Malam itu, ditengah kesunyian yang begitu menyelimuti. Terdengar jeritan kesakitan yang begitu menyayat hati. Hingga membuat burung-burung gagak saling berkicau lirih, tatkala mereka terbang cukup rendah di atas langit-langit sebuah bangunan tua yang lama terbengkalai.
Pupil mata mereka yang merah menyala saat malam, terlihat menyorot tajam ke arah sebuah sosok yang tengah terikat di atas bangku besi dengan goresan luka terbuka di sana-sini.
Sebuah luka segar, yang terlihat merah dan masih meneteskan darah. Namun, saat burung-burung gagak itu hampir mendekat untuk menerjang. Tubuh mereka harus menabrak jaring-jaring besi yang telah dialiri arus listrik dengan tegangan kuat.
"Arggghhh!"
Sekali lagi, jeritan itu kembali terdengar. Nampak pilu dan juga membuat siapapun yang mendengar akan merasa kasihan. Namun, itu tak berlaku pada sosok pria dengan jas hitam yang malah menatap pemandangan itu dengan senyuman lebar dibibirnya.
Bahkan dengan santainya, dia menyesap sebuah wine. Sambil sesekali bersenandung kecil. Dari sudut ruangan dengan pencahayaan yang kurang memadai.
"Arghh! Kenapa kau tak membunuhku saja, huh?" teriak sang korban, saking tak kuatnya menerima siksaan yang dirinya terima.
Kontan saja membuat sosok disudut ruangan itu tertawa. Tawa yang terdengar begitu menyeramkan hingga membuat bulu kuduk siapapun langsung meremang karenanya. Tak terkecuali Rengga. Meskipun pria tua itu sempat meminta untuk segera dihabisi. Tapi setelah mendengar tawa sosok yang begitu mengintimidasi dirinya. Rengga menjadi kehilangan nyali.
Terlebih saat kerah pakainya ditarik paksa hingga menyentuh luka sayatan pada bagian ceruk leher bagian kiri miliknya. Rengga semakin merasakan sakit yang luar biasa serta takut yang tidak bisa dijelaskan lagi.
"Kenapa meringis begitu, bukannya kau meminta untuk dihabisi?" tanya sosok itu dengan suara berat yang begitu dingin.
Rengga bahkan tak berani untuk mendongakkan wajahnya ke atas. Hanya sekadar untuk melihat kedua pupil berwarna cokelat terang itu, yang kini terlihat menyorotinya lapar dan haus darah.
"Y-yah, ta-tapi mendadak aku takut mati," balas Rengga terbata-bata, yang membuat seutas senyum simpul muncul disudut bibir sosok itu.
"Hhh, benar-benar lucu. Kau takut mati, tapi masih berani menyentuh sesuatu yang bukan milikmu."
Alis Rengga tampak berkerut, sejujurnya dia tidak tahu bagaimana dirinya bisa terbangun ditempat gelap seperti ini. Dengan keadaan seluruh tubuh yang sudah diikatkan pada sebuah kursi besi dengan lampu neon kuning, sebagai satu-satunya penerangan di atas kepalanya.
Seingatnya sebelum dirinya pingsan, dia berada di rumah Gisel setelah meminum beberapa botol minuman keras. Untuk menyeret putrinya itu kembali ke rumah prostitusi, setelah putrinya berhasil kabur dari rumah lelang waktu itu.
Hanya saja, rencananya berakhir total. Setelah seorang pria asing dengan kemeja hitam, tiba-tiba menendang bagian belakang punggungnya hingga jatuh tersungkur malam itu. Yang Rengga ingat lagi, sebelum benar-benar pingsan adalah saat dirinya dipukuli oleh pria asing itu secara membabi buta. Kemudian samar-samar penglihatannya melihat beberapa orang menyeret tubuhnya ke dalam sebuah bagasi mobil besar dan membawanya pergi entah kemana.
Barulah setelah beberapa hari tak sadarkan diri, Rengga mendapati dirinya berada di tempat seperti ini. Dan banyak luka sayatan benda tajam disekujur tubuhnya.
"Me-menyentuh apa? Lagi pula, aku tidak pernah punya urusan denganmu. Kau pasti salah tangkap orang!"' elak Rengga, masih belum menyadari kesalahan yang pria itu perbuat.
Detik itu juga, rahang bagian bawahnya ditarik. Kemudian dicengkeram keras hingga membuat wajahnya terdongak ke atas, dan matanya menatap lurus ke arah sosok yang selama ini tak berani dirinya tatap.
"Lihat aku baik-baik, kemudian renungkan. Apa kau masih yakin, jika kita tidak pernah memiliki urusan?" ucapnya dingin, membuat Rengga kesulitan bernapas meskipun banyak sekali oksigen disekitarnya.
"Kau tahu, aku paling tidak suka dengan orang munafik. Jadi jika kau masih berpura-pura tidak mengenali wajahku. Aku tidak akan segan untuk mengambil salah satu bola matamu," lanjutnya kembali, yang membuat Rengga kali ini benar-benar tak bisa berkutik.
Secara tidak langsung, Rengga kembali mengingat kejadian malam itu. Serta sosok yang tak begitu asing dimatanya. Tidak, bukannya tidak asing lagi. Melainkan memang benar jika sosok dihadapannya ini adalah pria asing yang memukuli wajahnya hingga babak belur malam itu.
"Kau!" teriak Rengga dengan kedua pupil mata melebar.
Sejujurnya, dia masih tidak percaya jika dirinya harus bertemu kembali dengan pria mengerikan itu. Seorang pria yang bahkan, tidak segan-segan untuk menghabisi nyawa siapapun. Hanya saja, kenapa pria seperti dia bisa memiliki hubungan dengan putrinya, Gisel?
Apa iya, waktu itu hanya kebetulan? Atau ada sesuatu diantara keduanya?
Rengga masih mencoba berpikir keras untuk menemukan celah yang dapat menyelamatkannya. Mungkin saja dirinya masih memiliki kesempatan untuk hidup dan bebas.
Hanya saja, waktu berpikirnya habis begitu saja saat pria itu lagi-lagi mencengkram kuat dagunya sampai membuatnya memekik keras, saking sakitnya.
"Apa sekarang kau sudah sadar, jika pernah bertemu denganku?"
...****************...
Gisel yang merasa bosan. Akhirnya memilih untuk melihat-lihat album foto masa kecilnya bersama nenek, yang tak sengaja dia jumpai setelah membereskan beberapa berkas dokumen tak berguna dalam lemari kerjanya.
Sebuah album foto berwarna cokelat usang dengan ukiran-ukiran tanaman merambat yang menjadi hiasan bingkai luarnya. Sembari tersenyum lebar, jari-jemari tangannya yang lentik membuka satu-persatu halaman demi halaman kenangan miliknya yang tak pernah sekalipun dia bisa lupa.
Beberapa foto didalam album itu memang berisi potret dirinya dengan sang nenek tercinta sebelum beliau berpulang tahun lalu. Hanya saja, saat tangannya membuka halaman kelima. Sesuatu seperti surat tiba-tiba terjatuh ke atas lantai.
Kontan saja, Gisel mengambil surat yang terjatuh di atas lantai tadi. Untuk memeriksa isinya. Dan betapa terkejutnya wanita seksi itu saat mendapati sebuah potret usang seorang wanita muda yang sedang menggendong seorang balita didalam dekapannya. Dan potongan kertas berisi tiga baris kata yang bertuliskan, 'Putri tercintaku, Gisel.'
Yang langsung membuat Gisel terdiam dengan kedua mata berkaca-kaca penuh. Pasalnya, selama ini dia hanya tahu jika sang ibu telah meninggal dunia, tak lama setelah melahirkan Gisel, menurut penjelasan dari sang nenek.
Akan tetapi, setelah melihat foto ini. Gisel seolah memiliki harapan kembali. Jika sang ibu, sebenarnya masih hidup di dunia ini. Walaupun dilain sisi, Gisel merasa sedikit kecewa atas sikap sang nenek yang telah menyembunyikan sebuah fakta penting, selama bertahun-tahun.
Jadi, dengan sedikit rasa percaya diri. Gisel berniat untuk mencari ibunya dengan berpatokan penuh pada potret usang itu. Yah, setidaknya dia masih punya harapan untuk bertemu ibunya setelah hidup hampir 25 tahun di dunia ini.
"Aku pasti akan menemukanmu, Bu!" semangatnya penuh, sembari tersenyum lebar dengan air mata bahagia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
💞 NYAK ZEE 💞
nebak aja ya Leo.....
apa istrinya ayahnya Jean ibunya Gisel....
2023-10-28
1
💞 NYAK ZEE 💞
Mereka berdua itu berjodoh ya Leo.....punya ayah sama2 ngak waras ..
2023-10-28
1
Aisyah
Jngn2 ibuny gisel si ular betina itu,
2023-10-28
2