantas, karena bingung mau membantah apalagi, wanita seksi itu langsung berbalik kemudian berlari menjauh dari Jean yang menatap tingkahnya dengan tawa lepas yang tak bisa disembunyikan.

Sore harinya, setelah pertemuan di taman bermain yang menurut Gisel sangat memalukan itu. Tiba-tiba saja, dirinya dikirimi sebuah pesan singkat yang kembali membuat hatinya berdesir aneh. Sekaligus membuat pipinya merona secara mendadak mirip kepiting rebus.

'Kau sudah makan, Sayang?'

"Sa-sayang?!" ulangnya terbata-bata, setelah dirinya membaca satu kalimat singkat yang dikirim oleh Jean.

Tentu saja, setelah itu Gisel tak dapat lagi menyembunyikan ekspresi wajah terkejutnya. Apalagi setelah itu dia langsung menutup mulutnya sendiri, seperti tidak percaya dengan isi pesan singkat yang beberapa detik lalu dia baca. Saking tidak percayanya, Gisel sampai berulang kali membaca pesan itu hanya untuk memastikan.

Hingga detik berikutnya, satu pesan lagi kembali muncul.

'Kenapa tidak menjawab?'

"Huh?!"

Spontan, Gisel melempar ponsel miliknya itu ke atas sofa di ruang tengah. Yang kemudian, dia kembali dekati benda itu hanya untuk melihat isi pesan berikutnya. Yang rupanya, sudah ada satu lagi notifikasi pesan baru dari Jean.

'Apa perlu aku datang ke rumahmu lagi, supaya kau punya teman makan?'

Gila! Gisel benar-benar tak habis pikir dengan kelakuan pria mesum berkacamata itu yang suka sekali berubah-ubah dan menggoda dirinya. Baru beberapa hari yang lalu, dirinya hilang tanpa kabar. Lalu muncul tiba-tiba dan tak tanggung-tanggung mengajaknya pergi ke KUA untuk menikah. Lalu sekarang, memanggilnya sayang, seraya mengajaknya makan bersama.

Bukankah ini candaan yang sudah melewati batas? Selain itu, memangnya boleh mereka menjadi sedekat ini?

Belum selesai dengan isi kepalanya, lagi-lagi sebuah pesan singkat kembali masuk ke dalam ponselnya.

'Aku sudah di depan pintu. Tolong buka😎'

Dan tak berselang lama setelah pesan itu muncul. Terdengar suara bel rumah Gisel yang ditekan dari luar.

Ting, Tong!

Segera Gisel buka pintu rumahnya, hanya saja bukan sosok Jean yang muncul dihadapannya. Melainkan, seorang pria berkulit kuning langsat dengan hoddie berwarna abu-abu, yang sedang berdiri di depan pintu dengan tangan memegang bingkisan kecil ditangan.

Gisel yang merasa asing karena belum pernah melihat pria ini sebelumnya. Tanpa sadar mengernyitkan keningnya, heran.

"Siapa, yah?" tanyanya yang kontan membuat pria asing itu mendongakkan kepalanya, untuk balas menatap ke arah Gisel.

"Kurir pengantar makanan. Oh iya, silakan diterima pesanannya. Jangan lupa untuk meninggalkan tanda suka serta bintang lima, yah. Terima kasih."

Gisel yang mendengar itu langsung melongo ditempat. Bukan karena mendengar ucapan kurir pengantar makanan barusan. Melainkan, tentang isi pesan si pria mesum berkacamata itu yang katanya berada di depan pintu rumahnya.

'Apa kau sudah menerima pesanannya? Kuharap kau memakannya dengan lahap, yah.'

"Dia benar-benar, pria yang sulit ditebak." Monolog Gisel seraya menggelengkan kepalanya.

Dilain tempat, Jean yang diam-diam menyaksikan ekspresi wajah Gisel dari rekaman kamera cctv yang sengaja pria itu pasang. Tak bisa lagi menahan gejolak tawanya kembali.

Bagaimana lucunya, wanita seksi itu berekspresi. Namun hanya bisa Jean nikmati melalui gambar dua dimensi. Ah, mungkin jika dirinya berada di sana. Jean sudah mencubit kedua pipi Gisel sebelum menciumi seluruh permukaan wajah wanita seksi itu. Hanya saja, tak buruk juga menyaksikannya melalui kamera begini.

Terlalu sibuk dengan urusannya sendiri. Jean sampai tidak sadar jika Dexter sedang mengamati dirinya itu penuh kecurigaan.

Terlihat mata pria berambut merah bata itu menyipit, menatap perubahan raut wajah tuannya yang kali ini tampaknya sedang dilanda musim semi. Seolah-olah kehadiran Dexter saat ini hanyalah angin lalu. Atau bahkan yang lebih buruknya lagi, hanya bayang-bayang semu.

Tak tahan diabaikan lebih lama lagi, Dexter pun memberanikan dirinya untuk membuka suara. Sekadar menyadarkan pikiran sang tuan, yang kelihatannya makin tak karuan saja halusinasinya.

"Anda terlihat senang?" tanyanya, masih menatap Jean dengan mata menyipit.

"Itu memang terlihat bagus, apalagi untuk Anda yang jarang sekali tertawa. Hanya saja jangan lupa, terlalu berlebihan itu juga tidak baik. Terlebih lagi, urusan hati. Cinta itu juga bisa menyakiti Anda kapan saja." Dexter menambahkan sembari menyesap tehnya yang terlihat masih mengepulkan asap tipis.

"Apa kau baru saja mengurusi urusanku?" tanya Jean balik, dengan raut wajah yang tak secerah tadi.

Entah kemana perginya senyuman manis, pada wajah pria itu. Yang padahal, baru saja tampak ceria beberapa menit yang lalu hanya karena melihat rekaman cctv lewat ponselnya.

"Saya tidak bermaksud begitu. Bisa dibilang hanya mengingatkan saja. Lagi pula, Anda harus ingat jika Tuan besar bisa kapan saja melakukan serangan tak terduga pada kita. Bukankah lebih baik, jika saat ini kita berfokus pada mereka saja dan menyingkirkan sejenak beberapa hal yang kurang penting?" jelas Dexter.

Tampak Jean termenung setelah mendengar penjelasan tangan kanannya itu. Hanya saja, saat dia mendengar kata untuk menyingkirkan sejenak beberapa hal yang kurang penting. Hati Jean merasa tak terima.

Memang benar, balas dendam terhadap binatang itu masih prioritas utamanya. Bahkan Jean berniat untuk menyingkirkan wanita ular yang punya sekali banyak wajah itu. Rebecca, dia memang terlihat lemah jika dihadapan Ayah Jean. Seolah-olah, benda rapuh yang harus dijaga ketat sekali karena memiliki pesona kecantikan yang tak bisa dirusak.

Tapi, bukannya makin cantik sesuatu itu. Semakin juga dia berbahaya. Apalagi Jean tidak akan pernah bisa lupa, bagaimana sadisnya wanita itu membuat ibunya harus menderita kesakitan sampai diujung kematiannya.

Bagaimana, wanita itu dengan sengaja mengadu domba ayah dan ibunya, supaya keluarga mereka yang semula harmonis menjadi hancur berantakan. Dan bagaimana wanita itu, memfitnah diri Jean yang pada akhirnya membuatnya harus menerima pukulan dari stik golf sang ayah sampai hampir sekarat.

Tentu Jean tak akan pernah melupakan semua itu. Karena baginya, setiap rasa sakit yang dia dan ibunya terima harus menerima balasan juga yang setara.

"Kau tenang saja, bahkan setiap kali mataku terpejam. Aku selalu mengutuk mereka berdua, tiap kali embusan napasku berembus."

Terpopuler

Comments

💞 NYAK ZEE 💞

💞 NYAK ZEE 💞

kalau dekat ya pasti boleh2 aja sel.....kalian berdua free ngak ada gandengan..... tapi hazi2 jangan sampai kena bujuk rayu setan sebelum dapat SK sah dari KUA....
sekali sobek ngak ada tukang permak yg mampu menambalnya .....

2023-10-28

1

💞 NYAK ZEE 💞

💞 NYAK ZEE 💞

ngapain di lempar kalau mau di ambil lagi sel....... tok si virus kolor ngak bakalan tau reaksi u....pas baca pesannya .....

2023-10-28

1

💞 NYAK ZEE 💞

💞 NYAK ZEE 💞

CK.....kenapa jadi salting gitu sih Gisel.....

2023-10-28

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!