Setelah mengancam Rengga serta menyuruh Dexter untuk menaruh garam di atas permukaan luka basah pria tua itu. Jean akhirnya beristirahat cukup tenang untuk sementara waktu.
Tampak sosoknya yang begitu dingin serta tak tersentuh itu, terduduk di atas sofa panjang dekat jendela dengan salah satu tangan sebagai tumpuan kepalanya. Matanya yang biasa menatap dingin, terpejam erat saat ini.
Meskipun begitu, sosok Jean masih terlihat tampan. Apalagi saat tubuhnya yang kekar dan berotot itu terbalut kemeja berwarna hitam yang bagian atasnya sengaja tidak dikancingkan, dengan celana bahan berwarna senada. Membuat Jean terlihat layaknya seorang iblis berparas malaikat yang amat sangat memesona.
Hanya saja, beberapa detik kemudian. Terdengar napas Jean yang semula teratur perlahan memberat. Tak hanya itu, beberapa bulir-bulir dari keringat dingin juga muncul, memenuhi permukaan pelipis pria itu. Sampai membuat rambutnya sedikit basah dibuatnya.
"Hahh!"
Satu lenguhan napas panjang nan berat itu membuat Jean terbangun dari tidurnya yang lelap barusan dengan keringat yang sudah membasahi sekujur tubuhnya. Segera, pria itu menegakan punggungnya untuk bersandar pada sisi sofa seraya menyugar beberapa anak rambutnya yang telah basah kebelakang. Sebelum kemudian membuka kemeja yang dia kenakan itu.
"Mimpi sialan itu lagi," katanya lirih dengan raut kesal yang tergambar jelas diwajahnya.
"Tuan, Anda sudah bangun?" tanya Dexter yang tiba-tiba sudah berada didalam ruangan.
Pria berambut merah bata itu berdiri tak jauh dari pintu dengan tangan memegang beberapa dokumen penting yang akan dia laporkan pada Jean.
"Yah, katakan saja."
"Hamba sudah mengumpulkan beberapa informasi penting yang Anda minta. Terutama tentang Rebecca serta anaknya itu. Hanya saja ..." Dexter tampak menjeda ucapannya. Lidahnya mendadak kelu, hanya untuk melanjutkan ucapannya itu.
Sedangkan untuk Jean sendiri, pria itu langsung menolehkan kepala ke arah Dexter dengan tatapan sengit.
"Kenapa diam, lanjutkan Dex!"
Mengembuskan napas panjang sejenak, Dexter pun memberanikan diri untuk menatap mata sang tuannya sebelum melanjutkan perkataannya tadi.
...****************...
Jean berjalan lunglai dan tersenyum seperti orang tak waras disepanjang jalan. Entah kemana langkah kakinya membawa Jean pergi, yang pasti saat dirinya merasa sudah lelah. Jean mendapati dirinya berhenti di depan pintu rumah Gisel.
Tidak, Jean bahkan tak berniat sekalipun untuk mengetuk pintu itu supaya sang pemilik mau membukakannya. Sebaliknya, pria itu berdiri saja dengan tatapan mata yang terlihat sangat pilu.
Terlebih saat ucapan dari Dexter kembali terlintas dipikirannya. Membuat Jean kembali lagi terkekeh ringan sebelum akhirnya tak bisa mengontrol berat tubuhnya sendir, dan terjatuh di atas lantai.
'Anda mungkin tidak akan mempercayai ini. Tapi, Nona Gisel anak dari wanita ular itu.'
'Kau pasti sedang bergurau, bagaimana dia bis-'
'Anda lupa tentang informasi yang saya cari sebelumnya? Rebecca memiliki anak haram yang tersembunyi dengan pria asing sebelum menikah dengan Tuan besar. Dan, baru-baru ini saya mendapat kabar jika pria tua bernama Rengga itu adalah pria asing yang dulunya berhubungan dengan Rebecca. Tuan, bukankah dari sini sudah jelas? Anda tidak boleh goyah. Demi mendiang Nyonya, Anda harus membalaskan dendam beliau. Meskipun demikian Anda harus merelakan cinta Anda juga.'
"Merelakan?" ujar Jean seraya tersenyum miris.
Memang benar jika pria itu masih belum bisa menerima apa yang baru Dexter jelaskan beberapa jam lalu. Tapi, Jean juga tak pernah mengira jika satu-satunya wanita yang bisa membuat hatinya tergerak, adalah anak dari musuhnya sendiri. Musuh yang paling dia benci serta ingin dirinya singkirkan dari muka bumi ini.
Lantas, Jean harus apa? Pikirannya begitu kalut. Dan hatinya berkecamuk. Untuk pertama kalinya, dia tidak bisa mencari jalan keluar dari masalahnya seperti yang sudah-sudah. Apa iya, Jean harus merelakan orang yang dia cintai pergi begitu saja?
Ditengah kegundahan hatinya itu, tiba-tiba terdengar suara pintu yang terbuka dari dalam. Tak hanya itu, sosok yang sebenarnya paling ingin dia temui sekaligus hindari, tiba-tiba muncul dengan baju tidur dan berdiri diambang pintu menatap dirinya.
"Jean, apa yang sedang kau lakukan di sini?"
Alih-alih menjawabnya, Jean dengan cekatan menyambar lengan Gisel yang kemudian membuat wanita seksi itu terjatuh di atas pangkuannya.
"Ada apa?" tanya Gisel kembali, yang malah dipeluk begitu erat oleh Jean kali ini.
"Jean, kenapa kau diam saja? Apa telah terjadi sesuatu padamu?"
Lagi, Gisel masih mencoba bertanya meskipun tak kunjung mendapat jawaban apapun yang keluar dari mulut Jean. Pria itu hanya diam, seraya mendekap erat tubuh Gisel. Seolah-olah tak ada hari esok lagi untuk keduanya bersama.
Merasa ada yang aneh dengan sikap Jean. Gisel mencoba mendongakkan kepalanya ke atas, seraya mengulurkan tangannya untuk menyentuh permukaan kepala pria itu. Diusapnya lembut dari puncak kepala hingga turun ke atas telinga dan berakhir diwajah, yang kemudian pria itu kecup tangan milik Gisel sayang.
"Kalau kau terus diam begini, bagaimana aku tahu masalahmu, hm?" kata Gisel, seraya menatap Jean penuh perhatian.
Tapi, Jean masih belum berniat membuka suaranya sama sekali. Dia hanya diam seraya menciumi permukaan tangan milik Gisel, sampai membuat wanita itu terkekeh geli.
"Kau mirip anak kucing! Berhentilah menciumi dan menjilati tanganku. Itu menggelikan, tahu!" ucapnya kesal, sembari menarik paksa kedua tangannya dari hadapan Jean.
Yang kontan saja, membuat pria itu langsung menatap kedua mata Gisel serius. "Jika kau menariknya, maka aku akan mencium serta menjilat ditempat lain."
"Wah, apa ini? Sejak kapan kau jadi begitu frontal dan terobsesi padaku? Dengar tuan mesum berkacamata, aku ini bukan makanan atau sejenis es krim yang bisa asal dijilat. Jadi, berhenti menggodaku dan katakan semua masalahmu. Aku tahu kok, kau sedang tidak baik-baik saja." Gisel menjelaskan seraya membentuk pose menyilang dengan kedua tangannya di depan wajah Jean.
"Tidak ada. Aku hanya sedang membutuhkan sedikit pelukan. Jadi, tetaplah diposisi ini untuk beberapa menit kedepan," balas Jean.
Kembali menarik tubuh Gisel masuk ke dalam dekapannya yang hangat itu dengan perasan campur aduk.
'Yah, tetaplah diposisi ini sampai aku benar-benar hafal betul aroma tubuhmu. Hingga tiba saatnya nanti, aku tidak bisa lagi melakukannya. Aku masih teringat dengan bau tubuhnya yang menenangkan sekaligus membuat hatiku berdesir aneh, tiap detiknya. Meskipun akan sangat sulit untukku, tapi hanya itu satu-satunya cara yang bisa kulakukan. Yakni dengan mengubur semua kenangan serta memori indah tentangmu dalam-dalam.' Batin Jean.
"Jika tidak ada masalah kenapa aku merasa bahuku basah? Apa kau baru saja menangis?" tanya Gisel.
Tampak raut kecurigaan diwajahnya yang jelita itu. Sesaat, setelah dirinya mendorong tubuh Jean supaya melepaskan pelukan diantara mereka. Dan membuat keduanya berjarak sekarang.
"Bisakah kau tetap diam saja? Sungguh, aku hanya ingin memeluk tubuhmu sebentar, itu saja."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
💞 NYAK ZEE 💞
nah Lo......mau kabur......
Leo......kenapa kebanyakan othor bikin kisahnya begini..... ngak mau cerita main ambil kesimpulan dan keputusan sendiri.....
2023-10-31
1
💞 NYAK ZEE 💞
nah bener kan .....
tapi tenang saja Jean bukannya Gisel juga ngak diurusin sama ibunya. ...
2023-10-31
1
Aisyah
Hei apa apaan km jean, awas aja km klo smpek ninggalin gisel, dndammu kn ma si ular dn cintamu ma gisel trus ap masalahny gtu, wlaupn si ular ibunya gisel klo dia suka matuk ywdh d bunuh aja, lagian kn gisel jg udh d tlantarin tuh ma si ular,
2023-10-30
1