Maya yang melihat tingkah Gisel sedikit aneh semenjak pulang dari rapat di Singapura itu, menatap sahabatnya cemas. Itu karena dia mengira jika Gisel lagi-lagi belum bisa move on dari Pak Ferdi. Apalagi setelah kejadian tadi pagi di depan lobi kantor. Saat Bosnya itu mengakui hubungannya dengan Bu Jiya secara terang-terangan, didepan semua karyawan. Mungkin saja, Gisel makin galau parah.
Untuk itu, segera kakinya melangkah mendekati meja kerja Gisel yang hanya beberapa meter saja dari tempat kerjanya.
"Sel, lo masih belum bisa move on dari Pak Ferdi?" tanya Maya spontan yang membuat Gisel seketika menatap horor ke arahnya.
"Hah?"
Mendengar jawaban Gisel begitu membuat Maya makin iba. Janda dua anak itu tidak menyangka kalau pengumuman soal acara resepsi pernikahan Bosnya dan Bu Jiya bakalan berefek serius begini. Walaupun Maya juga merasa patah hati dan tidak rela juga. Tapi, lain cerita jika Pak Ferdi berjodoh dengan Gisel. Mungkin dirinya akan lebih menerima. Yah, itu karena Maya sudah menganggap Gisel seperti keluarganya sendiri.
"Kalau lo belum bisa move on, gue juga sama. Apalagi Pak Ferdi ganteng, soleh, kaya dan yang lebih penting nggak suka jelalatan sama cewek-cewek lain," ungkap Maya seraya memeluk kepala Gisel tiba-tiba.
"Kenapa yah, rumput tetangga selalu lebih hijau dan menggoda daripada punya kita." Maya melanjutkan lagi gerutuannya, yang buru-buru Gisel balas.
"Lo ngomong apa sih, May? Orang gue udah bisa move on kok dari Pak Ferdi. Kalau mau galau, sono sendirian aja sambil nangis dipojokkan."
Ekspresi wajah Maya langsung berubah kesal seketika, saat mendengar jawaban Gisel yang menurutnya menyebalkan itu. "Dih, tau gitu nggak gue peluk lo. Dasar temen nggak setia."
Setelah mengatakan itu, Maya pun bergegas pergi meninggalkan Gisel, yang terheran-heran melihat tingkahnya.
Tak terasa, malam pun tiba. Seperti biasa, Gisel pulang dengan menaiki angkutan umum. Suasana jalanan kota Jakarta yang selalu ramai, terlebih ketika malam tiba. Membuat wanita seksi itu tak pernah merasakan takut sekalipun jika harus pulang hampir tengah malam begini, seorang diri.
Hanya saja, kali ini Gisel merasakan firasat yang tak mengenakan. Entah benar atau hanya halusinasi semata. Tapi intuisi Gisel sangat-sangat yakin, jika dirinya sedang dibuntuti oleh seseorang, semenjak turun dari bus.
Sontak saja, hal itu membuat rasa cemas bercampur takut menghinggapi hati Gisel. Terlebih saat dirinya sudah memasuki area gang kompleks yang sepi dan terkenal angker. Mendadak nyali Gisel menjadi ciut seketika.
Tentunya bukan karena takut akan penampakan sosok yang tak kasat mata. Tapi, Gisel jauh lebih takut jikalau dirinya harus berpapasan dengan segerombolan pemuda yang sedang mabuk maupun begal. Sebab, terkadang manusia bisa bertindak lebih buruk dari seorang iblis sekalipun. Apalagi dengan kondisi yang tak sadarkan diri begitu.
Dengan langkah yang mulai dia percepat. Gisel masih mencoba setenang mungkin untuk mengatur nafasnya serta degupan jantungnya yang makin tak karuan. Beberapa kali, tangannya juga menyeka keringat dingin yang mengucur deras membasahi permukaan dahi hingga jatuh ke area lehernya yang putih.
Apalagi saat matanya tak sengaja menangkap siluet seseorang yang berdiri tak jauh dibelakang tubuhnya. Tanpa sadar, kaki Gisel menjadi gemetaran. Sampai akhirnya, wanita seksi itu mencoba untuk berlari, yang tanpa Gisel duga langsung dicekal kasar oleh tangan seorang pria dari arah belakang tubuhnya. Reflek, Gisel langsung menjerit sekeras yang dia bisa.
"Lepasin gue! Tolong!"
"Tol-"
Mulutnya dibekap cepat, hingga membuat Gisel kesulitan untuk bernapas. Namun satu hal yang pasti sebelum dunia disekelilingnya berputar. Gisel sangat yakin, jika dirinya baru saja dibius oleh seseorang yang tidak dikenal.
Entah pukul berapa kesadarannya mulai muncul. Yang pasti saat matanya terbuka, Gisel mendapati dirinya disebuah ruangan yang redup dengan lampu bohlam kuning di atas kepala sebagai penerangan seadanya.
Selain itu, Gisel juga baru menyadari jika kedua tangan dan kakinya diikat kencang menggunakan sebuah tali tambang.
"Dimana ini? Siapapun, tolong! Tolong lepasin!" teriak Gisel histeris mulai memecah keheningan.
Dirinya begitu ketakutan hingga tak ada satupun hal jernih yang bisa muncul di kepalanya. Yang Gisel pikir, hanya berteriak sekeras mungkin, sampai ada seseorang di luar sana yang mendengar teriakannya itu.
Akan tetapi bukannya bala bantuan yang datang dan menghampiri dirinya. Gisel malah mendapat bentakan keras dari seorang pria bertubuh gempal dengan luka codet yang melintang panjang dari atas dahi hingga bawah mata sebelah kiri.
"DIAM!!!"
"KALAU SEKALI LAGI KAU BERISIK, AKU TAK AKAN SEGAN UNTUK MEMUKULI TUBUHMU SAMPAI PINGSAN!" ancamnya, seraya mencengkeram erat dagu Gisel sampai merah.
Sejujurnya, Gisel tidak tahu siapa sosok pria mengerikan dihadapannya ini. Seingatnya, dia tidak pernah sekalipun berteman atau mempunyai kenalan yang ciri-cirinya persis seperti pria ini. Tapi, kenapa? Kenapa dirinya bisa berada di sini dan bersama mereka?
"Oke, aku akan diam. Tapi, katakan dulu ini dimana dan apa alasan dari kalian menculik serta mengurungku begini?" tanya Gisel serius.
Toh, dia berhak untuk tahu. Apa alasan mereka tiba-tiba menyekap dirinya. Hanya saja, alih-alih menjawab si pria bertubuh gempal itu justru terkekeh pelan setelah mendengar pertanyaan Gisel barusan.
"Menculik kau bilang? Cih, lucu sekali. Seharusnya kau tahu, kalau kau baru saja dijadikan sebagai bahan taruhan judi pada kami."
"Judi?"
Mulut Gisel mendadak kelu menyebutkan kata itu. Seketika pikirannya kacau, namun masih berusaha untuk mengingat siapa orang yang dengan tega menjadikan dirinya sebagai barang taruhan.
Detik itu juga, ingatannya melanglang buana hingga sampai pada suatu kejadian yang menjadi titik awal peristiwa ini. Tepatnya beberapa hari sebelum Gisel melakukan perjalanan bisnis untuk menggantikan Pak Ferdi pergi ke Singapura selama tiga hari. Ayahnya yang selama ini menghilang bernama Rengga. Tiba-tiba mendatangi kosan tempat Gisel tinggal untuk meminjam uang.
Namun kala itu, Gisel hanya bisa meminjami uang untuk Ayahnya dibawah lima juta. Sedangkan yang Rengga inginkan di atas sepuluh juta. Maka dengan berat hati, Gisel menyuruh pria itu pergi. Hanya saja dia tidak pernah menduga, Ayah kandungnya akan berbuat seperti ini padanya.
Bagaimana mungkin, Ayahnya sendiri menjadikan sang buah hati sebagai jaminan untuk judi? Apakah seorang anak, pantas disamakan dengan sebuah barang?
Gisel tak dapat lagi membendung air matanya detik itu juga. Rasanya dunia yang dia miliki langsung runtuh seketika. Hatinya sangat sakit, benar-benar sakit sekali.
"Berhentilah menangis, karena aku akan menjualmu beberapa menit lagi. Jadi usahakan untuk tetap cantik, supaya terlihat menarik," jelas si pria bertubuh gempal itu sebelum pergi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Aisyah
Aduuuuh sel gtu amat nasibmu
2023-10-17
1