'Mungkinkah, ini pilihan yang paling baik untuk aku?' Satu pertanyaan muncul dalam hati. Pertanyaan yang datang bersama dengan harapan yang besar.
Usai ngobrol hangat bersama nenek, Bia dan Viar meninggalkan ruang keluarga. Mereka ingin kembali ke kamar setelah mengantarkan nenek ke kamar yang sudah mereka siapkan.
"Selamat malam, mas Viar," ucap Bia sambil ingin meninggalkan Viar.
Namun, baru juga ingin beranjak, tangannya langsung saja Viar tahan. "Kamu mau ke mana, Bi?"
"Kamar, Mas."
"Lupa kalau hari ini ada nenek? Kamar kamu nggak bisa dihuni mulai malam ini, Bi."
"Aish! Maafkan aku, Mas. Aku ... iya, aku lupa." Bia nyengir kuda. Terlihat sekali wajah canggung dari wajah Bia saat ini.
"Aku maafkan. Karena sekarang, hanya ada kita berdua saja. Jadi, nggak akan ada pengaruh apapun untuk hubungan kita berdua."
"Ya sudah, ayo masuk!"
Bia mengangguk. Lalu, dia mengikuti langkah Viar yang berjalan mendahuluinya masuk ke kamar Viar. Kamar yang sebelumnya tidak pernah Bia injak. Saat memindahkan semua barangnya, bukan dia yang melakukan. Melainkan, para pelayan. Karena dia masih merasa sangat amat berat untuk memasuki kamar itu.
Tapi sekarang, mau tidak mau, dia harus masuk ke dalam. Tidak hanya masuk saja, malam ini, dia juga terpaksa harus tidur di kamar yang sama dengan Viar.
"Kenapa masih bengong, Bi? Ayo masuk! Jangan sampai nenek melihat kamu diam di situ. Nenek bisa curiga."
"Ah! Iya, Mas. Maaf."
"Jangan lupa tutup pintunya."
"Tutup pintu?" Lagi, rasa tidak nyaman menyusup halus ke dalam hati Bia.
Sementara Viar, ia malah menatap geli ke arah Bia. "Kenapa ragu, Salbia? Apa yang salah dengan menutup pintu kamar? Mana ada orang tidur dengan pintu kamar terbuka. Kalau emang nggak mau tutup pintu, ya tidur diluar aja sekalian. Kan nggak perlu ada privasi."
"Eh ... iy-- iya. He .... " Bia pun semakin merasa tak nyaman dengan apa yang hatinya rasakan. Sungguh, sekarang bukan hanya perasaan canggung saja yang ada dalam hatinya. Perasaan malu juga ada.
Bagaimana tidak? Dia malu karena sudah berpikir yang bukan-bukan. Terlalu sensitif akan apa yang Viar ucap. Yah, bagaimanapun, Bia juga manusia normal. Sudah dewasa lagi. Tentu saja pikiran akan kehidupan rumah tangga itu selalu muncul dalam benaknya. Efek terlalu tinggi tingkat kewaspadaan membuat Bia semakin tidak terkendali saja.
Sementara itu, Viar yang tahu akan apa yang saat ini Bia pikirkan, malah tersenyum sendiri di belakang Bia. Niat untuk menggoda Bia pun semakin besar saja dalam hati Viar sekarang.
"Ayo tidur, Bi! Sudah malam kan sekarang."
"Ya ... sejak tadi juga sudah malam, Mas. Saat nenek tiba ke kediaman ini pun hari sudah malam, bukan?"
"Ya iya. Karena itu aku ajak kamu tidur sekarang, Bia. Hari sudah semakin larut. Masa iya harus terus mengulur waktu?"
"Iya ... tapi aku belum ngantuk, Mas." Salbia berucap sambil duduk di atas sofa panjang yang ada di kamar Viar. Matanya juga memperhatikan sekeliling kamar yang bernuansa serba maron, mulai dari gorden, hingga set seprei yang terbentang di dalam kamar tersebut.
"Kamu suka warna maron, Mas Viar?"
Pertanyaan itu langsung meluncur begitu saja karena perasaan ingin tahu dalam hati Bia yang kuat. Sebenarnya, dia sudah pernah melihat sekilas dari luar isi kamar ini. Hanya saja, dia tak pernah menyangka kalau seluruh kamar berwarna senada.
"Ya ... bisa di katakan begitu, Bi. Tapi, sejujurnya aku suka semua warna gelap. Maron, hitam, navy, atau ... yah, semua yang berwarna gelap aku suka."
Bia tidak menjawab dengan kata-kata. Ia hanya menganggukkan kepalanya dengan pelan saja. Kemudian, dia malah merebahkan tubuhnya ke badan sofa. Hal itu langsung membuat Viar yang awalnya ingin naik ke atas ranjang, seketika membatalkan niatnya.
"Ngapain baring di situ, Bi? Kamu nggak berniat untuk tidur di atas sofa itu, kan?"
"E ... itu ... apa salahnya jika aku tidur di atas sofa ini, Mas. Sofa kamar kamu nggak kalah empuk dari kasur kamarku kok."
"Tidak, Bia. Aku tidak akan mengizinkan kamu tidur di atas sofa. Kamu dan aku harus tidur satu ranjang mulai dari malam ini."
"Apa!"
"Salbia. Pelan kan suaramu. Jangan bersikap terkejut seperti itu."
Tentu saja Bia kaget. Dia yang sebelumnya sangat enggan untuk satu kamar dengan Viar, kini malah diminta untuk tidur satu ranjang pula. Meskipun Viar adalah suami sahnya, tapi tetap saja, dia masih tidak siap untuk menerima kenyataan itu.
"Tapi .... "
"Tidak ada pilihan, Bia. Aku nggak ingin nenek tahu kalau hubungan kita ini hanya sebatas kepalsuan. Kita harus selalu waspada mulai dari sekarang. Pikirkan semua kemungkinan walau sekecil apapun."
Bia mengerti dengan apa yang Viar katakan. Dengan perasaan yang sangat amat berat, Bia menghampiri ranjang.
"Ayo tidur! Jangan takut padaku. Tidak akan terjadi apapun diantara kita. Meski kamu adalah istri sah ku, tapi aku juga masih punya hati dan harga diri. Aku tidak akan memaksa sesuatu yang tidak ingin orang lain berikan padaku. Jadi, jangan terlalu banyak berpikir hal buruk tentang aku."
Kata-kata itu tidak Bia tanggapi lagi sekarang. Tapi, tidak bisa Bia pungkiri kalau ucapan itu cukup bisa membuat hatinya berani untuk merebahkan tubuh di atas ranjang Viar.
Mereka pun terhanyut dalam pikiran masing-masing. Berbaring dengan posisi sama-sama membelakangi, hingga pada akhirnya, mereka tertidur karena rasa kantuk yang menyerang.
Alam bawah sadar memang sangat tidak bisa untuk di kendalikan. Terbukti dengan keadaan tidur mereka yang semula berjauhan dengan posisi yang saling membelakangi, kini malah berdekatan dengan posisi saling berpelukan.
Saat Bia terbangun dari tidurnya, dia kaget bukan kepalang. Ternyata, dirinya sedang berada dalam pelukan Viar semalaman. Dengan cepat Bia menarik diri dari pelukan hangat yang menenangkan itu. Wajahnya yang malu ia tutup berulang kali.
'Ya ampun, kenapa aku bisa datang ke dalam pelukan mas Viar sih? Kenapa aku bisa datang ke bagian kasur mas Viar. Benar-benar tidak bisa diajak kompromi ini tubuh. Bikin malu saja,' kata Bia dalam hati sambil mengusap kasar wajahnya berulang kali.
Namun, rasa malu itu seketika mereda saat ia melihat wajah Viar yang sedang terlelap. Seperti sebuah hipnotis, Bia malah langsung mengangumi wajah indah itu. Dengan tatapan lekat, dia terus menatap wajah indah Viar selama beberapa waktu.
"Aish! Beruntung dia masih tidur, jadi aku tidak akan merasa malu karena ketahuan tidur di dalam pelukannya. Dan, aku juga dapat bonus sekarang. Bonus menikmati pemandangan indah pagi-pagi." Bia berkata dengan suara pelan pada dirinya sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
ciru
cakeep
2023-11-24
0