"Ya ampun, takdir macam apa ini?!" lontar Gisel tanpa sadar yang masih bisa Jean dengar.
Membuat pria itu lantas menyunggingkan seutas senyum simpul yang malah dikira Gisel sedang menertawakan dirinya.
"Jika tidak ada lagi yang perlu kita bicarakan, bisakah Anda segera menyerahkan koper milik saya?" ucap Gisel dengan tatapan yang begitu tajam.
Entah mengapa, dia ingin sekali pergi dari hadapan pria ini secepatnya. Seolah-olah, Gisel merasakan firasat yang buruk jika keduanya terlalu lama bersama.
"Kenapa buru-buru sekali? Kita masih bisa mengobrol ataupun minum kopi bersama, yah hitung-hitung sebagai bentuk ungkapan terima kasih karena telah mengantarkan koper masing-masing dengan aman," balas Jean, yang langsung menghancurkan keinginan Gisel untuk pergi.
Tampaknya pria itu sedikit memiliki ketertarikan untuk semakin dekat dengan Gisel. Sayangnya, ajakan dari Jean harus ditolak mentah-mentah.
"Maaf, saya tidak punya waktu. Karena saya datang ke sini untuk melakukan pekerjaan bisnis, bukan untuk liburan ataupun minum kopi bersama dengan seorang pria tampan. Ups!"
Gisel buru-buru menutupi mulutnya sendiri. Haish, bisa-bisanya dia asal sebut begini.
"Tidak usah sungkan begitu, saya memang tampan kok." Jean berkata penuh percaya diri yang hanya dibalas decihan Gisel.
"Saya ambil kopernya dulu. Terima kasih dan semoga kita tidak bertemu lagi. Sekian."
Setelah mengatakan itu, Gisel benar-benar berjalan mendekat ke arah Jean untuk menukar kopernya kembali. Lantas, pergi begitu saja meninggalkan Jean yang terlihat mengangkat tangannya untuk mempersilahkan wanita itu pergi.
Tanpa Gisel tahu, diam-diam Jean tersenyum saat melihat punggung Gisel yang menghilang ditelan dinding hotel.
"Baru kali ini aku diabaikan seorang wanita. Padahal biasanya mereka akan melakukan segala macam cara untuk mendapatkan perhatianku. Tapi untuk wanita itu, kupikir dia berbeda." Jean menatap kepergian Gisel dengan ekspresi wajah yang sulit dijelaskan.
Keesokan harinya, Gisel sudah bersiap-siap di depan cermin. Dengan tangan yang masih merapikan helaian anak rambutnya yang jatuh menutupi dahi. Gisel tersenyum lebar mirip cast iklan pasta gigi, setelah menjepitnya dengan jepit lidi, supaya rambutnya kembali rapih.
"Oke, semua sudah beres."
Merasa semuanya telah siap, wanita itu mulai beranjak pergi. Mengunci pintu hotelnya sebelum menunggu di depan lift yang pintunya masih tertutup, sambil sesekali bersenandung kecil.
Hanya saja, Gisel tak menduga jika dia akan bertemu dengan pria itu lagi. Seolah-olah takdir sedang mengerjainya habis-habisan beberapa hari belakangan ini.
"Hai," sapa Jean, tak terduga.
Padahal mereka baru dua kali bertemu. Tapi, dia sudah menyapa Gisel, seperti sudah saling mengenal cukup lama.
"Hm." Gisel membalas seadanya.
Kakinya yang jenjang, berjalan masuk ke dalam lift dengan cepat saat pintunya baru terbuka, yang membuat Jean lagi-lagi menyunggingkan seutas senyum simpul saat melihatnya.
Ah, entah karena wanita itu atau Jean yang merasa mood-nya sedang bagus. Pria itu pikir, dia jadi lebih sering tersenyum akhir-akhir ini.
Fyi, bicara soal wanita yang tampak menarik di mata Jean. Dia baru sadar kalau semalam setelah mengecek isi kopernya, pria itu menemukan satu benda yang hilang. Yakni, sebuah boxer berwarna hitam yang paling dia suka dan baru dibeli beberapa hari yang lalu, telah raib.
Awalnya, dia mengira jika benda itu terselip diantara tumpukan baju yang lain. Namun, setelah Jean cari lagi, benda itu benar-benar tak ada batang hidungnya sama sekali. Jadilah, Jean membuat kesimpulan jika wanita dihadapannya ini yang menyembunyikan benda itu.
"Ngomong-ngomong, saya tidak habis pikir Anda akan mengambil salah satu barang pribadi milik saya," celetuk Jean saat mereka berdua sudah berada di dalam lift.
Kontan saja, Gisel langsung menolehkan kepalanya sedikit ke arah pria itu. "Maaf? Maksudnya barang yang mana?"
Melihat raut wajah penuh tanya Gisel. Jean berdeham sebentar sebelum mendorong tubuh Gisel hingga sedikit terhimpit dipojok lift.
"A-anda mau apa? Jangan macam-macam, yah!" teriaknya yang membuat Jean tersenyum dan makin ingin menggoda wanita dihadapannya ini.
Apalagi saat Gisel begitu ketakutan, serta mulai berkeringat dingin. Bagi, Jean pemandangan itu cukup seksi. Sial, bisa gila dia kalau terus-terusan begini.
Sayangnya itu hanya halusinasi Jean saja. Karena pada kenyataannya, Gisel sudah pergi keluar lift terlebih dahulu meninggalkan dirinya yang masih mematung di tempat, beberapa detik yang lalu.
"Cih, pikiran konyol macam apa tadi?" monolog Jean seraya mengusap permukaan wajahnya kasar.
Gisel yang sudah keluar dari lift merasa bebas. Habisnya, berdua saja dengan pria asing semacam pria mesum itu membuat dirinya tak tenang. Yap, berhubung Gisel tidak tahu nama asli pria itu. Dia akan menyebutnya si pria mesum berkacamata.
Eum, bicara soal pria itu. Untungnya Gisel tak harus keluar lift bersama. Tadi juga, dia sengaja pergi lebih dulu supaya tak perlu basa-basi dengan pria mesum itu.
Terlalu banyak pikiran, terlebih tentang si pria itu. Gisel tak sadar jika dirinya sudah sampai di tempat rapat.
Sebelum masuk ke ruangan itu, dia sempat bertekad untuk tidak memalukan nama baik perusahaan. Apalagi dia di sini untuk mewakili Pak Ferdi. Jadi Gisel harus berusaha sebaik mungkin.
Meskipun cintanya kandas, atau lebih tepat disebut bertepuk sebelah tangan. Tapi itu tak membuat Gisel membenci bosnya.
"Haish, Pak Ferdi. Ternyata kita ini ibarat langit dan bumi. Coba saja, dulu saya yang ketemu bapak duluan, mungkin sekarang bapak berstatus jadi suami saya? Asli beruntung banget Bu Jiya." Gisel meratap sendu saat teringat kedua insan itu.
"Sel?" panggil Pak Soleh, tiba-tiba.
Rupanya pria tua yang omongannya tak sesoleh ucapannya itu hadir juga. Padahal Gisel berharap sekali, kalau cuma Bima saja yang datang. Pak Soleh nitip salam saja. Namun nyatanya, hm ...
"Eh, iya Pak?" sahut Gisel akhirnya.
Dia memutuskan untuk menjawab panggilan dari Pak Soleh. Daripada nanti jadi bahan ghibah si pria tua itu, kalau pas ditegur tak menjawab.
Kan, nggak lucu. Baru saja sehari ikut rapat, masa namanya sudah menjadi buah bibir dimana-mana.
"Loh, kamu datang sendiri? Memang Ferdian kemana?" tanyanya lagi. Yang mau tak mau harus Gisel jawab juga.
"Pak Ferdi lagi nggak enak badan Pak, jadi dia nyuruh saya buat datang ke acara ini untuk menggantikan posisinya sementara sebagai perwakilan dari perusahaan."
Tampak kepala Pak Soleh mengangguk-angguk. Lantas, terlihat pria itu mengambil secangkir kopinya yang masih mengepul di atas meja untuk dia minum.
"Kasihan banget, kamu jadi sendiri. Padahal di sini banyak cowok hidung belang loh, kamu nggak takut gitu, jadi santapan salah satu dari mereka?" ucap Pak Soleh santai yang membuat Gisel mengepalkan tangannya kuat-kuat seketika.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
💞 NYAK ZEE 💞
ini bab masih di sesi pengulangan ya Leo.....perasaan perna baca.......
2023-10-22
1
Aisyah
Termsuk situ hidung belang bin kucing garong binti kadal buntung 😤😤😤
2023-10-16
2