Resah???

Jean berbisik lirih yang membuat Gisel tak enak hati.

Terlebih saat melihat sorot mata pria mesum berkacamata itu yang terlihat lelah serta banyak sekali pikiran. Gisel akhirnya memutuskan untuk membiarkan Jean berbuat sesukanya sampai Jean merasa tenang serta benar-benar puas. Hanya dengan memeluk tubuhnya begitu erat kali ini.

"Oke-oke, hanya saja jika kau ingin menangis. Pundakku siap kok, menjadi tempat untuk bersandar. Asal jangan meninggalkan jejak ingus saja."

Gisel sengaja menggoda Jean, sebab mempunyai niat untuk mencairkan suasana. Yang rupanya cukup ampuh mengubah suasana hati pria mesum berkacamata itu. Terbukti dari munculnya seutas senyum simpul diwajah Jean.

"Ah, kalau kau larang begitu malah ingin kucoba." Jean balas menggoda yang langsung mendapat pukulan gratis dibagian lengan kekarnya.

"Dasar, tidak tahu terima kasih. Mulai hari ini kita musuh!" dengus Gisel sebal, seraya menatap Jean galak. Yang malah mendapat usapan lembut dari pria itu di atas puncak kepalanya.

"Musuh tapi sayang, benar'kan?" kata Jean menggoda Gisel lagi.

"Yakkk!" teriak Gisel saat usapan tangan Jean yang mulanya lembut, mulai berubah dan merusak tatanan rambutnya menjadi acak-acakan.

Hanya saja, itu tak membuat Jean berhenti. Justru pria itu terlihat bahagia dengan senyuman lebar yang menghiasi wajah tampannya. Tentunya sebuah senyuman yang jarang sekali pria itu perlihatkan didepan siapapun, apalagi semenjak kepergian sang ibu.

Paginya, saat Gisel mengira jika semalam Jean memilih untuk bermalam di ruang tamu. Dan tertidur di atas sofa panjang yang berada di depan telivisi. Gisel malah mendapati sofa itu kosong tanpa adanya siapapun di sana. Wanita seksi itu juga tak menemukan jejak yang ditinggalkan oleh Jean. Entah itu sisa dari selimut yang belum dirapikan atau cekungan yang dihasilkan bobot tubuh pria mesum berkacamata itu saat tertidur diatasnya.

Sofanya tampak sama, seperti yang Gisel lihat semalam sebelum pergi ke dalam kamar. Meninggalkan Jean yang tersenyum manis dengan tangan melambai ke arahnya.

Inisiatif, Gisel mencoba menghubungi Jean lewat panggilan telepon seluler miliknya. Niatnya, hanya sebatas untuk bertanya tentang hal semalam. Namun, bukannya mendapat jawaban. Gisel malah mendapat balasan pemberitahuan dari operator.

'Maaf, nomor yang Anda hubungi sudah tidak aktif.'

Lagi, Gisel mengulangi panggilannya itu. Tapi tetap saja, dirinya mendapat balasan suara yang sama dari operator.

"Sebenarnya ada apa dengan pria itu? Apa ucapannya tempo hari yang lalu benar-benar omong kosong?" kata Gisel, dengan ekspresi wajah campur aduk.

Siangnya dia masuk ke kantor seperti biasa. Walaupun wajahnya kali ini terlihat murung, tapi itu tak membuat kinerjanya menurun. Yah, Gisel tetap melakukan tugasnya dengan baik dan cekatan.

Maya yang cukup peka dengan perubahan raut wajah Gisel. Mencoba menghampiri sahabatnya itu, setelah jam makan siang tiba.

Dia menarik kursi disisi Gisel yang kelihatan termenung entah memikirkan apa. Dan hanya diam seraya mengaduk-aduk bakso miliknya.

"Sel?" panggil Maya.

Terlihat Gisel masih saja diam.

"Sel?" Lagi Maya memanggil, tapi belum juga mendapatkan respon sama sekali. Bahkan saat tangannya melambai-lambai di depan wajah Gisel. Sahabatnya itu masih saja tak mengacuhkan dirinya.

"Gisela Ayu Wulandari!"

Barulah setelah berteriak menyebutkan nama lengkapnya. Gisel menolehkan kepalanya menghadap ke arah Maya.

"Eh, i-iya May. Ada apa?"

Mendengus sesaat, Maya lantas melirik sinis ke arah Gisel. "Ada apa, ada apa? Lo tuh, yang kenapa? Gue liatin dari pagi, ngelamun mulu kerjaannya. Emangnya lo nggak takut kesambet demit? Heran deh, punya hobi kok ngelamun."

Maya berucap pedas, meskipun sebenarnya sangat peduli pada Gisel. Toh, ini bukan pertama kalinya dia berbicara begitu. Bisa dibilang sering sekali.

Memang sih, beberapa orang mungkin akan mengira jika dia teman yang begitu toxic untuk Gisel. Terlebih lagi, dari cara berbicara serta bersikapnya selama ini. Namun, mau bagaimana lagi. Casing-nya sudah begini dari sananya. Jadi mau sok-sokan lemah-lembut pun, tetap saja Maya tak bisa.

"Gue nggak ngelamun, kok." Gisel membantah yang langsung Maya rebut mangkok bakso miliknya.

"Bohong banget lo!" jawabnya cepat, terlihat begitu kesal.

"Emang kita udah kenal berapa lama sampai gue nggak bisa bedain sikap, lo? Sel, ayolah ngaku aja kalau lo lagi punya masalah. Jangan dipendam sendiri, bilang sama gue!" lanjut Maya lagi.

Dia bahkan mencengkram erat kedua lengan milik Gisel. Supaya sahabatnya itu mau berterus terang kepadanya.

"Oh, jangan bilang gara-gara cowok waktu itu? Udah ngapain aja dia, sampai buat sahabat yang paling gue sayang sedih begini, huh. Bilang ke gue Sel, biar gue samperin tuh orang terus nonjok mukanya."

Kali ini tampak Maya berapi-api. Kedua mata Janda dua anak itu melotot tajam ke arah Gisel. Dengan tampangnya yang begitu menakutkan, mirip orang kerasukan setan dadakan.

Tentu Gisel yang melihat ekspresi wajah Maya, sempat tersentak kaget beberapa saat. Sebelum kemudian, dia tersenyum tipis untuk meredakan amarah sahabatnya.

"Tenang May, tenang atuh. Gue baik-baik aja, serius."

"Beneran?" tanya Maya dengan mata menyipit curiga.

"Iya. Lagian gue nggak ada apa-apa sama dia. Cuma sebatas kenal." Gisel mencoba menjelaskan sedetail mungkin.

Toh, memang benar dia dan Jean belum sempat menjalin hubungan apapun. Jadi, sebatas kenal itu kata paling cocok untuk menggambarkan hubungan diantara mereka berdua? Meskipun waktu itu, dirinya dan Jean sempat ...

"Oh gitu? Terus kalau cuma sebatas kenal kenapa gue ngeliatnya beda, yah? Udahlah ngaku aja, kalian pasti ada apa-apanya, kan?"

Resah dengan desakan Maya, akhirnya Gisel pun angkat suara perihal foto ibunya. Memang benar, dia memikirkan pria mesum berkacamata itu tadi. Tapi, setelah dipikir-pikir lagi, mencari ibu kandungnya sekarang jauh lebih penting. Apalagi, dia belum pernah sekalipun bertegur sapa ataupun sekadar berbincang empat mata. Jadi, Gisel memiliki keinginan yang amat sangat tinggi untuk berjumpa dengan sang ibu.

"Sebenernya ini bukan tentang cowok itu." Sesaat Gisel menjeda ucapannya, membuat Maya seketika merubah ekspresi wajahnya yang semula kesal menjadi penasaran. "Tapi tentang ibu kandung gue, May."

Entah kenapa, saat Gisel membicarakan hal itu. Dia tak dapat lagi membendung air matanya yang tiba-tiba merembes jatuh, membasahi permukaan pipinya. Hatinya begitu sedih, sekaligus senang dan haru. Tatkala mengungkapkan hal itu didepan Maya.

Maya yang mendengar serta melihat kondisi Gisel, juga ikutan meneteskan air matanya. Secepatnya tangannya merengkuh tubuh sang sahabat dan mendekapnya erat-erat, guna menyalurkan semangat.

"Gue ikut seneng, dengernya. Akhirnya setelah sekian lama pencarian lo kemana-mana, berbuah hasil juga. Semoga aja lo cepet ketemu sama nyokap lo itu." Maya berujar yang hanya dibalas tangis sesenggukan Gisel.

Terpopuler

Comments

💞 NYAK ZEE 💞

💞 NYAK ZEE 💞

jadi penasaran bila Gisel ketemu ibunya ..... kira2 apa yg akan terjadi ya..... bakalan langsung dipeluk atau malah dimaki maki.....

2023-11-05

3

💞 NYAK ZEE 💞

💞 NYAK ZEE 💞

🤔🤔🤔🤔🤔 sempat apa ya.....ikutan jadi lupa AQ nya.....

2023-11-05

1

💞 NYAK ZEE 💞

💞 NYAK ZEE 💞

ngak takut dianya may ........
orang dianya lagi mikirin demit yg ngilang ngak ada kabar ......

2023-11-05

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!