Mendengar ucapan pria itu, membuat tangis Gisel semakin pecah. Tak hanya itu, dirinya jadi teringat dengan ucapan pria mesum berkacamata itu, sebelum sosoknya hilang ditelan bumi. Kata-kata yang bahkan sampai detik ini masih sering menganggu isi kepala Gisel.
'Lain kali jaga diri Anda baik-baik. Karena belum tentu, ada orang yang lebih peduli pada Anda daripada saya.'
Ah, jika mengingatnya lagi. Hati Gisel jadi tersentuh. Sebab itu kali pertama dalam hidupnya, ada seseorang yang benar-benar tulus dengan dirinya.
Melihat Gisel yang masih terisak membuat Jean mengendurkan pelukannya. Kemudian pria itu melepaskan jas yang dia kenakan, untuk dipakaikan pada tubuh Gisel yang terekspos.
Gisel sendiri hanya diam seraya mengamati sikap Jean padanya. Entahlah, tapi wanita seksi itu merasa cukup aman saat melihat sosok pria mesum berkacamata di dekatnya sekarang.
"Kau bisa berjalan?" tanya Jean membuat kedua netra mereka beradu.
Yang buru-buru Gisel balas dengan anggukan kepala cepat. Bagaimanapun juga, dia tidak ingin merepotkan pria yang pernah dia teriaki mesum didepan umum ini untuk kedua kalinya.
"Yah, aku bis-argh!"
Sayangnya, kakinya tidak sejalan dengan isi kepala Gisel. Itu karena dia baru menyadari jika ada luka lebam dibagian pergelangan kaki kanannya, yang membuat Gisel kesulitan untuk berjalan.
Namun, belum sempat wanita seksi itu mengatakannya dengan jujur. Jean sudah lebih dulu mengangkat tubuh Gisel ala bridal-style tanpa permisi.
"Peganganlah yang erat."
Jean berbisik lembut didekat telinga Gisel, dengan pandangan mata lurus melihat ke depan. Raut wajahnya yang beberapa saat lalu terlihat cemas, berubah menjadi dingin serta sulit ditebak. Itu membuat Gisel mau tak mau mengalungkan kedua tangannya pada leher pria itu.
Melihat Gisel yang menurut, Jean pun mulai berjalan menuju pintu keluar. Langkah kakinya begitu mantap, seolah-olah tak terganggu dengan pemandangan sekelilingnya yang kini dipenuhi darah.
Sesampainya di depan pintu keluar, keduanya sudah disambut dengan barisan pria bertubuh kekar dimasing-masing sisi. Jangan tanya mereka siapa, karena sudah pasti, Jean sendiri yang membawanya.
"Tuan mobil yang Anda minta, sudah siap." Salah seorang pria berbicara pada Jean, yang hanya dibalas deheman singkat olehnya.
Tak berselang lama setelah itu, sebuah Limosin berwarna hitam muncul tak jauh dari tempat mereka berdiri. Dexter yang melihat tuannya kesusahan mencoba menyela, dan mengajukan diri untuk menggendong tubuh wanita asing yang sedang tuannya bawa itu. Tapi Jean menolak dengan tegas dan menyuruh semua orang untuk meninggalkan dirinya serta Gisel, berdua saja.
Mendengar hal itu tak ada yang berani membantah. Semua orang hanya menundukkan kepala ke bawah, sampai sang tuan memasuki Limosin berwarna hitam itu.
Gisel yang masih merasa takut hanya diam tanpa suara dan sengaja menyembunyikan wajahnya pada dada bidang milik Jean, selama perjalanan ke arah Limosin. Dia bahkan tidak tahu, jika diam-diam gerak-geriknya itu diawasi oleh Jean. Mungkin Gisel mengira, jika Jean berpikir jika dirinya jatuh pingsan karena diam saja. Yah, sepertinya.
Hingga sesuatu yang mengejutkan bagi Gisel terjadi. Tatkala tubuhnya semakin direngkuh erat oleh tangan pria itu dan tak sekalipun diletakkan pada sisi bangku Limosin yang kosong.
'Sial!' batin Gisel merutuk. Apa dia baru saja ketahuan jika sedang berpura-pura pingsan?
"Mau sampai kapan kau pura-pura tertidur? Atau aku perlu mencium bibirmu dulu, supaya kau bangun?" goda Jean yang kontan saja membuat Gisel langsung terduduk tegak di atas pangkuan pria itu.
"Kau!" teriaknya kesal, yang lagi-lagi dibalas senyuman manis oleh Jean.
"Apa begini caramu mengucapkan kata terima kasih kepada orang yang telah menyelamatkan nyawamu? Dengan berteriak keras di depan wajahnya, begitu?" jawab Jean tak terduga yang langsung Gisel balas dengan dengusan singkat.
"Kau memang pria menyebalkan!"
Bukannya merasa tersinggung, Jean justru mengiyakan kata-kata yang dilontarkan Gisel barusan. "Yah, memang. Tapi ..."
Tiba-tiba senyuman manis diwajah pria itu menghilang, digantikan oleh ekspresi wajah serius yang membuat Gisel tersentak. Apalagi saat kedua pipinya mendadak ditangkup lembut oleh tangan kekar milik pria mesum berkacamata itu. Kemudian ditariknya mendekat, sampai netra keduanya beradu dengan jarak yang hanya tersisa beberapa jengkal saja. Jujur, itu benar-benar mengalihkan fokus Gisel untuk sesaat.
Terlebih saat ibu jari milik Jean mengusap lembut bagian bawah bibir Gisel yang berwarna merah menggoda itu. Sesaat Gisel sempat terbawa suasana dan mengira jika pria mesum berkacamata itu akan mencium bibirnya. Itu karena dirinya merasakan sapuan hangat napas Jean yang semakin lama, terasa semakin dekat menuju wajahnya. Membuat Gisel gugup, kemudian memilih memejamkan mata detik itu juga.
Namun, alih-alih mencium bibirnya. Jean malah berisik di dekat telinga Gisel, untuk mengomentari warna lipstik yang Gisel pakai karena terlalu mencolok. Jadilah, pria itu mengusapkan ibu jarinya hanya untuk menghapus noda lipstik yang ada dibibir Gisel. Supaya sedikit memudar.
Tapi bisa-bisanya, Gisel berpikiran kotor seperti itu? Dia bahkan membayangkan sesuatu yang, ah, mungkin hanya terjadi difilm romantis atau drama Korea saja. Bukan nyata, pada kehidupannya ini.
Lantas, mau ditaruh dimana mukanya? Tidak mungkinkan, dia buru-buru meminta supir untuk menghentikan Limosinnya, kemudian pergi? Arghh!
"Kau berpikir aku sungguh akan menciummu?" tanya Jean spontan yang membuat Gisel langsung mati kutu.
Dia benar-benar kehilangan kata-kata untuk menjawab pertanyaan pria didepannya ini. Bahkan, Gisel merasa jika pita suaranya tiba-tiba lenyap seketika. Namun, bukan berarti dia masih kehabisan akal.
Bukannya menjawab, Gisel malah sengaja mengganti topik pembicaraan diantara mereka. Dan rupanya topik itu cukup efektif, karena pria mesum berkacamata itu teralihkan untuk beberapa saat.
"Bagaimana kau bisa tahu aku ada ditempat ini? Yang bahkan, teman terdekatku sekalipun, kemungkinan tidak tahu jika aku diculik dan hampir dijual di tempat pelelangan. Katakan, bagaimana caranya?" tanya Gisel menuntut, seraya menatap kedua netra milik Jean serius.
Untuk beberapa saat terjadi keheningan yang begitu kentara diantara keduanya. Mungkin hanya terdengar suara napas masing-masing yang saling berembus untuk berebut oksigen disekitar. Keduanya saling terpaku dengan pandangan mata yang tak bisa dialihkan satu sama lain. Seolah-olah dari sana, mereka dapat mengungkapkan semuanya. Entah itu isi hati, pikiran atau sebuah kata yang sulit untuk diucapkan secara nyata.
Hingga Jean memutus kontak mata mereka untuk pertama kalinya. Pria itu terkekeh pelan seraya melihat ke arah lain sesaat, sebelum kembali menatap Gisel yang masih setia menatap wajahnya. Untuk menunggu jawaban pria itu.
"Kalau kubilang aku mencarimu, apa kau percaya?" ucapnya gamblang yang membuat pupil mata Gisel melebar saat itu juga.
Note :
Jujur, buat part ini aku baper banget heh. Sampai nggak kerasa nulisnya kurang dari satu jam. Padahal sebelumnya ngira, berat. Atau mungkin bakal nggak update, karena fisik author mendadak down. Apalagi pilek angkatan pertama, duh meler mulu yang buat males. Tapi, bisa-bisanya aku baper sendiri nulisnya? Sampai kelonjotan di atas kasur. Mak, aku pengin juga digombalin, eh!
Plis, tinggalin jejak dan komentar ya. Biar author makin semangat buat updetnya. Dan yang paling penting, supaya author tau juga kalau kalian itu nongol. Makasih. Bye!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
atheina_ARA
Thor.....tapi ini gak bakal selesai ditengah jalan kan? kayak kisah Ferdi.
ini seru soalnya ... berbau mafia. pria macho .
2023-11-24
3
Sri Solehhati
semangat ,,jaga kesehatan,,,
2023-10-20
1
Loisa Marbun
semangat thorr...
s'moga cpat sembuh..
lanjottt
2023-10-19
1