Jean terlihat begitu kesal, yang tanpa dirinya sadari masih mencengkeram erat lengan Gisel.
Sorot matanya yang semula tenang beberapa detik lalu, berubah menjadi kekhawatiran bercampur amarah yang begitu kentara. Dirinya bahkan spontan memeluk tubuh Gisel kembali seerat-eratnya.
"Bukannya sudah pernah kukatakan untuk berhati-hati serta menjaga diri baik-baik. Karena belum tentu, ada orang yang lebih peduli padamu daripada aku."
Jean mencoba menjelaskan secara lembut kepada Gisel seraya menahan rasa kesalnya. Sehati-hati mungkin, pria itu mencoba mengatur intonasi suaranya supaya tak terdengar seperti sedang memarahi Gisel yang masih terdiam dalam pelukannya.
"Aku tahu, mungkin sikapku terhadapmu tampak begitu konyol. Sampai kau berpikiran jika aku ini hanya ingin bermain-main saja. Tapi Sel ..."
Tiba-tiba saja, Jean menjatuhkan kepalanya ke arah ceruk leher Gisel, yang kemudian dia benamkan wajahnya itu dalam-dalam. Hingga rasanya penciuman miliknya dipenuhi aroma tubuh Gisel yang terasa begitu memabukkan dirinya.
"Aku benar-benar ingin kita menjadi dekat." Jean memalingkan wajahnya sejenak ke arah Gisel yang masih menunduk dalam, dengan tatapan yang sulit dijelaskan.
"Tapi bukan sebagai seorang teman pria, atau sahabat," lanjutnya yang kali ini membuat Gisel menolehkan kepala juga ke arahnya.
Dan membuat pandangan mata mereka berdua kembali bertemu satu sama lain.
"Aku ingin lebih dari itu."
Pandangan mata Jean yang semula melihat lurus ke arah netra gelap Gisel, perlahan-lahan mulai mengedar ke semua arah. Begitu juga dengan tangan kanan miliknya yang perlahan-lahan mulai terulur dan menyentuh kulit wajah Gisel dari atas rambut, hingga turun ke bagian hidung dan berakhir tepat pada bagian bibir wanita seksi itu.
"Jadi bisakah, aku ... ?" tanyanya menggantung, tanpa sesaat pun mengalihkan perhatiannya dari bibir Gisel yang masih ibu jarinya sentuh.
Melihat Gisel yang masih diam saja tanpa reaksi, membuat Jean akhirnya memberanikan diri untuk mendekatkan wajahnya lebih dulu, kemudian mencium bibir milik Gisel dengan cepat.
Saking tak terduganya hal itu, membuat Gisel yang semula diam. Mulai melakukan pergerakan. Itu karena Gisel tak mengira jika pria mesum berkacamata itu, akan mencium bibirnya secara tiba-tiba.
Yah, di dalam otaknya dia pikir jika Jean sedang menggodanya lagi. Seperti apa yang sering pria mesum berkacamata itu lakukan, yakni dengan mengerjai dirinya dengan berbagai macam hal yang amat-sangat menyebalkan. Gisel juga sempat berpikir jika Jean hanya iseng menggunakan skenario tentang cinta hanya untuk membuatnya kesal.
Tapi, sentuhan dari bibir milik pria itu yang lembut dan terasa dingin. Serta terus-menerus menghujami permukaan mulutnya dengan intens, membuat Gisel tersadar jika ini bukanlah candaan yang biasanya pria itu lakukan.
Terlebih lagi, saat tubuhnya tiba-tiba disudutkan ke arah kepala ranjang hingga membuat posisi mereka semakin dekat. Hal itu semakin membuat Gisel yakin jika, pria mesum berkacamata dihadapannya ini tidak main-main.
Merasa jika ciuman yang Jean layangkan makin membuatnya pusing, serta merasakan sensasi yang begitu aneh dibagian tubuhnya. Gisel pun buru-buru memukul-mukul bahu pria itu yang tampaknya tak berefek sama sekali. Bahkan sampai napasnya hampir habis.
"Sebut namaku," ucap Jean disela-sela ciumannya yang makin dalam.
Sebenarnya dia tahu, serta merasakan pukulan kecil dari Gisel di atas bahunya. Tapi dirinya memilih untuk mengabaikan hal itu, dan sengaja makin memperdalam ciumannya.
"Hmphhh, a-apa?" tanya Gisel terbata, yang kembali dibungkam mulut Jean.
"Jean."
"Ha? Hmphh!"
"Panggil aku, dan akan kupastikan hal ini segera berakhir."
"Je-Jean ..."
Gisel berucap sebisanya dengan napas yang terputus-putus. Namun, entah mengapa hal itu justru terdengar begitu menggoda bagi Jean. Sampai pria itu ingin mendengar namanya disebut kembali.
"Lagi!"
"A-apa?" tanya Gisel yang mulai tak bisa berpikir jernih.
Rasanya ciuman yang pria itu berikan sangat memabukkan untuk dirinya. Hingga Gisel mulai merasakan sesuatu yang semakin panas menjalar keseluruh penjuru tubuhnya.
Meskipun dia mengenakan piyama tanpa lengan dan celana sitinggi lutut, serta berbahan tipis. Tapi saat tubuh bagian atas Jean yang polos menimpa tubuhnya, serta memeluknya erat membuat Gisel merasakan suhu tubuhnya semakin naik. Saking panasnya, dia bahkan tak lagi merasakan suhu dari AC yang biasanya terasa sejuk dikulit.
"Sebut namaku sekali lagi," kata Jean terdengar tak sabar. Yang kemudian langsung Gisel balas. Tapi karena tangan Jean yang memeluk bagian pinggangnya untuk semakin dekat, membuat Gisel tanpa sadar melenguh tertahan.
"Je-Jean, uhhh!"
'Sialan!' batin Jean yang malah kembali mencium bibir milik Gisel makin membabi-buta.
Mungkin hampir setengah jam lebih, akhirnya Jean memutuskan untuk melepaskan ciuman mereka dan menyisakan jejak saliva pada permukaan bibir Gisel yang kini terlihat basah serta bengkak akibat ulahnya. Tak hanya di sana, Jean juga tanpa sadar membuat beberapa tanda merah dibagian bawah leher serta satu ruam pada bagian dada paling atas, hampir mendekati aset pribadi milik Gisel. Yang seketika membuat pria itu mengusap permukaan wajahnya sendiri dengan kasar.
"Kau benar-benar gila, Jean!" umpatnya pada diri sendiri, setelah apa yang dia lakukan tadi dan membuat Gisel terlelap kembali.
Untung saja, Jean tidak kebablasan. Dia masih bisa menahannya meskipun otak dan hatinya hampir gila barusan. Tapi, pria itu cukup senang karena, setidaknya dia sudah mengatakan apa yang ingin dia ungkapkan pada Gisel.
Disaat Jean sedang menikmati pemandangan wajah cantik Gisel serta menyampirkan beberapa helai anak rambut yang jatuh menutupi wajah wanita seksi itu. Tiba-tiba saja, ponselnya yang berada di atas nakas berdering.
Membuat Jean segera bangkit dari posisi duduknya untuk mengambil benda pintar itu. Kemudian mengusap gambar ikon berwarna hijau itu untuk menjawab panggilan dari Dexter.
'Ya?' katanya dingin yang langsung mendapat jawaban dari seberang.
'Tuan, semalam Anda kemana saja? Anda bahkan pergi begitu saja dan menerobos derasnya hujan. Anda jug-'
'Apa kau menelepon hanya untuk sesuatu yang tidak penting ini?' potong Jean cepat, sampai membuat Dexter langsung menutupkan mulutnya rapat, karena takut. Sayangnya, hal ini tidak bisa Jean lihat, karena perbedaan tempat dimana mereka berada saat ini.
'Tunggu sebentar, sebelum tuan menutup sambungan telepon ini. Saya ingin memberi informasi jika binatang itu sudah kami tangkap dan kami masukkan ke dalam jeruji.'
'Hanya di dalam jeruji?' tanya Jean yang terdengar kurang puas dengan informasi yang diberikan Dexter.
'Yah, apa tuan mau menambahkan?'
'Siksa dia sampai aku datang. Dan ingat, buat dia tetap sadar saat merasakan sensasinya.' Titah Jean seraya tersenyum licik.
'Baik.'
Setelah itu, sambungan telepon keduanya berakhir. Jean yang melihat Gisel sepertinya sudah tertidur lelap. Mulai memakai pakaiannya semalam yang kini sudah kering.
Sejujurnya pria itu ingin berpamitan sebelum pergi. Tapi melihat Gisel yang terlihat nyenyak sekali. Membuat Jean mengurungkan niatnya, lalu memilih mengecup dahi Gisel sebagai gantinya.
"Have a nice dream, Princess."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Loisa Marbun
uhuyy..
ba"ng.jean menang bykkk..
☺
2023-10-24
2
💞 NYAK ZEE 💞
q kira cuma sedot sedotan bibir tak taunya udah nyedot yang lain...... kalah vakum cleaner sama bibir u Jean.......
2023-10-24
1
💞 NYAK ZEE 💞
wes lah.....sak karep u Jean......
ngak takut itu bibir habis kesedot semua......🤣😄😄🤣
2023-10-24
1