Detik itu juga tangisnya kembali pecah, apalagi saat suara seperti sesuatu yang terbuat dari kaca menghantam dengan keras pintu rumahnya. Membuat Gisel berteriak histeris saat itu juga.
Saking takutnya, Gisel sampai mencengkram erat masing-masing sisi kepalanya. Hanya untuk mencari ketenangan sesaat. Selain suara berisik yang ditimbulkannya oleh sang Ayah. Malam itu, hujan juga turun dengan begitu derasnya mengguyur kota, disertai amukan dari sang petir yang saling bersahutan di atas atap rumahnya. Sampai membuat arus listrik padam.
Ditengah-tengah kegelapan itulah, mata Gisel melihat sosok sang Ayah yang sudah berdiri diambang pintu dengan tangan memegang botol miras yang ujungnya telah hancur dan runcing. Terlihat, bayangan sang ayah begitu mengerikan didepan matanya. Membuat Gisel lagi-lagi beringsut, seraya mencoba untuk melarikan diri sebisanya.
Sayangnya, ujung rambutnya yang panjang tiba-tiba ditarik dengan kencang hingga membuat tubuh Gisel limbung ke atas lantai, saat dirinya mencoba untuk berlari ke arah pintu keluar. Dia ingat betul, bagaimana rasa sakit dari kulit kepala miliknya yang seolah hampir lepas, saat rambutnya diseret dengan tak manusiawi. Meskipun Gisel sudah mencoba merintih dan melawan sebisanya, tapi pengaruh alkohol sang ayah membuat pria itu gelap mata.
Lalu, saat Gisel berpikir jika ini akhir dari kehidupannya. Lagi-lagi pria yang paling dia tak duga selalu muncul disaat-saat terburuk dalam hidupnya.
Jujur, Gisel sangat terkejut tatkala melihat sosok pria mesum berkacamata itu, yang tiba-tiba muncul dan langsung menendang punggung ayahnya dari belakang sampai membuatnya jatuh tersungkur mencium lantai.
Tak sampai disitu, ayahnya bahkan pria itu pukuli hingga babak belur tak sadarkan diri. Lantas setelahnya, tubuh sang ayah pria itu seret keluar, entah kemana.
Kemudian, yang paling membuat hatinya terharu saat pria itu berdiri diambang pintu dan menatap dirinya dengan pedih. Seolah-olah, dia juga merasakan rasa sakit yang Gisel alami. Bahkan Gisel tak pernah berpikir jika akan ada satu orang yang rela menerobos derasnya hujan hanya untuk dirinya. Bagaimana kacaunya penampilan dari pria itu yang biasanya selalu tampak rapi, hanya untuk menuruti permintaan kecil yang Gisel lontarkan beberapa saat lalu.
Yah, Gisel tak pernah mengharapkan semua itu. Tidak, bahkan untuk membayangkannya saja. Rasanya benar-benar sulit. Karena, selama ini dia tidak pernah sekalipun menerima ketulusan dari siapapun. Itu karena dirinya selalu dianggap buruk. Dari atas kepala sampai ujung kaki. Jadi apakah ini nyata? Atau sekali lagi, Gisel kembali bermimpi.
Sebenernya, dia tidak terlalu berharap pada siapapun saat ini. Untuk membuka hati pun, Gisel tak yakin dia mampu. Terlebih saat patah hati yang dia rasakan saat tahu jika Pak Ferdi ternyata sudah menikah dengan orang lain. Gisel sempat berpikir jika dirinya tak bisa lagi mencintai seseorang. Atau sekadar jatuh cinta.
Hanya saja, kenapa harus dengan pria itu? Kenapa dari sekian banyaknya orang di dunia ini, harus dia yang peduli pada dirinya. Dan kenapa harus dia yang selalu ada disaat Gisel membutuhkan seseorang, sebagai tempat untuk bersandar. Kenapa? Kenapa harus orang yang pernah dia maki serta permalukan di depan umum?!
Sebenarnya, Gisel merasakan rasa bersalah serta malu disaat bersamaan. Namun, ada satu sisi dimana dia mengira jika ini tak nyata. Yah, sosok pria mesum berkacamata itu. Jadi, untuk memastikannya bisakah satu kali saja, dia memeluk sosok itu?
Ditengah-tengah kebimbangannya itu, Gisel sampai tak menyadari jika Jean sudah berdiri dihadapannya, dan menatap Gisel sendu.
Perlahan, tangan kekar pria itu menyentuh lembut permukaan pipi Gisel yang kemudian menjalar ke arah samping telinga dan berakhir menarik kepala Gisel ke dalam rengkuhannya yang hangat.
Mungkin, tindakan ini terlihat tidak sopan. Tapi bagi Jean, itu berbeda jika menyangkut dengan Gisel. Seolah-olah ada bagian dari hatinya yang merasa sakit jika sampai melihat wanita itu terluka. Bahkan untuk saat ini, ingin sekali Jean dekap tubuh kecil itu sampai tak ada seorangpun yang dapat melukainya.
"Maaf," ucap Jean lirih seraya mengecupi puncak kepala Gisel berulang kali.
Membawa tubuh ringkih itu, makin masuk kedalam dekapan tubuhnya yang begitu kekar. Hingga, tubuh Gisel benar-benar tertutupi oleh tubuh Jean.
"Maaf." Lagi Jean berucap dengan sorot mata yang begitu menyedihkan. Sampai suaranya yang berat berubah menjadi parau.
Gisel yang mendengar itu, seketika mendongakkan wajahnya ke atas. Membuat netranya yang gelap bertemu dengan mata cokelat milik Jean yang berwarna seterang madu.
Entah mendapat keberanian dari mana, Gisel langsung meletakkan jari telunjuknya tepat didepan bibir Jean. Hanya untuk membuat pria itu berhenti menggumamkan kata maaf padanya. Sebab semua yang terjadi bukanlah kesalahan pria itu.
"Untuk apa meminta maaf? Lagi pula ini bukan salahmu. Malah seharusnya aku yang meminta maaf dan berterima kasih." Ada kegetiran yang terselip dari ucapan Gisel barusan.
Alih-alih mengiyakannya, Jean malah tidak menyetujui perkataan Gisel dengan tegas.
"Tidak, ini berbeda. Aku meminta maaf bukan karena merasa bersalah telah memukuli binatang itu. Tapi, aku meminta maaf karena terlambat datang setelah mendengar permintaanmu sebelum sambungan teleponnya terputus tadi. Seharusnya, aku lebih cepat datang supaya dia tidak menyakiti dirimu dengan jari-jemari kotornya itu." Jean berujar kesal, sembari mengepalkan tangan kirinya kuat dibalik tubuh Gisel.
Mendengar penjelasan Jean barusan, membuat Gisel tersenyum lebar. Sebuah senyum yang belum pernah Jean lihat sebelumnya.
"Terima kasih," kata Gisel tulus.
Wanita itu bahkan menangkup kedua pipi Jean dengan berani, sebelum mendekatkan wajahnya untuk berbisik di depan telinga Jean. "Meskipun hari ini kau terlihat baik, tapi aku tetap akan mewaspadaimu. Karena mungkin saja, kau punya maksud tertentu padaku."
Jean yang mendengarnya terkekeh kecil. "Maksud tertentu yang bagaimana mana? Coba katakan lebih spesifik lagi."
Bugh!
Gisel meninju perut Jean yang tak berdosa saat pria itu lengah setelah sikap aslinya keluar. Tentu saja, sikap menyebalkannya.
"Wow, itu cukup menyakitkan. Mengingat tubuhmu begitu kecil. Tapi apa ini pantas? Padahal kita baru saja berpelukan mesra tadi."
Detik itu juga Gisel langsung melayangkan tatapan mata membunuh pada Jean yang malah sedang tersenyum melihat perubahan mimik wajah Gisel.
"Berhenti mengatakan hal yang tidak-tidak, lagi pula kita tidak sedekat itu. Dan satu hal lagi, cepatlah duduk di sofa itu." Gisel menunjuk ke arah sofa bersantai untuk Jean duduki.
"Ingat, tetaplah diam disitu sampai aku kembali untuk mengobati lukamu nanti," lanjutnya singkat yang kemudian terlihat berjalan masuk ke dalam kamarnya.
"CK, apa aku harus terluka lebih dulu supaya dia peduli padaku?" monolog Jean yang tak bisa Gisel dengar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Aisyah
Ihh jean knp cm d bkin babak belur sih knp gk d Dorr aj biar gk berulah lg tuh si bpkny gisel,
Ayolah sel jngn jual mahal deh, hilangin tuh predikat tnte lemper dr si jiya 🤣🤣🤣🤣
2023-10-22
2
💞 NYAK ZEE 💞
nasib u jelek sekali Gisel.....
punya ayah ngak waras begitu......
2023-10-22
2
Loisa Marbun
wew!!
ba"ng.jean is super hero gisel 👏🤳
2023-10-22
1